Tahu gak sih kalian, kalau mengkonsumsi minuman berpemanis sudah menjadi kebiasaan, bahkan budaya bagi masyarakat zaman sekarang?
Kebiasaan ini ternyata adalah kebiasaan buruk yang sangat mengkhawatirkan. Beberapa contoh dari minuman berpemanis yang sering dikonsumsi masyarakat adalah soft drink, teh manis, kopi susu, matcha, dan masih banyak lagi.
Lalu, kenapa sih kebiasaan konsumsi minuman berpemanis ini mengkhawatirkan?
Tentu karena kandungan gula dalam minuman tersebut yang cukup tinggi. Konsumsi gula yang berlebihan dapat meningkatkan risiko terjadinya obesitas, karena gula memiliki kandungan energi yang tinggi, sedangkan tidak ada kandungan zat gizi lainnya yang bermanfaat bagi tubuh. Nggak cuma itu, tingginya konsumsi gula juga bisa mengakibatkan diabetes melitus tipe 2, penyakit jantung dan berbagai penyakit tidak menular lainnya.(1)
Angka Kasus Obesitas Dan Konsumsi Minuman Berpemanis
Angka kasus obesitas di Indonesia menunjukkan, bahwa dari 35,4% penduduk berusia ≥15 tahun, sebanyak 21,8% mengalami obesitas (IMT ≥27). Biasanya, obesitas ini lebih sering terjadi di daerah perkotaan daripada daerah pedesaan. Kenapa begitu? Bisa jadi penyebabnya adalah gaya hidup, dimana akses terhadap segala makanan, minuman, dan hiburan di daerah perkotaan lebih mudah. Selain itu, ada juga kemungkinan terjadinya penurunan aktivitas fisik karena masyarakat perkotaan lebih mudah mengakses fasilitas transportasi, baik umum maupun pribadi. (2)
Menurut Riset Kesehatan Dasar (2018), dari jumlah total masyarakat Indonesia yang berusia ≥3 tahun, sebanyak 61,27% mengkonsumsi minuman berpemanis ≥1 kali sehari, 30,22% mengkonsumsi 1 – 6 kali per minggu, dan 8,51% mengkonsumsi ≤3 kali per bulan. Dari data itu, bisa kita simpulkan bahwa lebih banyak masyarakat Indonesia yang mengkonsumsi minuman berpemanis lebih dari satu kali dalam sehari.
Kira-kira, faktor apa aja sih yang bisa mempengaruhi perilaku konsumsi ini?
Pertama, bisa dari faktor pengetahuan mengenai gizi yang masih kurang. Kadua, faktor kebiasaan dan kemampuan seseorang untuk membeli minuman berpemanis.
Selain itu, pengaruh dari keluarga, teman, serta iklan dari televisi dan media sosial juga bisa menjadi faktor penyebabnya.(3)
Solusi Melalui Penerapan Kebijakan
Lalu, bagaimana cara mengatasi masalah tersebut? Apakah harus melalui edukasi, penyuluhan, atau kampanye?
Tentu tidak. Masih ada cara lain, melakukan advokasi kebijakan ataupun regulasi(4). Kementerian keuangan sendiri sudah memiliki rencana untuk menerapkan kebijakan mengenai tarif cukai pada minuman berpemanis dalam kemasan.
Ini berarti, setiap minuman berpemanis dalam kemasan yang dijual akan dikenakan tambahan harga jual sesuai dengan jumlah gula yang ada di dalam minuman tersebut. Walaupun sudah ada rencananya, Kementerian Keuangan belum memberikan kepastian kapan kebijakan tersebut akan disahkan.
Kebijakan mengenai tarif cukai untuk minuman berpemanis ini sebenernya sudah diterapkan di beberapa negara loh, contohnya Inggris. Kebijakan ini mulai diterapkan di Inggris sejak April tahun 2018.
Tarif cukai akan lebih rendah, jika kandungan gula per liter pada minuman yang diproduksi lebih sedikit. Berlakunya kebijakan ini membuat sekitar 50% produsen minuman di Inggris memilih untuk mengurangi kandungan gula dalam produk mereka agar harga jualnya tidak naik.
Contoh solusi melalui penerapan kebijakan ini diharapkan dapat membantu menurunkan jumlah konsumsi gula pada masyarakat Indonesia, sehingga angka obesitas dan prevalensi diabetes melitus juga dapat menurun.
Menurunnya angka obesitas dan prevalensi diabetes melitus dapat menjadi salah satu tanda meningkatnya derajat kesehatan dan kualitas hidup masyarakat Indonesia. (5)
Baca juga: Stevia, Gula untuk Penderita Diabetes?
Penulis: Hanifa Insani Aulia, S.Gz (Mahasiswa Pascasarjana FKKMK UGM)
Editor : Lisa Rosyida, S.Gz, RD dan Ulfa Ratriana, S.Gz
Referensi
- Sinaga, J. et al. (2024) ‘Gula dan Kesehatan: Kajian Terhadap Dampak Kesehatan Akibat Konsumsi Gula Berlebih’, Mutiara : Jurnal Ilmiah Multidisiplin Indonesia, 2(1), pp. 54–68. Available at: https://doi.org/10.61404/jimi.v2i1.84.
- Irfan, M. and Ayu, M.S. (2022) ‘Hubungan Pola Konsumsi Minuman Bergula Terhadap Obesitas Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran Uisu Tahun 2022’, Jurnal Kedokteran Ibnu Nafis, 11(1), pp. 31–36. Available at: https://doi.org/10.30743/jkin.v11i1.370.
- Pramudita, A., Dieny, F. F., Wijayanti, H. S., & Probosari, E. (2023). Durasi Paparan Instagram Berhubungan Dengan Respon Afektif Dan Konsumsi Minuman Berpemanis Pada Mahasiswa Non Kesehatan. Gizi Indonesia, 46(2), 181-194.
- FKKMK UGM. (2020). Indonesia Konsumen Minuman Berpemanis Tertinggi Ke-3 di Asia Tenggara. https://fkkmk.ugm.ac.id/indonesia-konsumen-minuman-berpemanis-tertinggi-ke-3-di-asia-tenggara/. Diakses pada 20 Mei 2024.
- UNICEF. 2023. Ringkasan Kebijakan Cukai Untuk Minuman berpemanis. UNICEF. https://www.unicef.org/indonesia/media/17016/file/Ringkasan%20Kebijakan:%20Cukai%20untuk%20Minuman%20Berpemanis.pdf. Diakses pada 12 Maret 2024.