Alasan Perempuan Lebih Mudah Gemuk Dibandingkan Laki-Laki!

Obesitas sering dipandang sebagai masalah kesehatan yang sama bagi laki-laki maupun perempuan, padahal kenyataannya tidak begitu. Data menunjukkan ada perbedaan mencolok antara keduanya. Di Inggris, misalnya, Gendered Experiences of Obesity melaporkan bahwa angka obesitas perempuan tercatat sedikit lebih tinggi dibanding pria, yaitu 29% berbanding 27%. 

Pola serupa juga terlihat di Indonesia. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar tahun 2018, prevalensi obesitas pada penduduk berusia di atas 18 tahun mencapai 26,6% pada laki-laki, sementara pada perempuan jauh lebih tinggi, yakni 44,4%. Angka-angka ini memberi gambaran jelas bahwa perempuan memang lebih rentan mengalami obesitas dibanding pria. Lalu apa alasan perempuan lebih mudah mengalami kenaikan berat badan atau gemuk dibandingkan laki-laki?

1. Faktor Biologis dan Metabolisme

faktor-biologis
Sumber : pinterest

Menurut Journal of Sex-and Gender-Specific Medicine, secara fisiologis, perempuan memiliki komposisi tubuh yang berbeda dengan laki-laki. Jumlah otot yang lebih sedikit dan kadar lemak yang lebih tinggi membuat laju metabolisme basal mereka lebih rendah. Metabolisme basal perempuan sekitar 5-15% lebih rendah dibandingkan laki-laki, sehingga tubuh mereka membakar energi lebih sedikit pada kondisi yang sama.

Pola penyimpanan lemaknya juga tidak sama. Perempuan usia subur cenderung menyimpan lemak di paha, pinggul, dan bokong, sementara laki-laki lebih banyak di perut. Namun setelah menopause, penurunan hormon estrogen menyebabkan lemak visceral di area perut ikut meningkat. Kondisi ini menjadikan perempuan lebih mudah menimbun energi sebagai lemak dibandingkan laki-laki. 

Terdapat beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mengatasi hal ini. Jurnal Nutrients menyatakan bahwa olahraga yang meningkatkan massa otot, ditambah pola makan kaya protein dan serat, dapat membantu mempercepat metabolisme dan menekan penumpukan lemak.

2. Peran Hormon dan Kehamilan

hormon-kehamilan
Sumber : freepik

Hormon estrogen penting untuk mengatur cara tubuh perempuan menyimpan energi. Penelitian dalam Journal of Sex-and Gender-Specific Medicine menjelaskan bahwa pada usia produktif, perempuan memang diprogram untuk menimbun cadangan lemak sebagai persiapan menghadapi kehamilan dan menyusui.

Kehamilan menjadi salah satu titik kritis dalam perjalanan berat badan. Penelitian dalam jurnal Obesity Reviews menyebutkan bahwa kenaikan berat badan saat hamil sering tidak hilang setelah melahirkan, sehingga menambah akumulasi dari waktu ke waktu. Rata-rata, tambahan 3-5 kilogram masih bertahan hingga enam bulan pasca persalinan. Bila hal ini terjadi berulang, risiko obesitas meningkat seiring bertambahnya usia. 

Jurnal Preventing Chronic Disease menyarankan agar kenaikan berat badan selama kehamilan dipantau secara rutin melalui program edukasi gizi sederhana. Dukungan komunitas setelah melahirkan juga penting karena dapat membantu ibu baru tetap aktif, mengatur pola makan, sekaligus mengurangi risiko obesitas jangka panjang.

3. Peristiwa Hidup yang Memicu Berat Badan

peristiwa-hidup
Sumber : freepik

Selain kehamilan, sejumlah fase hidup perempuan juga berkaitan dengan penambahan berat badan. Menurut jurnal Obesity Reviews, Berhenti merokok, menikah, hidup bersama pasangan, dan memasuki bangku kuliah semuanya berhubungan dengan peningkatan berat badan.

Contoh temuan yang dilaporkan antara lain:

  • Wanita yang berhenti merokok bisa mengalami kenaikan 2,9 hingga 4,8 kg dalam beberapa tahun,
  • Wanita yang menikah cenderung naik rata-rata 2,5 kg dalam dua tahun pertama
  • Mahasiswa perempuan dapat naik 1 hingga 3 kg pada tahun pertama kuliah akibat pola makan cepat saji dan turunnya aktivitas fisik.

Dengan kata lain, berbagai titik kritis kehidupan membuat berat badan perempuan lebih mudah bertambah. 

Menurut International Journal of Behavioral Nutrition and Physical Activity, solusi yang bisa diambil adalah mengikuti program kelompok yang tidak hanya membahas gizi, tetapi juga memberi strategi praktis menghadapi godaan makan berlebih. Program seperti ini juga membantu membangun lingkungan sosial yang mendukung, sehingga risiko kenaikan berat badan di fase transisi bisa ditekan.

4. Faktor Psikologis

faktor-psikologis
Sumber : pinterest

Aspek mental juga memegang peranan. Stres, kecemasan, dan depresi lebih banyak dilaporkan pada perempuan, yang sering memicu stress eating atau konsumsi berlebih terhadap makanan tinggi gula dan lemak. Jurnal Obesity Reviews mencatat bahwa pola tidur, rasa kenyang, hingga keinginan makan menjelang menstruasi dapat turut memperburuk kondisi ini. Gangguan tidur pada ibu baru, misalnya, sering membuat retensi berat badan pasca melahirkan semakin sulit diatasi.

Untuk mengatasi masalah ini, Obesity Journal menyarankan penggunaan terapi berbasis mindfulness dan perilaku kognitif. Selain membantu mengendalikan pola makan emosional, pendekatan ini juga dapat meningkatkan kualitas tidur, sehingga tubuh lebih seimbang dalam mengatur rasa lapar dan kenyang. 

5. Tekanan Sosial dan Ekonomi

tekanan-sosial-ekonomi
Sumber : pinterest

Konteks sosial-ekonomi turut memperkuat kerentanan perempuan. Laporan Gendered Experiences of Obesity menunjukkan bahwa di wilayah termiskin, angka obesitas pada perempuan mencapai 39%, sedangkan pada laki-laki hanya 30%. Hal ini menegaskan bahwa kemiskinan memiliki dampak yang lebih besar terhadap perempuan.

Keterbatasan akses terhadap makanan bergizi membuat banyak perempuan bergantung pada makanan murah tinggi kalori. Ditambah dengan beban ganda antara pekerjaan dan tanggung jawab rumah tangga, kesempatan untuk berolahraga atau menyiapkan makanan sehari semakin berkurang.

Sebagai langkah praktis, sebuah studi dari Journal Nutrition, Obesity, and Exercise Jama Network Open menyatakan bahwa program pengelolaan berat badan lewat aplikasi digital dapat sangat membantu karena lebih fleksibel dan mudah diikuti kapan saja. Sementara itu, penelitian dalam jurnal Preventing Chronic Disease menekankan pentingnya dukungan berbasis komunitas yang murah dan sesuai dengan kebutuhan lokal, sehingga perempuan dengan penghasilan terbatas tetap bisa mendapat kesempatan menjaga kesehatan dan berat badannya.

Baca Juga: Makan Malam Bikin Gemuk? Mitos Ini Harus Berhenti!

Referensi

  1. A Randomized Controlled Feasibility Trial in Behavioral Weight Management for Underserved Postpartum African American Women: The Renew Study (2018), Preventing Chronic Disease
  2. Attenuating the Biologic Drive for Weight Regain Following Weight Loss: Must What Goes Down Always Go Back Up (2017), Nutrients
  3. Eating Behaviors and Weight Loss Outcomes in a 12 Month Randomized Trial of Diet and/or Exercise Intervention in Postmenopausal Women (2019), International Journal of Behavioral Nutrition and Physical Activity
  4. Efficacy of a Commercial Weight Management Program Compared With a Do-It-Yourself Approach (2022), Nutrition, Obesity, and Exercise Jama Network Open
  5. Gendered Experiences of Obesity (2021), Social Market Foundation 
  6. Nutrition: Gender Differences and The Role of Women (2018), Journal of Sex-and Gender-Specific Medicine
  7. Prevalensi Obesitas Pada Penduduk Umur >18 Tahun Menurut Jenis Kelamin Tahun 2018 | Badan Pusat Statistik
  8. The Mind Your Health Project: A Randomized Controlled Trial of an Innovative Behavioral Treatment for Obesity (2013), Obesity Journal
  9. Why Young Women Gain Weight: A Narrative Review of Influencing Factors and Possible Solutions (2019), Obesity Review 

Editor: Eka Putra Sedana

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Banner TikTok