Food Estate: Solusi Ketahanan Pangan atau Ancaman Lingkungan?

Program food estate di Indonesia telah menjadi topik perdebatan hangat di tingkat nasional maupun internasional. Di satu sisi, inisiatif ini digadang-gadang sebagai solusi untuk mencapai ketahanan pangan. Namun, kritik tajam juga dilontarkan terkait dampaknya terhadap lingkungan, sosial, dan tata kelola. Dengan mempertimbangkan semua sudut pkamung, mari kita telaah program ini secara mendalam.

Apa Itu Food Estate?

Food estate adalah program pemerintah Indonesia yang bertujuan mengembangkan kawasan pertanian berskala besar untuk meningkatkan produksi pangan dan mengurangi ketergantungan impor. Proyek ini fokus di daerah seperti Papua Selatan, Kalimantan Tengah, dan Nusa Tenggara Timur, dengan komoditas utama seperti padi, singkong, dan jagung.

Namun, keberhasilannya tidak semata-mata soal angka produksi. Banyak pihak mengkhawatirkan bahwa pendekatan ini dapat berdampak negatif jika tidak dirancang dengan hati-hati.

Apa yang diharapkan dari Food Estate?

1. Mendukung Ketahanan Pangan

Dengan membangun kawasan pertanian berskala besar, Indonesia dapat mengurangi impor bahan pangan seperti beras dan gandum. Langkah ini diharapkan dapat melindungi negara dari ancaman geopolitik yang sering kali mengganggu pasokan pangan global, seperti perang di Ukraina dan Timur Tengah.

2. Pengembangan Ekonomi Lokal

Food estate juga dapat menciptakan lapangan kerja baru, terutama di daerah terpencil. Infrastruktur yang dibangun untuk mendukung program ini, seperti jalan dan irigasi, juga dapat meningkatkan aksesibilitas wilayah tersebut.

3. Diversifikasi Komoditas Pangan

Selain padi, pengembangan tanaman seperti singkong dan jagung membantu diversifikasi pangan nasional. Hal ini sejalan dengan kebutuhan memperluas pilihan makanan pokok di luar beras.

Kenyataan Yang Dihadapi Food Estate 

1. Dampak Lingkungan

Salah satu kritik terbesar adalah deforestasi yang dilakukan untuk membuka lahan food estate, terutama di wilayah sensitif seperti Papua dan Kalimantan. Deforestasi tidak hanya mengancam keanekaragaman hayati, tetapi juga meningkatkan emisi karbon, mengganggu ekosistem, dan merusak lahan gambut.

Fakta: Menurut Greenpeace, proyek ini dapat menggagalkan komitmen Indonesia untuk menjadi net carbon sink pada tahun 2030.

2. Tata Kelola yang Lemah

Beberapa laporan menunjukkan bahwa lahan yang dibuka sering kali tidak dikelola dengan baik. Ada kasus di mana area food estate justru menjadi semak belukar karena perencanaan yang buruk. Selain itu, keterlibatan perusahaan besar yang terkait dengan elit politik menimbulkan kekhawatiran tentang konflik kepentingan.

3. Dampak pada Komunitas Lokal

Banyak komunitas adat merasa terpinggirkan karena lahan tradisional mereka dialihfungsikan. Misalnya, masyarakat Dayak di Kalimantan Tengah kehilangan akses ke tanah yang mereka gunakan untuk pertanian subsisten.

Data: Pengembangan food estate di Papua disebut-sebut mengabaikan kearifan lokal masyarakat adat yang selama ini bertumpu pada metode pertanian tradisional.

4. Efisiensi Ekonomi yang Diragukan

Meski tujuan utamanya untuk menurunkan ketergantungan impor, ada kekhawatiran bahwa hasil dari food estate lebih banyak diarahkan untuk ekspor atau produksi biofuel, alih-alih memenuhi kebutuhan pangan lokal.

Lantas Apa Respon Pemerintah? 

1. Reforestasi

Pemerintah berencana menyeimbangkan dampak lingkungan melalui reforestasi besar-besaran seluas 12 juta hektare. Program ini bertujuan memulihkan ekosistem sekaligus menjaga komitmen lingkungan internasional Indonesia.

2. Pengelolaan Berkelanjutan

Menggunakan pendekatan berbasis komunitas dapat menjadi solusi untuk mengatasi konflik sosial. Melibatkan masyarakat lokal dalam perencanaan dan pelaksanaan food estate memungkinkan adaptasi metode tradisional dengan teknologi modern.

3. Peningkatan Transparansi

Pemerintah harus memastikan semua proses, mulai dari perencanaan hingga pelaksanaan, dilakukan secara transparan. Pemantauan independen oleh lembaga lingkungan dan masyarakat sipil juga penting untuk mengurangi risiko konflik kepentingan.

Kesimpulan

Food estate adalah langkah ambisius untuk meningkatkan ketahanan pangan Indonesia. Namun, tanpa pengelolaan yang hati-hati, program ini berpotensi menjadi bumerang yang merusak lingkungan, memarginalkan masyarakat adat, dan membahayakan keberlanjutan ekosistem.

Untuk mencapai keseimbangan, perlu strategi yang lebih inklusif, transparan, dan berwawasan lingkungan. Dengan demikian, food estate tidak hanya menjadi solusi ketahanan pangan, tetapi juga model pembangunan yang bertanggung jawab secara sosial dan ekologis.

Baca juga: Alternatif Makanan Pokok Lokal Tinggi Serat

Source:

  1. Food Estate Dikritik Dunia Internasional, Hashim Tegaskan Jalan Terus – CNN Indonesia
  2. PDI-P takes aim at Prabowo-led food estate project – The Jakarta Post
  3. Indonesia President’s COP28 Speech Parodied Over Food Estates Failures – Greenpeace 
  4. Past Failures Can’t Stop Indonesia from Clearing Forests, Indigenous Lands for Farms – Mongabay
  5. Sustainability and Progress of the Food Estate Program in Indonesia: A New Era – Modern Diplomacy
  6. Public Perception of the Food Estate Program of Cassava Cultivation as a Strategic Logistic Reserve in Realizing Regional Food Security in Gunung Mas Regency, Central Kalimantan (2024), Evolutionary Studies in Imaginative Culture 
  7. Analysis of Indonesia’s National Food Estate Programme from a Food Sovereignty-based Perspective (2023), Jurnal Politik Indonesia
  8. Socio-Cultural Issues In Agricultural Modernization: A Case Study of the Food Estate Program in Pulang Pisau Regency (2024), International Journal of Multidisciplinary Approach Research and Science

1 thoughts on “Food Estate: Solusi Ketahanan Pangan atau Ancaman Lingkungan?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *