“Ada lah sisakan satu gerbong untuk cafe ya kan, untuk ngopi, paling tidak di situ untuk smoking area pak,” ucap Khan, salah satu anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dalam rapat bersama PT KAI Indonesia (20/08). Masukan ini cukup menuai kontroversi di kalangan masyarakat. Berbagai media menyoroti masukan yang disampaikan tersebut dan tidak sedikit tanggapan masyarakat yang memberi komentar negatif.
Pasalnya, masukan tersebut membahas perihal alokasi satu gerbong kereta khusus untuk area merokok atau cafe. Mengapa masukan tersebut menuai kritik dan apakah itu sebuah solusi cerdik atau hanya merupakan calon masalah baru?
“Satu Gerbong untuk Smoking Area”
Baru-baru ini, Indonesia dikejutkan dengan cuplikan diskusi dari Nasim Khan, salah satu anggota Komisi VI DPR yang mengatakan bahwa satu gerbong kereta dapat disisihkan untuk cafe, kegiatan ngopi, atau dapat sebagai smoking area. Keberadaan gerbong smoking area itu menurutnya akan memberikan manfaat dan keuntungan untuk PT KAI.
Buntut dari masukan tersebut, PT KAI memberikan pernyataan bahwa masukan tersebut tidak bisa diterima karena layanan kereta api yang berprinsip bebas asap rokok. Manajemen KAI berkomitmen memberikan kenyamanan dan lingkungan transportasi yang sehat bagi seluruh pelanggan.
Regulasi Bebas Asap Rokok di PT KAI
Vice President Public Relations KAI menyebutkan bahwa PT KAI berpegang teguh pada kebijakan bebas asap rokok oleh Kementerian Perhubungan tahun 2014. Kebijakan tersebut tertuang dalam Surat Edaran Nomor SE 29 Tahun 2014 tentang larangan merokok di angkutan umum dan telah disahkan oleh Menteri Perhubungan Ignasius Jonan.
Sejumlah dasar hukum lainnya yang melandasi larangan merokok di kereta yaitu
- Undang-undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan yang mencantumkan terkait Kawasan Tanpa Rokok (KTR) salah satunya adalah angkutan umum
- Peraturan Bersama Menteri Kesehatan dan Menteri Dalam Negeri 2011 tentang pedoman pelaksanaan kawasan tanpa rokok
- Peraturan Pemerintah Nomor 109 tahun 2012 tentang pengamanan produk tembakau bagi kesehatan
Andil Pemerintah dalam Menurunkan Angka Perokok
Global Adult Tobacco Survey menyebutkan bahwa angka perokok dewasa di Indonesia telah meningkat hampir sebanyak 8,7 juta dalam satu dekade dari 60,3 juta (2011) menjadi 69,1 juta (2021). Tak heran, Indonesia menempati peringkat pertama dengan tingkat merokok tertinggi di antara negara-negara di Asia Tenggara.
Tingginya angka perokok di Indonesia menuntut pemerintah mengambil komitmen dalam menurunkan prevalensi merokok. Hal ini berpangkal dari berbagai efek kesehatan dan kondisi sosial ekonomi yang dirasakan akibat konsumsi rokok.
Kenali tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR)

Upaya yang dilakukan Indonesia yaitu meratifikasi Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) dari World Health Organization. Isi dari konvensi ini adalah melarang adanya iklan, promosi, dan sponsor produk tembakau. Namun, langkah riil untuk menurunkan angka rokok telah diterapkan Indonesia dengan menetapkan kawasan tanpa rokok.
Kawasan tanpa rokok adalah area atau lingkungan khusus dilarang merokok yang bertujuan melindungi masyarakat dari paparan asap rokok. Berdasarkan Asian Pacific Journal of Cancer Prevention, implementasi kebijakan kawasan bebas rokok berasosiasi dengan penurunan prevalensi rokok, paparan pada perokok pasif, dan peningkatan motivasi untuk berhenti merokok.
Pengaturan Kawasan Tanpa Rokok (KTR)
Beberapa kawasan tanpa rokok yang diatur dalam Undang-undang Nomor 36 tahun 2009 yaitu
- Fasilitas pelayanan kesehatan
- Tempat proses belajar mengajar
- Tempat bermain anak
- Tempat ibadah
- Angkutan umum
- Tempat kerja
- Tempat umum dan tempat lain yang ditetapkan
Per bulan Juni 2023, sebanyak 456 kota di Indonesia telah mengadopsi kebijakan bebas rokok. Namun, beberapa kota di Indonesia belum mengimplementasikan kebijakan ini secara efektif dikarenakan tingkat kepatuhan yang rendah.
Kebijakan Serupa Pada Angkutan Umum di Negara Lain
Dalam publikasi abstrak di 17th World Congress on Public Health, kebijakan bebas asap rokok juga diterapkan oleh Ministry of Railways dan Bangladesh Railway. Sebesar 90 juta orang menggunakan transportasi umum kereta, dan sebagian besar merupakan kelompok tidak merokok seperti wanita dan anak-anak.
Berdasarkan survei yang dilakukan di beberapa stasiun di Bangladesh, guideline atau pedoman telah dikembangkan untuk meningkatkan penerapan hukum. Bahkan audio dan video yang ditayangkan di kereta memberikan informasi terkait aturan hukum dan bahaya kesehatan dari paparan asap rokok. Dengan menerapkan kebijakan bebas rokok di kereta, ratusan hingga ribuan penumpang dapat terlindung dari ancaman menjadi perokok pasif.
Nah, kita dapat menilai sendiri melalui penjelasan di atas. Apakah pengadaan gerbong merokok di kereta tersebut adalah solusi bagi kepentingan pribadi dan sekelompok orang atau merupakan masalah yang berdampak pada seluruh masyarakat?
Baca Juga: Asap Rokok, Ancaman Nyata Pneumonia pada Anak
Referensi
- Respons KAI soal DPR Minta Gerbong Khusus Merokok: Kereta KTR | CNN Indonesia
- Usulan Gerbong Kereta Khusus Perokok Dinilai Asbun dan Tak Masuk Akal! | KBR.ID
- UU No. 36 Tahun 2009 | Peraturan BPK
- Indonesia Launches Innovative Smoke-Free Area Dashboard To Protect Public Health | World Health Organization
- Assessing Compliance and Challenges in Implementing Smoke-Free Zone Regulations in Indonesia (2025), Asian Journal Pacific Cancer Prevention
- Analisis Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok Guna Menunjang Pola Hidup Sehat Pada Masyarakat Kota Medan Sumatera Utara (2024), Jurnal Kolaboratif Sains
- Smoke-free Zone in Indonesia: Who is Doing What Now (2020), Open Access Macedonian Journal of Medical Sciences
- Protecting Passengers From Exposure To Tobacco Smoke By Enforcement Tobacco Control Law & Bangladesh Railways Act (2023), Population Medicine
Editor: Eka Putra Sedana

