Strategi Berbasis Sains untuk Mengurai Adiksi Terhadap Gula

Studi terbaru dalam British Journal of Sports Medicinemengungkapkan, gula memicu pelepasan dopamin di nucleus accumbens—area otak yang sama yang diaktivasi oleh nikotin dan alkohol. Tidak mengherankan bila 68% partisipan dalam penelitian Yale University lebih memilih dessert daripada sayuran ketika berada dalam kondisi stres. Industri makanan memanfaatkan fakta ini dengan cerdik; rata-rata produk di rak supermarket mengandung 56% lebih banyak gula tambahan dibandingkan tiga dekade lalu.

Melihat Mekanisme Biologis di Balik Adiksi Gula

Ketergantungan gula bekerja melalui siklus ganas yang terdiri dari tiga fase:

Konsumsi

Gula adalah karbohidrat sederhana yang cepat dipecah menjadi glukosa oleh tubuh, meningkatkan kadar gula darah secara drastis. Pankreas merespons lonjakan ini dengan melepaskan insulin dalam jumlah besar untuk membantu sel-sel menyerap glukosa, sehingga menurunkan kadar gula darah.

Crash

Sekitar 60-90 menit setelah konsumsi gula, kadar gula darah anjlok akibat tingginya pelepasan insulin. Kondisi ini memicu tubuh untuk melepaskan hormon stres seperti kortisol dan menciptakan sinyal lapar palsu, sehingga seseorang merasa perlu makan lebih banyak meskipun belum benar-benar membutuhkan energi tambahan.

Pencarian

Otak mengasosiasikan konsumsi gula dengan sensasi reward, yang memperkuat keinginan untuk mengonsumsi gula di masa mendatang. Ketika craving gula terjadi, aktivitas di korteks orbitofrontal—bagian otak yang bertanggung jawab atas pengambilan keputusan—melemah, membuat seseorang lebih sulit untuk menolak keinginan tersebut.

Detoksifikasi Gula secara Perlahan

Fase 1: Pemetaan Asupan (Minggu 1-2) 

Mencatat asupan harian dalam sebuah jurnal makanan sederhana dapat membantu mengungkap pola konsumsi gula yang mungkin tidak disadari. Penelitian yang dipublikasikan dalam Appetite menunjukkan bahwa hanya dengan mencatat konsumsi gula, seseorang dapat mengurangi asupan harian hingga 18%. Jurnal ini juga berguna untuk mengidentifikasi sumber gula yang terselubung dalam makanan. Selain itu, faktor emosional seperti stres kerja atau kelelahanmenjadi pemicu konsumsi gula.

Fase 2: Substitusi Cerdas (Minggu 3-4) 

Pada fase ini, penting untuk mengganti gula dengan bahan alami yang lebih sehat. Konsumsi buah utuh seperti apel atau pir memberikan manfaat, karena kandungan seratnya memperlambat penyerapan fruktosa sehingga kadar gula darah tidak melonjak. Alternatif lain, rempah seperti kayu manis telah terbukti mampu menurunkan indeks glikemik makanan hingga 29%, berdasarkan penelitian yang diterbitkan oleh Diabetes Care. Lemak sehat dari alpukat atau kacang-kacangan juga berperan penting dalam menstabilkan gula darah, memberikan rasa kenyang yang bertahan hingga 4-5 jam.

Fase 3: Rekondisi Mikrobioma (Minggu 5-6) 

Mikrobioma usus memiliki pengaruh besar terhadap craving gula. Beberapa jenis bakteri usus seperti Candida albicans atau strain Firmicutes dapat mengirimkan sinyal yang mendorong konsumsi gula. Namun, probiotik dari makanan fermentasi seperti kimchi dan kefir, atau suplemen Lactobacillus, terbukti efektif dalam mengurangi keinginan akan gula. Studi klinis yang dipublikasikan di Gut Microbes mencatat penurunan craving gula hingga 40% setelah suplementasi probiotik.

Keseimbangan antara Lingkungan Sekitar dengan Perlaku Individu

Industri makanan menginvestasikan miliaran dolar untuk menciptakan “titik kebahagiaan” atau bliss point, yaitu rasio ideal antara gula, garam, dan lemak yang membuat makanan terasa sangat menggoda dan sulit untuk ditolak. Namun, ada beberapa cara efektif untuk melawan godaan ini. Salah satunya adalah menerapkan aturan 20 menit, di mana otak membutuhkan waktu untuk menerima sinyal kenyang. 

Dengan menunda konsumsi camilan manis selama 20 menit, seseorang dapat mengurangi perilaku impulsif terhadap makanan tersebut. Teknik lain adalah metode “Luar Pandang,” yaitu dengan menyimpan makanan manis di dalam wadah buram di rak bawah. Penelitian yang diterbitkan dalam Journal of Marketing Research menunjukkan bahwa langkah sederhana ini dapat menurunkan konsumsi hingga 32%. 

Dampak Terukur dari Mengurangi Gula

Dalam 30 hari pertama pengurangan konsumsi gula, tubuh mengalami perubahan positif yang signifikan. Sensitivitas insulin meningkat hingga 23%, sebagaimana dilaporkan dalam penelitian oleh Nutrition & Metabolism, menunjukkan kemampuan tubuh yang lebih baik dalam mengatur kadar gula darah. Peningkatan tingkat energi juga menjadi salah satu manfaat yang dirasakan secara konsisten setelah hari kelima, membantu aktivitas sehari-hari menjadi lebih lancar. 

Selain itu, kulit mengalami perbaikan yang nyata dengan pengurangan jerawat inflamasi hingga 47%, menurut studi yang dipublikasikan dalam Dermatology Practical & Conceptual, memberikan manfaat tambahan bagi kesehatan kulit dan penampilan.

Melawan kecanduan gula tidak harus dengan pantangan total, tapi melalui mindful eating, seperti menikmati sepotong cokelat berkualitas dengan sadar. Gunakan pemanis alami seperti kurma atau pisang dalam masakan, dan tetapkan “hari gula” untuk mencegah deprivasi. Pendekatan penuh kesadaran dan belas kasih ini membantu lidah kembali peka terhadap rasa alami, seperti buah segar atau aroma kayu manis, menghadirkan kenikmatan tanpa penyesalan.

Baca Juga: Lagi Diet Tapi Suka Craving Manis? Ini Dia Solusinya!

Referensi

Editor: Rheinhard, S.Gz., Dietisien

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *