Pernahkah kamu menghitung berapa jam dalam sehari kamu habiskan hanya untuk duduk? Mulai dari duduk di transportasi umum, di depan laptop selama jam kerja, hingga rebahan saat malam hari. Untuk para pekerja kantoran, pola hidup ini seakan menjadi “menu wajib” setiap hari. Tapi pertanyaannya, apakah gaya hidup sedentary ini adalah tuntutan profesi, atau sebenarnya tantangan yang bisa kita taklukkan?
Gaya Hidup Sedentary dan Risikonya
Dalam dunia kerja modern yang serba digital, aktivitas fisik tidak lagi selalu menjadi bagian utama dari pekerjaan. Sebaliknya, duduk selama 6–8 jam sehari justru menjadi standar. Banyak dari kita merasa tidak punya pilihan lain selain menjalani gaya hidup minim gerak ini karena tuntutan pekerjaan.
Namun, jika kita terus membiarkan kondisi tersebut berlangsung tanpa strategi penyeimbang, maka risikonya bukan main. Mulai dari kenaikan berat badan, penurunan metabolisme, hingga risiko penyakit kronis seperti obesitas, diabetes tipe 2 dan penyakit kardiovaskular. Lantas, apakah kita harus menyerah pada keadaan? Tidak juga.
Sedentary lifestyle adalah pola hidup dengan minimnya aktivitas fisik. Dalam sebuah studi dari Korean Journal of Family Medicine, menyebutkan bahwa gaya hidup yang tidak banyak bergerak bisa berdampak negatif pada berbagai mekanisme fisiologis. Termasuk metabolisme glukosa, sensitivitas insulin, masalah muskuloskeletal, hingga menyerang fungsi kognitif.
Bahkan menurut WHO, kurangnya aktivitas fisik menjadi salah satu faktor risiko utama kematian yang terkait dampak dari penyakit tidak menular. Orang yang kurang aktif memiliki risiko kematian sebesar 20% hingga 30% lebih tinggi dibandingkan dengan orang yang cukup aktif.
Masalahnya bukan hanya pada durasi duduk, tapi pada minimnya jeda aktivitas. Ketika tubuh kita jarang bergerak, maka proses pembakaran energi melambat. Dalam jangka panjang, ini bisa menyebabkan resistensi insulin, peningkatan kadar lemak darah, dan inflamasi sistemik. Semua ini menjadi pintu masuk menuju penyakit kronis.
Tuntutan Profesi atau Tantangan Pribadi?
Memang benar, banyak dari kita tidak bisa menghindari posisi kerja yang sedentary. Meeting daring, tugas administratif, dan pekerjaan analisis umumnya dilakukan di meja. Tapi bukan berarti kita tidak bisa melakukan perubahan.
Inilah saatnya kita mengubah sudut pandang. Gaya hidup sedentary bisa jadi merupakan tuntutan profesi, namun di sisi lain, ini adalah tantangan yang bisa kita jawab dengan strategi gaya hidup sehat. Tantangan untuk mengatur waktu, membentuk kebiasaan baru, dan menyadari bahwa kesehatan tetap menjadi prioritas utama.
Strategi Cerdas Menaklukkan Sedentary Life
Berikut beberapa langkah yang bisa diterapkan, termasuk pada pekerja kantoran agar tetap aktif secara fisik meskipun dominan duduk saat bekerja:
1. Melakukan Micromovement

Berdasarkan studi dari Journal of Public Health and Community Services, bahwa peregangan otot atau micromovement secara rutin di sela-sela jam kerja memberikan manfaat signifikan dalam mengurangi keluhan gangguan otot rangka (musculoskeletal disorders) pada pekerja. Micromovement ini bisa sesederhana berdiri, berjalan ke toilet, mengambil air minum, atau melakukan peregangan bahu dan leher.
Micromovement bisa membantu melancarkan sirkulasi darah dan mencegah kekakuan otot akibat duduk terlalu lama. Selain manfaat fisik, jeda untuk bergerak juga dapat menyegarkan pikiran dan meningkatkan konsentrasi kerja. Oleh karena itu, sangat disarankan untuk melakukan gerakan kecil setiap 30–60 menit selama jam kerja.
2. Aktivitas Fisik di Luar Jam Kerja

Sebelum atau setelah jam kantor, kamu bisa menyempatkan waktu untuk beraktivitas fisik minimal 30 menit. Sebagaimana yang dianjurkan oleh Kemenkes RI, bahwa olahraga ringan setidaknya 30 menit sehari bisa mengurangi risiko masalah kesehatan.
Pilih aktivitas yang kamu sukai, misalnya jalan cepat, bersepeda, yoga, atau ikut kelas olahraga daring. Ini bisa menjadi bentuk rebound dari hari yang pasif. Dengan menjadikannya bagian dari rutinitas harian, tubuh dan pikiran akan lebih siap menghadapi tekanan kerja maupun aktivitas sehari-hari.
3. Gunakan Teknologi sebagai Pengingat

Pengingat dapat berupa fitur notifikasi dari smartwatch atau aplikasi kesehatan pada teknologi seluler sebagai pengingat untuk bergerak. Ini sederhana namun efektif sebagai alarm aktivitas.
Sebagaimana yang disebutkan dalam studi JMIR Human Factors, bahwa pesan pengingat seperti ini bisa membantu seseorang dalam mempertahankan aktivitas fisiknya secara konsisten. Pengingat ini juga sangat mudah dalam penggunaannya, dan biasanya dilengkapi dengan relevansi informasi untuk mendukung gaya hidup sehat.
4. Optimalkan Akhir Pekan

Aktivitas fisik di akhir pekan tidak hanya menyegarkan tubuh, tetapi juga memberikan manfaat psikologis seperti meredakan stres dan memperbaiki suasana hati, terlebih ketika dilakukan secara outdoor. Paparan sinar matahari pagi membantu tubuh memproduksi vitamin D yang penting untuk kesehatan tulang dan imunitas.
Selain itu, bergerak di alam terbuka dapat meningkatkan koneksi dengan lingkungan sekitar dan mengurangi kejenuhan akibat rutinitas kerja. Bahkan aktivitas sederhana seperti berjalan di taman atau bermain bersama hewan peliharaan bisa memberikan efek positif bagi kesehatan fisik dan mental. Yang terpenting, pilihlah aktivitas yang menyenangkan agar kamu enjoy melakukannya secara berkelanjutan.
Menjadikan Tantangan Ini sebagai Momentum
Kesehatan bukan hanya soal apa yang kita makan, tapi juga bagaimana kita bergerak. Gaya hidup sedentary mungkin tidak sepenuhnya bisa dihindari oleh pekerja kantoran, tapi kita bisa menjadikannya tantangan yang membentuk kebiasaan sehat jangka panjang.
Alih-alih melihatnya sebagai keterbatasan, kita bisa menjadikannya kesempatan untuk lebih sadar akan tubuh kita, ritme kerja kita, dan cara kita menjaga keseimbangan dalam hidup. Kamu tidak perlu langsung berubah drastis. Mulailah dari langkah kecil! Satu gerakan kecil hari ini bisa jadi perubahan besar untuk esok.
Baca Juga: Sedentary lifestyle dan Efeknya Terhadap Kesehatan
Editor: Rheinhard, S.Gz., Dietitian
Referensi
- Sedentary Lifestyle Berhubungan dengan Massa Lemak Tubuh pada Mahasiswa Universitas Udayana (2024), Majalah Ilmiah Fisioterapi Indonesia
- Hubungan Perilaku Sedentari dengan Sindrom Metabolik pada Pekerja (2018), The Indonesian Journal of Public Health
- Hubungan Antara Sedentary Lifestyle dengan Kejadian Hipertensi pada Pekerja PT. Pupuk Kalimantan Timur Selama Masa Pandemi COVID-19 di Kota Surabaya (2022), Media Publikasi Promosi Kesehatan Indonesia (MPPKI)
- Sedentary Lifestyle: Overview of Updated Evidence of Potential Health Risks (2020), Korean Journal of Family Medicine
- Physical Activity (2024), World Health Organization
- Peregangan Untuk Mengatasi Gangguan Otot-rangka pada Pekerja Koperasi Usaha Bersama di Desa Kenteng, Kecamatan Bandungan (2023), Journal of Public Health and Community Service
- 6 Manfaat Aktivitas Fisik Bagi Tubuh (2023), Kementerian Kesehatan RI
- Applying Mobile Technology to Sustain Physical Activity After Completion of Cardiac Rehabilitation: Acceptability Study (2021), JMIR Human Factors