Gizi buruk merupakan satu dari tiga masalah gizi ganda yang terjadi di Indonesia. Menurut Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) 2024, prevalensi balita yang mengalami wasting sebesar 6,2% dan severely wasting sebesar 1,2%. UNICEF (United Nations Children’s Fund) atau Dana Anak Perserikatan Bangsa-Bangsa menjelaskan bahwa kasus anak yang mengalami wasting yang tidak ditangani dengan baik dapat meningkatkan risiko menjadi stunting hingga 3 kali lebih tinggi. Anak yang mengalami stunting berisiko 1,5 kali lebih tinggi menjadi wasting dibandingkan anak dengan gizi baik.
Penanganan gizi buruk harus segera dilakukan sebelum terlambat. Keterlambatan penanganan malnutrisi dapat menyebabkan kematian. Penanganan gizi buruk secara dini sebelum komplikasi medis ditemukan, penanganan malnutrisi lebih mudah tanpa harus melakukan perawatan di rumah sakit. Ready-to-Use Therapeutic Food atau RUTF adalah salah satu terapi gizi yang diberikan untuk anak malnutrisi tanpa komplikasi.
RUTF sebagai “Life Saving”
Laporan UNICEF menjelaskan bahwa RUTF adalah produk pangan dengan bahan dasar lemak yang berbentuk pasta dengan komposisi kacang-kacangan atau biji-bijian, lemak nabati, gula, susu, vitamin, dan mineral. RUTF mengandung energi dan zat gizi yang dibutuhkan untuk mengejar pertumbuhan yang terhambat karena malnutrisi. RUTF dapat diberikan pada balita atau anak berusia 6 – 59 bulan.

RUTF merupakan solusi untuk menangani kasus malnutrisi tanpa komplikasi medis. Studi yang dilakukan oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia dan UNICEF di Kabupaten Kupang, Provinsi Nusa Tenggara Timur menunjukkan bahwa penggunaan RUTF dalam Pengelolaan Gizi Buruk Terintegrasi (PGBT) dapat diintegrasikan di layanan kesehatan dan status balita gizi buruk dapat kembali ke baik atau normal. Hasil penelitian juga memenuhi tiga dari empat indikator global yang ditetapkan. Tingkat kesembuhan mencapai 79% (indikator penilaian >70%), drop out 10% (indikator penilaian <15%), dan kematian kurang dari 1% (indikator penilaian <10%).
RUTF merupakan produk siap santap yang dapat dikonsumsi langsung tanpa pendamping apapun. RUTF dikemas dalam ukuran satu kali santap. Konsumsi RUTF telah diatur dalam Pedoman Pencegahan dan Tata Laksana Gizi Buruk pada Balita oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. RUTF pertama yang sesuai dengan standar UNICEF adalah Plumpy’Nut, selai kacang sebanyak 92 gram mengandung 500 kilokalori dan difortifikasi berbagai vitamin dan mineral yang diproduksi oleh NutriSet.
Tantangan saat ini adalah kurangnya ketersediaan RUTF karena pengadaannya melalui impor. Pemerintah memerlukan ‘pengganti’ RUTF impor untuk memenuhi permintaan RUTF sebagai terapi esensial di fase stabilisasi tatalaksana gizi buruk.
Pemanfaatan Pangan Lokal untuk RUTF
UNICEF menjelaskan bahwa RUTF pangan lokal dikembangkan menggunakan bahan-bahan yang tersedia dan sering dikonsumsi masyarakat. RUTF pangan lokal studi harus melalui studi penerimaan dan efikasi untuk memastikan RUTF dapat diterima dan efektif untuk terapi tatalaksana gizi buruk.
Studi yang dilakukan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia dan UNICEF melibatkan Plumpy’Nut sebagai variabel kontrol dan produk baru dari NutriSet, Indofood, Balitbangkes, dan Institut Pertanian Bogor sebagai variabel bebas. Penelitian menunjukkan bahwa anak-anak mengonsumsi RUTF pangan lokal hampir 2 kali lebih banyak dibandingkan Plumpy’Nut dan drop out lebih sedikit pada anak-anak yang mengonsumsi RUTF pangan lokal.
Studi pengembangan RUTF lokal menggunakan berbagai pangan lokal juga dilakukan banyak pihak. Penelitian yang dilakukan Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor menunjukkan bahwa perpaduan beras dan kedelai (531 kilokalori, 14,35% protein, 32,5% lemak, dan 45,29% karbohidrat) adalah formula terbaik berdasarkan organoleptik, komposisi protein, dan daya cerna protein in vitro. Penelitian yang dilakukan oleh Balitbangkes Kementerian Kesehatan Republik Indonesia menunjukkan bahwa RUTF berbahan dasar kacang hijau (530 kilokalori) paling disukai oleh anak-anak karena tidak ada bau langu.
Cara Deteksi Dini Malnutrisi
Pengukuran lingkar lengan atas (LILA) merupakan salah satu cara mudah untuk mendeteksi kasus malnutrisi. UNICEF menjelaskan pengukuran lingkar lengan atas menggunakan lengan yang tidak dominan digunakan untuk kegiatan sehari-hari. Berikut klasifikasi status gizi menurut hasil pengukuran LILA.
- hijau (>12,5 cm) menandakan sehat/gizi baik
- kuning (11,5 – 12,4 cm) menandakan gizi kurang
- merah (<11,5 cm) menandakan gizi kurang
Pengukuran LILA menggunakan pita LILA bisa dilakukan oleh orang dewasa manapun, seperti orang tua, guru, dan pengasuh. Bila hasil pengukuran ada di zona hijau, jaga status gizi dengan asupan yang adekuat. Bila hasil pengukuran berada di zona kuning atau merah, segera kunjungi fasilitas kesehatan terdekat untuk mendapat perawatan lebih lanjut.
RUTF merupakan terapi gizi yang dapat diberikan untuk anak malnutrisi. Jangan sampai kasus malnutrisi tidak tertolong. Mari peduli dengan lingkungan sekitar untuk masa depan Indonesia yang lebih baik.
Baca Juga: Hubungan Makanan Ultra-Proses dengan Penyakit Metabolik
Restoran terbaik di dekat sini
Referensi
- Survei Status Gizi Indonesia 2024 (2024), Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
- Selain Stunting, Wasting Juga Salah Satu Bentuk Masalah Gizi Anak yang Perlu Diwaspadai – UNICEF
- Kajian Pentingnya Produksi Massal RUTF Lokal di Indonesia (2023), UNICEF
- Community Engagement for Acute Malnutrition Management: Implementation Research in Kupang District, Indonesia (2019), Bulletin of the World Health Organization
- Pengembangan RUTF (Ready to Use Therapeutic Food) Berbahan Serealia dan Kedelai bagi Balita Malnutrisi Akut Berat (2022), Jurnal Media Gizi Indonesia
- Komposisi Gizi dan Daya Terima Makanan Terapi: Ready to Use Therapeutic Food untuk Balita Gizi Buruk (2012), Penelitian Gizi Makanan
- Pengukuran LiLA: Salah Satu Cara Penting untuk Deteksi Dini Wasting – UNICEF
Editor: Eka Putra Sedana