Kuantitas atau Kualitas, Manakah Prioritas untuk Cegah Stunting?

Indonesia mencatat angka stunting sebesar 19,8% berdasarkan Survei Status Gizi Tahun 2024. Meskipun telah menurun sebesar 1,7% dari tahun sebelumnya, prevalensi stunting tersebut masih terbilang tinggi dan berada di atas target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Republik Indonesia tahun 2024, sebesar 14%. Masa transisi dari ASI menuju MPASI, yaitu usia 6-23 bulan merupakan masa krusial yang berperan penting dalam mencukupi kebutuhan gizi si kecil. Berbagai masalah kesehatan dapat timbul akibat stunting, seperti perkembangan otak yang kurang optimal pada anak, hingga risiko penyakit tidak menular dan degeneratif di masa mendatang. 

Stunting disebabkan oleh berbagai faktor, salah satunya adalah tidak optimalnya asupan makan. Jumlah asupan yang tidak mencukupi menjadi penyebab langsung dari stunting. Banyak orang terlalu fokus untuk memberikan banyak makan pada anak tanpa memperhatikan jenis atau kualitas makanannya. Padahal, tak hanya kuantitas, kualitas makanan juga memainkan peran penting dalam pertumbuhan dan perkembangan tubuh. Sebenarnya, mana yang lebih penting antara kuantitas atau kualitas makanan dalam mencegah stunting pada anak?

Kuantitas Makanan untuk Mencukupi Energi

Kuantitas makanan merujuk pada jumlah makanan yang diasup oleh anak, baik dari segi porsi, frekuensi, maupun pemenuhan energinya. Ketersediaan dan kecukupan zat gizi berperan penting dalam menunjang pertumbuhan dan perkembangan anak. Berdasarkan pedoman Pemberian Makanan bagi Bayi dan Anak dari WHO, anak yang masih mendapat ASI dianjurkan makan utama minimal dua kali sehari pada usia 6–8 bulan dan tiga kali sehari pada usia 9–23 bulan. 

Sementara itu, anak yang tidak mendapat ASI perlu makan lebih sering, yaitu tiga hingga empat kali sehari pada usia 6–8 bulan dan empat hingga lima kali sehari pada usia 9–23 bulan. Anak juga harus diberikan makanan dalam jumlah yang cukup sesuai kebutuhan, yaitu 200 kkal untuk usia 6-8 bulan, 300 kkal untuk usia 9-11 bulan, dan 550 kkal untuk usia 12-23 bulan.

Tabel 1. Pemberian Makan Pada Bayi dan Anak (usia 6-23 bulan) (Sumber: Kemenkes RI)

Berbagai studi menunjukkan bahwa asupan zat gizi, terutama energi dan protein yang tidak mencukupi, berkontribusi terhadap terjadinya stunting. Kekurangan asupan energi dapat mengurangi ketersediaan substrat yang diperlukan untuk proses pembelahan sel dan pembentukan jaringan tubuh, sehingga menghambat pertumbuhan tulang dan akhirnya berkontribusi pada stunting. Sementara itu, rendahnya asupan protein dapat mengganggu sintesis protein esensial yang dibutuhkan untuk mendukung pertumbuhan dan perkembangan tubuh secara normal.

Kualitas Makanan Mendukung Pertumbuhan Optimal

Kualitas makanan yang buruk ditandai dengan rendahnya kandungan mikronutrien makanan dan kurangnya keragaman pangan. Pada dasarnya, tidak terdapat satu jenis makanan yang dapat memenuhi kebutuhan gizi secara keseluruhan. Oleh karena itu, diperlukan konsumsi makanan yang beragam dan seimbang untuk dapat memenuhi zat gizi yang diperlukan tubuh. Penelitian menunjukkan bahwa balita dengan skor keragaman makanan yang rendah lebih berisiko 2,18 kali memiliki status gizi stunting. 

Anak dianjurkan untuk mengonsumsi setidaknya 5 dari 8 kelompok bahan pangan, yaitu: 1) umbi-umbian dan serealia, 2) daging-dagingan, 3) telur, 4) susu serta produk olahannya, 5) kacang-kacangan, 6) buah dan sayur sumber vitamin A, 7) buah dan sayur lainnya, dan 8) ASI. Anak dikatakan memenuhi keragaman pangan minimum jika mengonsumsi 5 atau lebih dari 8 bahan makanan. Hal tersebut diperlukan untuk memastikan anak mendapatkan berbagai zat gizi seperti karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral yang diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan yang optimal.

Tak kalah penting, protein hewani memiliki peran dalam pencegahan stunting. Rendahnya asupan protein hewani diduga berkontribusi terhadap tingginya prevalensi stunting di Indonesia. Penelitian menemukan bahwa konsumsi protein hewani seperti daging, telur, dan produk susu hewani berhubungan signifikan dengan penurunan risiko stunting pada balita).

Kuantitas vs Kualitas Makanan, Bukan untuk Dipilih

Apakah mencukupi porsi dan frekuensi makanan anak tanpa memperhatikan jenisnya sudah cukup? Faktanya, kuantitas dan kualitas makanan tidak untuk dipilih. Keduanya sama-sama penting dalam mendorong pertumbuhan dan perkembangan yang optimal untuk si kecil. Percuma saja memberikan makanan dalam jumlah yang cukup, tetapi jenis yang diberikan tidak beragam. Pencegahan stunting tidak cukup hanya dengan memastikan anak makan banyak, tetapi juga dengan memastikan bahwa yang dimakan bergizi seimbang. Kuantitas memberikan energi, namun kualitas memastikan pertumbuhan berjalan optimal.

Jadi, memenuhi kuantitas dan kualitas makanan sama pentingnya ya untuk mendorong pertumbuhan yang optimal dan mencegah stunting pada anak. Yuk, penuhi kebutuhan gizi anak dengan cukup dan seimbang!

Baca Juga: Bukan Hanya Gizi, Sanitasi Buruk Juga Picu Stunting!

Referensi

  1. Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) 2024 – Kemenkes RI
  2. Petunjuk Teknis Pemantauan Praktik MP-ASI Anak Usia 6-23 Bulan – Kemenkes RI
  3. A review of child stunting determinants in Indonesia (2018). Maternal and Child Nutrition
  4. Energy and protein intakes are associated with stunting among preschool children in Central Jakarta, Indonesia: a case-control study (2021). Malaysian Journal of Nutrition
  5. The Effects of Nutrition on Linear Growth (2022). Nutrients
  6. Effects of Dietary Diversity on Growth Outcomes of Children Aged 6 to 23 Months in India: Evidence from National Family and Health Survey (2023). Nutrients
  7. Identification of dietary diversity associated with stunting in Indonesia (2020). Malaysian Journal of Nutrition

Editor: Eka Putra Sedana

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Banner TikTok