Polemik Food Tray MBG, Begini Tanggapan BGN dan BPOM!

Program Makanan Bergizi Gratis (MBG) menjadi salah satu program unggulan presiden Indonesia periode 2024-2029, Prabowo Subianto. Program ini diharapkan dapat menjadi solusi strategis untuk mengatasi masalah kemiskinan dan kesejahteraan masyarakat Indonesia. Khususnya bagi kelompok rentan seperti anak-anak dan masyarakat ekonomi menengah ke bawah. Bahkan, program ini ditargetkan dapat menjangkau 82,9 juta siswa pada akhir tahun 2025 dengan anggaran sebesar 116,6 triliun. Namun sejak diluncurkan pada Januari 2025 lalu, program MBG menimbulkan berbagai polemik di tengah-tengah masyarakat. Sebagian menyatakan setuju dengan adanya program ini karena dapat mendukung terbentuknya generasi emas 2045. Dan sebagian lainnya tidak setuju karena alur kerja program dinilai belum sepenuhnya siap. 

Ditengah hangatnya konflik terkait dengan banyaknya kasus keracunan akibat MBG. Beberapa hari terakhir mencuat kembali polemik terkait dengan food tray MBG yang diduga dibuat dengan campuran minyak babi dan melanggar ketentuan label produk. Hal ini pertama kali diungkap oleh Indonesia Business Post pada 25 Agustus 2025 lalu berdasarkan hasil penyelidikan yang mereka lakukan di Chaosan, Tiongkok.

Dugaan Impor Ilegal dan Pemalsuan Label

impor-ilegal-pemalsuan-label
Sumber: Kompas.com

Penyelidikan Tim Indonesia Business Post (IBP) dimulai pada minggu ketiga Agustus 2025. Mereka mengunjungi Chaosan, sebuah pusat industri yang ada di Provinsi Guangdong, Tiongkok. Chaosan memang merupakan kawasan industri yang memproduksi nampan makanan yang dipasarkan secara global. Setidaknya terdapat 30-40 pabrik yang memproduksi nampan makanan di kawasan ini.

Setelah dilakukan penyelidikan, tim IBP mengungkapkan bahwa terdapat beberapa pabrik di Chaosan yang memproduksi nampan makanan yang digunakan untuk program MBG bertuliskan “Buatan Indonesia” dan bersertifikat SNI (Standar Nasional Indonesia). Tindakan ini tentu melanggar hukum karena dapat dimanfaatkan untuk menghindari tarif atau kuota impor. Apabila hal ini memang benar terjadi, tentunya  merupakan penipuan serius dan berpotensi menutupi impor ilegal.

Kondisi ini mungkin terjadi karena produsen lokal hanya mampu memproduksi 2 juta baki makanan per bulan, sedangkan target pemerintah adalah 82 juta unit dalam setahun. Akibatnya, kekurangannya dipenuhi dengan cara mengimpor dari negara lain. Selain itu, produsen lokal juga mengungkapkan bahwa mereka kesulitan dalam bersaing dengan nampan makanan produksi Cina karena harganya lebih murah dan volume produksinya yang jauh lebih banyak. Namun terkait dengan dugaan impor ilegal dan pemalsuan label ini, tim IBP masih menunggu konfirmasi dari Kementerian Perdagangan.

Dugaan Penggunaan Bahan Non Food Grade

Selain terkait dengan dugaan pemalsuan label dan impor ilegal. Didapatkan informasi pula bahwa kualitas baja tahan karat yang digunakan untuk membuat food tray MBG tidak food grade dan berbahaya bagi kesehatan. Sebenarnya food tray yang digunakan dalam program MBG terdiri dari 3 jenis yakni nampan premium (food grade tipe 315 dan 306) serta nampan non food grade tipe 201. Sebenarnya pemerintah Indonesia telah memberlakukan larangan impor baja tahan karat tipe 201 ini. Namun nampaknya larangan ini belum diawasi dengan serius, sehingga memungkinkan banyak nampan impor beredar menggunakan baja tahan karat tipe 201.

Hal yang sama juga diungkap oleh seorang anggota bisnis APMAKI saat diwawancarai oleh tim IBP. Beliau mengatakan “Importir menyukai tipe 304, tetapi menginginkan harga tipe 201, sehingga produsen Tiongkok mungkin menyertakan tipe 201 atau campuran tipe 201 dan 304 untuk menekan biaya dan memenangkan pasar.” Apabila penggunaan bahan yang tidak aman ini memang benar adanya, maka akan sangat berbahaya bagi anak sekolah yang merupakan sasaran utama dari program MBG.

Dugaan Penggunaan Minyak Babi Sebagai Pelumas

Proses produksi food tray baik yang menggunakan baja tahan karat tipe 201 atau 304, kemungkinan melibatkan penggunaan minyak lemak babi sebagai bagian dari pelumas industri. Hal ini terungkap dari hasil wawancara tim IBP dengan salah satu pegawai pabrik. Mereka mengungkapkan bahwa minyak lemak babi terkadang dicampur dengan minyak mineral aditif lainnya untuk mengurangi gesekan dan meningkatkan kinerja mesin. Apabila hal ini memang terbukti, maka kepatuhan halal food tray MBG perlu dipertanyakan. 

Tanggapan Badan Gizi Nasional (BGN)

Menanggapi polemik tersebut, kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Dadan hindayana mengungkapkan bahwa pihaknya masih mempelajari dan memverifikasi kebenaran dari informasi yang didapatkan dari hasil penyelidikan tim IBP. Juru bicara BGN, Redy Hendra Gunawan juga menegaskan bahwa hingga kini belum ada bukti yang konkrit terkait dengan informasi ini. Dan masih perlu diuji lebih lanjut oleh Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) terkait dengan dugaan penggunaan minyak babi sebagai pelumas. Redy juga menambahkan bahwa memang dapat diakui bahwa pemenuhan kebutuhan food tray saat ini sebagian besar dipenuhi dari impor. Hal itu karena kapasitas produksi dalam negeri yang belum mencukupi.

Tindak Lanjut Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM)

Walaupun persoalan hukum halal-haram tidak masuk ranah BPOM, Kepala BPOM Prof. Taruna ikrar mengungkapkan bahwa hal ini harus menjadi perhatian. Mengingat mayoritas penduduk Indonesia beragama muslim. Saat ini BPOM sudah berkomunikasi dengan BGN, BPJPH, serta Kantor Komunikasi Kepresidenan untuk menindaklanjuti isu ini dan merencanakan melakukan pengujian lebih lanjut. Prof. Taruna menambahkan bahwa BPOM dapat melakukan uji ini menggunakan swab test dan pemeriksaan DNA babi di laboratorium BPOM. Untuk memastikan apakah ada kandungan porcine, glycerine, gelatin, atau zat turunan babi lainnya.

Baca Juga: Angin segar Program Makan Bergizi Gratis untuk Kerjasama dengan Jepang, Apa yang bisa dipelajari?

Referensi

Editor: Eka Putra Sedana

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *