Makanan Jepang, yang sebelumnya dianggap elit dan mahal, kini telah menjadi lebih mudah diakses. Hidangan ini mudah didapatkan, mulai dari kedai sushi terjangkau di mal hingga tempat ramen di tepi jalan. Masyarakat menyambutnya dengan semangat yang sangat tinggi.
Fenomena ini menarik untuk dianalisis. Apa saja elemen psikologis, sosiologis, dan tentunya, kuliner yang menyebabkan dominasi hidangan dari Negara Matahari Terbit ini?
Keselarasan Rasa Umami
Kunci sukses masakan Jepang di lidah Indonesia ada pada rasa fundamental kelima, yakni Umami. Umami sering diartikan sebagai rasa lezat yang mendalam. Rasa lezat ini berasal dari glutamat asam alami.
Masakan Jepang mengoptimalkan sumber Umami, terutama dari kombu (alga laut), katsuobushi (serpihan tuna kering), dan fermentasi kedelai (miso). Ironisnya, lidah masyarakat Indonesia telah akrab dengan cita rasa gurih yang melimpah. Rasa lezat ini berasal dari kaldu yang melimpah rempah, terasi, dan bumbu yang difermentasi.
Ahli Gastronomi sering menyebutkan bahwa Umami dalam masakan Jepang memberikan pengalaman ‘puas’ dan ‘nyaman’ yang sudah diketahui. Sensasi ini bisa diterima tanpa penolakan oleh lidah yang sudah terbiasa dengan kekuatan rasa. Terdapat keselarasan rasa yang sama antara masakan Indonesia yang berlimpah dan masakan Jepang yang anggun.
Daya Tarik yang Mengungkapkan
Masakan Jepang merupakan gabungan antara seni dan keterampilan. Presentasi merupakan bagian penting dari pengalaman bersantap. Konsep Shun (menghargai musim) dan Kirei (keindahan) terlihat di setiap sajian. Sushi, dengan irisan ikan yang rapi di atas nasi, atau bento dengan penyajian yang tertata, menyajikan daya tarik estetik yang besar.
Di Indonesia, yang semakin terfokus pada konten visual di platform media sosial, estetika ini sangat penting. Makanan Jepang merupakan makanan yang sangat menggoda selera. Hidangan ini sangat cocok untuk diunggah di Instagram. Hidangan ini memberikan pengalaman yang bisa dibagikan.
Estetika ini pun menciptakan gambaran ketertiban dan mutu. Makanan yang dihidangkan dengan sangat rapi menciptakan kesan keunggulan kebersihan. Citra ini sangat menarik bagi konsumen perkotaan yang semakin peka terhadap kebersihan.
Gelombang Budaya sebagai Penghubung
Kepopuleran kuliner Jepang tak terpisahkan dari fenomena kebudayaan Cool Japan. Budaya ini meliputi anime, manga, J-Pop, serta film. Media ini telah membangun ikatan emosional yang mendalam dengan Jepang.
Makanan merupakan cara paling mudah untuk menjelajahi budaya yang disukai. Seseorang yang dibesarkan melihat anime dan menyaksikan karakter makan ramen atau onigiri akan merasa terdorong untuk mencicipi makanan itu. Makanan berfungsi sebagai penghubung antara dunia imajinasi dan kenyataan.
Sosiolog Budaya menyoroti bahwa mengonsumsi makanan Jepang mencerminkan identitas. Identitas ini mencerminkan penerimaan terhadap budaya global yang dianggap ‘modern’ dan menarik. Fenomena ini menghasilkan permintaan pasar yang dipicu oleh kesetiaan budaya.
Fusion Jepang yang Populer di Kalangan Lokal
Kesiapan untuk beradaptasi merupakan kunci perkembangan kuliner Jepang di Indonesia. Walaupun menu klasik dihormati, perubahan resep telah dilakukan untuk menyesuaikan dengan selera daerah.
Contoh yang paling nyata adalah sushi yang diubah dengan cita rasa pedas. Sushi dengan tambahan mayo pedas atau roll goreng yang renyah lebih disukai. Rasa yang lebih pedas dan tekstur yang lebih kental ini lebih sesuai dengan selera masyarakat setempat. Modifikasi ini membuat masakan Jepang terasa lebih ‘dekat’.
Adaptasi ini mengatasi rintangan terbesarnya. Rintangan tersebut adalah rasa takut untuk mencoba makanan asing yang mungkin terlalu mentah atau terlalu asing bagi lidah. Restoran yang berhasil di Indonesia adalah restoran yang berani mengeksplorasi zona abu-abu fusion.
Mitos dan Kenyataan Diet Jepang
Makanan Jepang biasa diasosiasikan dengan pola makan yang sehat dan umur yang panjang. Citra ini sangat terkait dengan hidangan seperti sushi dan sashimi yang sedikit lemak. Gambar ini menarik bagi kelompok usia produktif yang peduli kesehatan.
Sebenarnya, banyak masakan tradisional Jepang yang mengandalkan ikan, sayuran, dan proses fermentasi. Makanan ini kaya akan nutrisi yang bermanfaat. Akan tetapi, restoran kekinian sering kali menyajikan makanan yang kaya natrium, gula, dan minyak. Misalnya adalah kuah ramen yang penuh dengan lemak babi, tempura yang digoreng, atau sushi yang ditutupi mayones.
Ahli Nutrisi memperingatkan bahwa gambaran dan kenyataan dapat tidak sesuai. Akan tetapi, gambaran kesehatan ini telah terpatri dengan kuat dalam pikiran konsumen. Gambaran ini menjadi salah satu alasan utama mengapa masakan Jepang tetap menjadi pilihan yang disukai.
Lebih dari Sekedar Hidangan, Ini adalah Sebuah Pengalaman
Kepopuleran kuliner Jepang di Indonesia adalah akibat dari penyatuan yang harmonis antara pengetahuan rasa, nilai estetika, dan strategi pemasaran yang cerdik. Rasa Umami yang familiar, tampilan yang menarik di media sosial, dan pengaruh budaya Cool Japan semuanya berperan.
Setiap orang merasakan masakan Jepang sebagai bagian dari pengalaman kuliner dunia. Hargai keindahan serta kebersihan yang disediakannya. Tetaplah menjadi pembeli yang bijak. Jangan abaikan kandungan gizi di balik daya tarik yang menawan. Makanan Jepang tidak hanya sekadar mengisi perut. Makanan ini merupakan pengalaman menikmati sepotong budaya dengan cita rasa yang unik.
Baca Juga: 7 Makanan yang Menjadi Rahasia Umur Panjang Warga Jepang
Referensi
- Exploring the Impact of Religiosity, Halal Knowledge, and Subjective Norms on Purchase Intention of Japanese Food in Indonesia (2023). Journal of Islamic Studies and Education
- Self-Styling, Popular Culture, and the Construction of Global-Local Identity among Japanese Food Lovers in Purwokerto (2020). I-Pop: International Journal of Indonesian Popular Culture and Communication
- Culture Industry and Japanese Identity in Snack and Drinks Products in Indonesia (2022). IZUMI.

