“Banyak pasien yang tidak sadar bahwa kebiasaan sederhana seperti sering makan fast food, kurang gerak, hingga tidur larut malam karena gadget bisa memicu terjadinya diabetes,” ujar dr. Timoteus Richard, Sp.PD, dari Bethsaida Hospital Gading Serpong. Pernyataan itu bukan sekadar pengingat medis, melainkan refleksi dari realitas yang semakin akrab di era digital. Gadget telah menjadi perpanjangan tangan manusia modern, dari bangun tidur hingga menjelang tidur lagi. Namun, di balik layar yang menyala, ada pola hidup yang perlahan menggeser keseimbangan metabolik tubuh. Diabetes, yang dulu identik dengan konsumsi gula berlebih, kini juga dipicu oleh gaya hidup yang minim gerak dan ritme biologis yang terganggu.
Ketika Gerak Digantikan Scroll
Penggunaan gadget dalam durasi panjang sering kali membuat seseorang terjebak dalam posisi statis. Duduk berjam-jam di depan layar, baik untuk bekerja, bermain, atau bersosialisasi, mengurangi aktivitas fisik harian secara signifikan. Tubuh yang kurang bergerak mengalami penurunan sensitivitas insulin, sehingga glukosa tidak terserap dengan optimal. Lemak pun menumpuk, terutama di area perut—salah satu indikator risiko diabetes tipe 2.
Main gawai secara berlebihan membuat metabolisme tubuh melambat. Ketika gerak berkurang, pembakaran kalori ikut menurun, dan tubuh mulai menyimpan energi dalam bentuk lemak. Proses ini berlangsung diam-diam, tanpa gejala yang langsung terasa, hingga akhirnya kadar gula darah melonjak dan resistensi insulin terbentuk.
Efek Cahaya Biru yang Tak Terlihat
Paparan cahaya biru dari layar gadget di malam hari mengganggu produksi melatonin, hormon yang mengatur siklus tidur. Tidur yang terganggu bukan hanya soal rasa kantuk, tetapi juga soal keseimbangan hormonal. Kortisol, hormon stres, cenderung meningkat ketika tidur tidak berkualitas. Peningkatan kortisol berkorelasi dengan peningkatan kadar gula darah dan penurunan sensitivitas insulin.
Kebiasaan tidur larut malam karena gadget menjadi salah satu pemicu diabetes yang sering diabaikan. Ketika tubuh tidak mendapatkan waktu istirahat yang cukup, proses regenerasi sel terganggu, dan sistem metabolik menjadi tidak stabil. Dalam jangka panjang, gangguan tidur kronis dapat mempercepat munculnya gejala diabetes, bahkan pada usia produktif.
Fast Food dan Layar yang Menggoda
Gadget tidak hanya mengurangi gerak, tetapi juga memengaruhi pola makan. Pesanan makanan cepat saji kini hanya sejauh satu klik. Iklan makanan muncul di sela video, dan kebiasaan ngemil sambil menonton menjadi rutinitas baru. Makanan tinggi gula, lemak, dan garam dikonsumsi tanpa kontrol, sering kali sebagai pelarian dari stres atau kebosanan.
Dalam laporan JPNN, disebutkan bahwa makanan cepat saji yang mudah dipesan lewat aplikasi, ditambah dengan penggunaan gadget yang berlebihan, menciptakan gaya hidup yang diam-diam meningkatkan risiko diabetes. Kombinasi antara asupan kalori tinggi dan aktivitas fisik rendah menjadi resep sempurna bagi gangguan metabolik.
Menyadari Sebelum Terlambat
Gadget bukan musuh, tetapi alat. Yang menjadi masalah adalah cara penggunaannya. Ketika layar menggantikan gerak, tidur, dan kontrol diri, maka tubuh mulai kehilangan keseimbangan. Diabetes bukan penyakit yang datang tiba-tiba, tetapi hasil dari akumulasi kebiasaan yang tampak sepele.
Bagi pembaca yang hidup berdampingan dengan teknologi, peringatan ini bukan ajakan untuk meninggalkan gadget, tetapi untuk menggunakannya dengan bijak. Menyisipkan gerak di sela aktivitas digital, menjaga waktu tidur, dan mengatur pola makan adalah langkah kecil yang bisa mencegah dampak besar. Karena dalam dunia yang serba cepat, menjaga ritme tubuh adalah bentuk perlawanan paling tenang namun paling penting.
Baca Juga: ‘Detoks Digital’ Gaya Baru: Sehatkan Mental, Gak Ribet, Gak Mahal
Referensi
- Do Adolescent Sedentary Behavior Levels Predict Type 2 Diabetes Risk in Adulthood? (2021), BMC Public Health
- Associations of Sedentary Behavior and Screen Time with Bbiomarkers of Inflammation and Insulin Resistance (2024), Journal of Behavioral Medicine
- Screen Time in the Development of Type 2 Diabetes Mellitus (T2DM) : A Two-Sample Mendelian Randomization Study (2024), Endocrine