Pernahkah kamu mengalami perasaan sedih atau marah dan kemudian meresponnya dengan mencari kenikmatan dari makanan? Hati-hati, karena itu bisa menjadi tanda dari perilaku emotional eating loh!
Saat emosi sedang mendominasi, kita bisa menjadikan makanan sebagai pelarian untuk menenangkan pikiran dan meredakan stres sesaat.
Asupan Berlebih karena Emotional Eating
Makan dengan menuruti emosi dapat mengakibatkan konsumsi makanan yang tidak terkendali, sehingga berpotensi menyebabkan meningkatnya berat badan.
Ketika seseorang mengalami emotional eating, makan bukan disebabkan karena rasa lapar saja, melainkan sebagai upaya untuk memperbaiki kondisi psikologis dan mengurangi ketidaknyamanan akibat stress.
Hal ini didukung oleh sebuah penelitian yang menyebutkan bahwa lebih dari separuh responden mengalami kondisi ini saat pandemi sebagai cara untuk mengatasi rasa cemas.
Makanan Tidak Sehat Menjadi Pilihan Saat Emotional Eating
Wanita diketaui cenderung lebih sering melampiaskan emosi negatif yang dirasakan untuk memilih makanan yang tidak sehat. Individu yang mengalami emotional eating cenderung untuk mengkonsumsi makanan dengan energi tinggi yang kemudian tidak diimbangi dengan aktivitas fisik yang cukup. Hal itu tentu dapat menyebabkan keseimbangan energi positif yang dalam jangka panjang dapat berdampak pada kenaikan berat badan.
Penelitian lain juga menunjukan bahwa subjek yang memiliki kualitas diet yang baik menurut Mediterranean Diet memiliki kenaikan berat badan yang lebih rendah.
Nikmat Singkat Emotional Eating
Beberapa individu akan menggunakan makanan sebagai pelampiasan emosi, padahal belum tentu mereka merasa lapar. Melampiaskan emosi tersebut pada makanan, maka akan terdapat rasa puas dalam jangka pendek yang dapat memperbaiki suasana hati dan meminimalkan ketidaknyamanan.
Ketika individu merasa stres maka terjadi pelepasan hormon epinephrine yang akan menyebabkan meningkatnya kadar glukosa darah.
Kadar glukosa yang lebih akan disimpan dalam bentuk glikogen. Meningkatnya kadar glikogen dapat menurunkan oksidasi lemak dalam tubuh dan menyebabkan peningkatan kadar lemak dalam tubuh.
Selain itu, stres dapat menyebabkan peningkatan pada hormon ghrelin yang akan meningkatkan nafsu makan yang dapat menyebabkankeseimbangan energi positif dan dalam jangka panjang akan berakibat pada kenaikan berat badan.
Baca juga: Cara Mengatasi Emotional Eating
Kebiasaan yang Terbentuk Tanpa Kita Sadari
Kita mungkin tidak menydari bahwa pola makan emosional ini dapat terbentuk secara tidak langsung sedari kecil loh! Misalnya, orangtua menawarkan makan saat kita sedang sedih, kesepian, atau sedang marah untuk menenangkan dan membuatkita merasa nyaman.
Selain itu, orangtua yang sering menghadiahi makanan kesukaan saat kita berhasil mencapai sesuatu juga turut mendukung perilaku makan yang emosional ini.
Oleh karena itu, jangan menjadikan makanan sebagai hadiah atau hukuman untuk anak ataupun diri kita sendiri ya!
Jika saat ini kita mungkin masih sulit untuk terlepas dari kebiasaan emotional eating ini, cobalah untuk mengalihkan ke konsumsi makanan yang lebih sehat ketika stress. Misalnya mengonsumsi buah – buahan, kacang – kacangan, snack tinggi protein, dll. Agar nantinya tidak hanya rasa puas saja yang didapat, tapi badan juga semakin sehat.
Referensi :
- Gita, A., Deny Yudi Fitranti, Fahmy, A. and Etika Ratna Noer (2022). Hubungan Emotional Eating dan Kualitas Diet dengan Kenaikan Berat Badan Pada Mahasiswi Saat Pandemi COVID-19. Amerta nutrition, 6(3), pp.272–280. doi:https://doi.org/10.20473/amnt.v6i3.2022.272-280.
- Hello Sehat. (2016). Emotional Eating: Saat Emosi Memengaruhi Nafsu Makan Anda • Hello Sehat. [online] Available at: https://hellosehat.com/mental/gangguan-makan/emotional-eating-nafsu-makan-saat-emosi/.
Penulis : Nabila Ayu Mumtazah, S.K.M | Editor : Ulfi Rahma Yunita, M.Gizi & Ulfa Ratriana, S.Gz | Sumber gambar :