“Zat gizi dari makanan yang diserap tubuh akan terbawa oleh ASI yang menjadi sumber makanan utama bayi.” Pernyataan ini bukan sekadar kutipan populer, melainkan hasil dari studi yang dilakukan di RSIA Thaha Bakrie Samarinda. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa 65% ibu pasca melahirkan memiliki pantangan makanan, dan 80% di antaranya menghindari ikan laut karena pengaruh lingkungan dan tingkat pendidikan. Temuan ini menyoroti bahwa persepsi terhadap makanan pasca melahirkan sering kali dibentuk oleh tradisi, bukan oleh sains.
Namun, tubuh ibu yang baru saja melalui proses melahirkan membutuhkan dukungan nutrisi yang tepat. Bukan hanya untuk mempercepat pemulihan, tetapi juga untuk memastikan bahwa ASI yang dihasilkan berkualitas dan tidak menimbulkan gangguan pada bayi. Dalam konteks ini, mengenali makanan yang sebaiknya dihindari menjadi langkah awal yang bijak.
1. Makanan Berminyak dan Beban Pencernaan yang Tidak Perlu
Gorengan, makanan cepat saji, dan olahan lemak tinggi memang menggoda. Namun, bagi ibu yang baru melahirkan, makanan jenis ini bisa menjadi beban tambahan bagi sistem pencernaan yang sedang beradaptasi. Lemak trans dan minyak jenuh tidak hanya memperlambat metabolisme, tetapi juga meningkatkan risiko inflamasi dan gangguan pencernaan.
Penelitian dari Journal of Maternal and Child Nutrition menyebutkan bahwa konsumsi lemak jenuh berlebih dapat memengaruhi komposisi lipid dalam ASI, yang berdampak pada perkembangan metabolik bayi. Dalam masa pemulihan, tubuh membutuhkan makanan yang ringan namun bergizi, bukan yang memperberat kerja organ dalam.
2. Makanan Pedas dan Risiko Kolik Bayi
Capsaicin, senyawa aktif dalam cabai, dikenal sebagai pemicu iritasi lambung. Makanan pedas dapat menyebabkan perut mulas, diare, dan rasa tidak nyaman bagi ibu. Lebih dari itu, capsaicin dapat masuk ke dalam ASI dan memicu kolik pada bayi, kondisi ketika bayi menangis tanpa sebab dan sulit ditenangkan.
Studi dari American Academy of Pediatrics menunjukkan bahwa zat iritan seperti capsaicin dapat memengaruhi sistem pencernaan bayi melalui ASI, terutama pada bayi yang sensitif. Dalam masa menyusui, kenyamanan pencernaan ibu dan bayi menjadi prioritas yang tidak bisa ditawar.
3. Kafein dan Bayi yang Gelisah
Kopi, teh, dan cokelat adalah sumber kafein yang umum dikonsumsi. Meski memberikan efek stimulan bagi orang dewasa, kafein yang masuk ke dalam ASI dapat berdampak negatif pada bayi. Bayi yang terpapar kafein cenderung lebih gelisah, rewel, dan mengalami gangguan tidur.
Menurut panduan dari National Health Service (NHS) UK, ibu menyusui sebaiknya membatasi konsumsi kafein hingga maksimal 300 mg per hari. Kelebihan kafein juga dapat menyebabkan dehidrasi ringan pada ibu, yang berdampak pada volume dan kualitas ASI. Dalam masa pemulihan, tidur yang cukup dan suasana tenang menjadi kebutuhan mendasar bagi ibu dan bayi.
4. Makanan Penghasil Gas dan Efek pada ASI
Brokoli, kembang kol, dan kacang-kacangan adalah contoh makanan yang kaya nutrisi namun juga dikenal sebagai penghasil gas. Gas yang terbentuk dalam sistem pencernaan ibu bisa terserap ke dalam ASI dan memicu ketidaknyamanan pada bayi, seperti perut kembung dan kolik.
Minuman bersoda juga termasuk dalam kategori ini. Menurut studi dari Journal of Pediatric Gastroenterology, bayi yang terpapar gas melalui ASI menunjukkan peningkatan frekuensi menangis dan gangguan tidur. Oleh karena itu, meskipun makanan ini sehat, konsumsinya perlu diatur dengan bijak.
5. Makanan Pemicu Alergi dan Dampaknya pada Bayi
Susu sapi, telur, ikan, kacang-kacangan, kedelai, dan gandum adalah makanan yang berpotensi memicu alergi. Jika bayi menunjukkan gejala alergi setelah menyusui, penting bagi ibu untuk mengevaluasi konsumsi makanan tersebut. Alergen yang masuk ke tubuh ibu bisa terbawa melalui ASI dan memengaruhi sistem imun bayi yang masih berkembang.
Penelitian dari Mayo Clinic menyatakan bahwa alergi makanan pada bayi yang disusui dapat dipicu oleh protein makanan yang dikonsumsi ibu. Dalam kasus seperti ini, pemantauan dan pencatatan pola makan menjadi langkah penting dalam menjaga kenyamanan dan kesehatan bayi.
Merawat Tubuh Lewat Pilihan yang Bijak
Makanan pasca melahirkan bukan sekadar soal rasa atau kebiasaan, tetapi tentang tanggung jawab terhadap tubuh sendiri dan bayi yang baru lahir. Dalam masa pemulihan, setiap pilihan makanan membawa konsekuensi. Menghindari makanan yang berisiko bukan berarti membatasi kenikmatan, melainkan membuka ruang bagi tubuh untuk pulih dan berfungsi optimal.
Bagi orang yang sedang menjalani masa nifas atau mendampingi pasangan yang baru melahirkan, memahami daftar makanan yang sebaiknya dihindari adalah bentuk kepedulian yang nyata. Karena dalam setiap sendok makanan, tersimpan harapan akan pemulihan yang lebih cepat dan kehidupan bayi yang lebih sehat.
Baca Juga: Bolehkah Menggunakan Stagen setelah Melahirkan?
Referensi
- Pola Konsumsi Pangan Ibu Pasca Melahirkan di RSIA Thaha Bakrie Samarinda (2015), Jurnal Mutu Pangan
- Breastfeeding and Diet – NHS UK
- Infant and Toddler Health – Mayo Clinic
- Length of Maternity Leave Impact on Child Health Outcomes (2022), American Academy of Pediatrics