Terletak di bawah jakun, kelenjar tiroid berperan sebagai pengatur utama metabolisme: dari berat badan, suhu tubuh, hingga ritme jantung dan suasana hati. Gangguan pada tiroid bisa memicu berbagai gejala yang sering kali disalahartikan sebagai kelelahan biasa atau perubahan gaya hidup. Di sinilah skrining tiroid menjadi relevan, bukan hanya untuk mereka yang sudah menunjukkan gejala, tetapi juga bagi individu yang tampak sehat secara kasat mata.
Sebuah studi dari Universitas Gadjah Mada menegaskan bahwa gangguan tiroid yang tidak terdeteksi sejak dini dapat menyebabkan keterlambatan perkembangan mental dan fisik, terutama pada anak-anak. Hal ini memperkuat urgensi skrining sebagai langkah preventif, bukan reaktif.
Waspadai Gerakan yang Tak Biasa di Leher
Skrining tiroid tidak selalu membutuhkan alat canggih atau kunjungan ke rumah sakit. Menurut dr. Dicky Levenus Tahapary, Sp.PD-KEMD, PhD, FINASIM, seorang konsultan endokrin dari Eka Hospital BSD, pemeriksaan awal bisa dilakukan secara mandiri di rumah. Cukup berdiri di depan cermin, lalu amati bagian tengah dan samping leher sambil menelan air atau ludah. Jika terlihat ada benjolan yang bergerak secara tidak simetris, itu bisa menjadi indikator awal adanya pembesaran atau kelainan pada kelenjar tiroid.
Metode ini sejalan dengan pendekatan skrining visual yang telah diuji dalam studi oleh Universitas Airlangga, di mana pemeriksaan ultrasonografi di puskesmas berhasil mengidentifikasi nodul tiroid pada 43% pasien bergejala. Artinya, deteksi dini melalui observasi fisik memiliki potensi besar dalam mengurangi keterlambatan diagnosis.
Hambatan Skrining pada Pasien dengan Obesitas
Namun, tidak semua orang bisa mengandalkan cermin sebagai alat skrining. Bagi individu dengan obesitas, lapisan lemak di leher dapat mengaburkan visualisasi kelenjar tiroid. Dalam kasus seperti ini, pemeriksaan lanjutan seperti ultrasonografi (USG) menjadi pilihan yang lebih akurat. Menurut dr. Dicky, obesitas bukan hanya menyulitkan skrining fisik, tetapi juga bisa menjadi gejala dari gangguan tiroid itu sendiri.
Penelitian dari Universitas Brawijaya menunjukkan adanya korelasi positif antara indeks massa tubuh (BMI) dan volume kelenjar tiroid, dengan nilai korelasi r = 0,417 (p = 0,013), menandakan bahwa individu dengan BMI tinggi cenderung memiliki volume tiroid yang lebih besar. Hal ini memperkuat dugaan bahwa obesitas dan disfungsi tiroid saling berkaitan secara fisiologis.
Sebagai Organ Vital yang Sering Terabaikan
Kelenjar tiroid menghasilkan hormon yang mengatur berbagai proses metabolik. Ketika produksi hormon ini terganggu, tubuh bisa mengalami perubahan yang drastis. Penurunan produksi hormon tiroid (hipotiroidisme) dapat menyebabkan kelelahan, konstipasi, kulit kering, dan depresi. Sebaliknya, kelebihan hormon (hipertiroidisme) bisa memicu penurunan berat badan yang ekstrem, detak jantung cepat, dan gangguan tidur.
White Paper Tiroid yang dirilis oleh Merck dan didukung oleh Kementerian Kesehatan RI mencatat bahwa prevalensi hipotiroidisme di Asia Pasifik mencapai 11%, jauh lebih tinggi dibandingkan rata-rata global yang hanya 2–4%. Data ini menunjukkan bahwa gangguan tiroid bukanlah kasus langka, melainkan masalah kesehatan masyarakat yang perlu ditangani secara sistemik.
Skrining Termasuk Bagian dari Gaya Hidup Sehat
Di era di mana kesadaran terhadap kesehatan semakin meningkat, skrining tiroid seharusnya menjadi bagian dari rutinitas pemeriksaan kesehatan. Terutama bagi usia produktif yang aktif secara fisik dan mental, menjaga keseimbangan hormon tiroid dapat membantu mempertahankan performa optimal dalam berbagai aspek kehidupan. Tidak perlu menunggu gejala berat muncul—deteksi dini justru lebih efektif dalam mencegah komplikasi.
Studi pemodelan ekonomi kesehatan yang dikutip dalam laporan Merck menyimpulkan bahwa skrining universal untuk hipotiroidisme pada ibu hamil di Indonesia menghasilkan penghematan biaya sebesar Rp1,4 triliun dibandingkan tanpa skrining. Ini menunjukkan bahwa skrining bukan hanya bermanfaat secara klinis, tetapi juga efisien secara ekonomi.
Narasi Kesehatan yang Lebih Personal
Skrining tiroid bukan hanya soal diagnosis, tetapi juga tentang membangun hubungan yang lebih intim dengan tubuh sendiri. Setiap benjolan, setiap gerakan yang tidak biasa, adalah bagian dari cerita yang ingin disampaikan tubuh. Dengan mendengarkan sinyal-sinyal ini, individu dapat menghindari kekhawatiran yang tidak perlu dan mengambil langkah preventif yang tepat.
Dalam dunia yang semakin cepat dan penuh tekanan, menjaga keseimbangan metabolik menjadi tantangan tersendiri. Skrining tiroid menawarkan cara sederhana namun efektif untuk tetap selaras dengan ritme tubuh. Bukan sebagai bentuk paranoia, tetapi sebagai langkah cerdas untuk memahami dan merawat diri secara menyeluruh.
Baca Juga: Goitrogen dalam Makanan, Penyebab Penyakit Tiroid?
Referensi
- Evaluasi Klinis dan Ultrasonografi Skrining Tumor Tiroid pada Pasien Simtomatik di Puskesmas (2023), Universitas Airlangga
- Hubungan antara Body Mass Index (BMI) dengan Volume Kelenjar Tiroid pada Pekerja Radiasi di Malang Raya (2021), Universitas Brawijaya
- White Paper Tiroid: Deteksi dan Skrining Dini Mencegah Dampak Penyakit Tiroid pada Ibu Hamil dan Bayi Baru Lahir (2024), Merck
- Perlu Deteksi Dini Gangguan Tiroid (2018), Universitas Gadjah Mada