Waspada! 5 Kebiasaan Ini Bisa Hambat Pertumbuhan Anak

Pernahkah Aplefriends bertanya-tanya, mengapa ada anak yang bertubuh pendek padahal kedua orang tuanya memiliki tinggi badan di atas rata-rata? Menurut dokter spesialis gizi klinik di Dermalicious dan RS Siloam TB Simatupang, dr. Christopher Andrian, M.Gizi, Sp.GK, tinggi badan anak tidak hanya ditentukan oleh faktor genetik, tetapi juga dipengaruhi oleh berbagai hal yang dapat menghambat pertumbuhan. Lalu, apa saja kebiasaan yang dapat menghambat pertumbuhan anak? Temukan jawabannya pada artikel berikut. 

1. Terlalu Sering Mengonsumsi Teh

mengonsumsi-teh
Sumber : freepik

Terlalu sering minum teh dapat berdampak buruk pada anak. Setelah minum teh, anak sering merasa kenyang sehingga enggan makan. Padahal, teh hampir tidak mengandung zat gizi makro dan hanya sedikit mineral, sehingga kebutuhan gizi anak untuk bertumbuh tidak terpenuhi.

Banyak anak juga terbiasa mengonsumsi teh kemasan. Sebagian besar teh kemasan memiliki kandungan gula yang tinggi, satu botol 250 ml teh kemasan biasanya mengandung 20 g gula tambahan. Jumlah ini berisiko melebihi batas aman konsumsi gula pada anak dan dapat meningkatkan risiko obesitas. Berikut adalah batasan anjuran konsumsi gula tambahan pada anak menurut European Society for Pediatric Gastroenterology, Hepatology, and Nutrition (ESPGHAN):

Selain itu, kandungan tanin dan fitat dalam teh dapat menghambat penyerapan zat besi. Mengonsumsi makanan bergizi, terutama sumber protein, akan menjadi sia-sia jika diminum bersamaan dengan teh, baik hangat maupun dingin. Dalam jangka panjang, hal ini dapat memicu anemia kekurangan zat besi. Waktu yang lebih baik untuk mengonsumsi teh adalah 2 jam sebelum atau sesudah makan dan dalam jumlah yang tidak berlebihan. Namun, anak sebaiknya tidak dianjurkan minum teh. Sebagai gantinya, anak dapat mengonsumsi air putih atau jus jeruk alami tanpa tambahan gula maupun kental manis, yang kaya vitamin C untuk membantu penyerapan zat besi. 

2. Terlalu Banyak Karbohidrat, Minim Protein

banyak-karbohidrat
Sumber : pinterest

Di Indonesia, masih banyak ibu yang memberikan makanan tinggi karbohidrat dan rendah protein untuk makan ataupun bekal anak, misalnya mie instan dengan nasi tanpa lauk, atau nasi dan kentang dengan hanya satu potong ayam. Pola makan seperti ini dapat berdampak buruk pada pertumbuhan anak.

Karbohidrat memang berfungsi sebagai sumber energi utama untuk beraktivitas, namun jika dikonsumsi berlebihan akan disimpan sebagai lemak dan dapat menyebabkan bertambahnya berat badan. Selain itu, terlalu banyak karbohidrat juga akan menyebabkan anak mudah mengantuk saat beraktivitas. 

Selain karbohidrat, protein juga dibutuhkan untuk pertumbuhan. Protein juga berfungsi untuk mempertahankan sel atau jaringan yang sudah terbentuk, serta mengganti sel yang rusak. Kekurangan protein dapat menyebabkan anak bertubuh pendek (stunting). Kementerian Kesehatan menganjurkan dalam sekali makan mengonsumsi dua jenis protein, yaitu sekitar 30% protein hewani (ayam, telur, daging, ikan, seafood) dan 70% protein nabati (tempe, tahu, kacang-kacangan).

Berikut adalah pedoman porsi sajian sekali makan menurut Kementerian Kesehatan:

pedoman-porsi
Sumber : Permenkes Nomor 41 Tahun 2014

Dari gambar di atas menggambarkan bahwa porsi yang sehat sekali makan adalah ⅓ porsi makanan pokok, ⅓ porsi sayuran, ⅙ porsi lauk pauk, dan ⅙ porsi buah-buahan. Jangan lupa untuk membatasi gula, garam, dan minyak; cukupi kebutuhan air mineral yaitu 1.200-1.500 ml per hari; serta biasakan mencuci tangan sebelum makan. Cara praktis untuk memastikan menu sehat anak di luar rumah, termasuk di sekolah, adalah dengan membawakan bekal dan botol air minum sendiri. 

3. Memberikan Anak Susu Kemasan Berlebihan 

susu-kemasan
Sumber : PrimaKu

Susu memang memiliki kandungan gizi yang lebih baik dibandingkan minuman kemasan lainnya. Namun, konsumsinya tetap perlu dibatasi agar tidak berlebihan. 

Terlalu banyak minum susu dapat menyebabkan anak sembelit karena tidak mengandung serat dan membuat anak malas makan sayur atau buah, sehingga asupan serat berkurang. Susu kemasan yang umumnya tinggi kalori, lemak, dan gula tambahan juga berisiko memicu obesitas. Selain itu, jika susu tidak diperkaya zat besi, anak dapat mengalami anemia. Minum susu bersamaan dengan makan pun dapat menghambat penyerapan zat besi dari protein yang berperan untuk pertumbuhan anak.

4. Sering Melewatkan Waktu Sarapan

melewatkan-sarapan
Sumber : freepik

Anak perlu dibiasakan sarapan, karena idealnya sarapan memenuhi 20-25% kebutuhan gizi harian yang mencakup karbohidrat, protein, mineral, dan vitamin. Waktu yang dianjurkan adalah pukul 06.00 – 07.00, sebelum kadar gula darah turun drastis, dengan menu lengkap berisi karbohidrat, protein, sayur, dan buah. Batasi konsumsi susu sebelum makan agar anak tidak kekenyangan terlebih dahulu.

Tanpa sarapan, anak akan kekurangan asupan gizi sehingga dapat menghambat pertumbuhan anak. Sarapan juga menjaga kadar gula darah setelah puasa semalaman, memberikan  energi bagi otak untuk belajar, meningkatkan konsentrasi, mencegah makan berlebihan di siang hari yang dapat memicu obesitas, serta menurunkan risiko kolesterol tinggi dan penyakit jantung.

5. Porsi Makan Tidak Sesuai Usia Anak

porsi-tidak-sesuai
Sumber : freepik

Kecukupan gizi anak akan meningkat seiring bertambahnya usia. Oleh karena itu, penting untuk memperhatikan kecukupan asupan gizi anak melalui makanan dalam sehari. Kebutuhan gizi anak harus dipenuhi melalui 3 kali makan utama (pagi, siang, dan malam), serta 2 kali selingan bergizi. Pemberian makanan yang tidak sesuai dengan usia anak dapat menyebabkan anak makan dalam kondisi defisit, sehingga tidak cukup untuk mendukung proses pertumbuhan.

Baca Juga: Sudah Sesuaikah Bekal Anak dengan konsep Isi Piringku?

Referensi

  1. Amankan Anak Anda Mengonsumsi Teh? | Ikatan Dokter Anak Indonesia
  2. Buku Gizi dalam Siklus Kehidupan (2022), Yayasan Kita Menulis
  3. Jangan Biarkan Anak Terlalu Banyak Minum Susu, Ini Risikonya! | Alodokter
  4. Penyebab Perawakan Anak Pendek | Tiktok dr. Christopher Andrian
  5. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2014 tentang Pedoman Gizi Seimbang (2014), Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
  6. Sugar in Infants, Children and Adolescent: A Position Paper of The European Society for Paediatric Gastroenterology, Hepatology and Nutrition Committee on Nutrition (2017), Journal of Paediatric, Gastroenterology and Nutrition

Editor: Eka Putra Sedana

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *