“Komponen terbesar penyusun ceker ayam adalah kolagen, yaitu sebesar 28,73–36,83 persen dari total protein,” ujar Tri Kurniawati, ahli gizi dari Universitas Muhammadiyah Surabaya. Pernyataan itu menggambarkan daya tarik utama dari ceker ayam, bagian tubuh unggas yang dulu dianggap sisa, kini menjadi primadona kuliner. Di warung kaki lima hingga restoran modern, ceker hadir dalam berbagai rupa: pedas, manis, berkuah, bahkan dimsum. Namun, di balik tekstur kenyal dan rasa gurihnya, tersembunyi pertanyaan yang jarang diajukan: seberapa banyak ceker bisa dikonsumsi tanpa menimbulkan risiko?
Ceker ayam memang kaya akan kolagen, protein, dan mineral. Kandungan proteinnya mencapai 20,10 persen, dengan 29 jenis kolagen berbeda, dominan tipe I yang bermanfaat untuk kulit, sendi, dan jaringan ikat. Namun, seperti makanan lain yang tinggi lemak dan kolesterol, ceker perlu dikonsumsi dengan bijak.
Kandungan Gizi dan Risiko Metabolik Konsumsi Ceker
Dalam 100 gram ceker ayam, terdapat sekitar 5,5 gram lemak tak jenuh dan 84 mg kolesterol, angka yang setara dengan 20 persen dari kebutuhan harian orang dewasa. Lemak tak jenuh memang lebih baik dibanding lemak jenuh, tetapi tetap berkontribusi terhadap total asupan lemak harian. Jika dikonsumsi berlebihan, terutama dalam bentuk olahan pedas atau goreng, ceker bisa memicu peningkatan kadar kolesterol LDL dan trigliserida.
Batas aman konsumsi ceker ayam adalah satu porsi sekitar 100 gram, atau setara dengan 3–4 potong ceker per sajian. Lebih dari itu, apalagi jika dikonsumsi setiap hari, bisa meningkatkan risiko gangguan metabolik, terutama bagi individu dengan riwayat kolesterol tinggi, hipertensi, atau asam urat.
Kaitan Ceker Ayam dengan Penyakit Asam Urat
Banyak yang menghindari ceker karena takut memicu asam urat. Padahal, kandungan purin dalam ceker tidak setinggi jeroan atau seafood. Namun, bagi penderita asam urat, tetap disarankan untuk membatasi konsumsi ceker, terutama jika diolah dengan bumbu pekat dan garam tinggi. Purin yang berlebihan bisa memicu kristalisasi asam urat di sendi, menyebabkan nyeri dan pembengkakan.
Keseimbangan Adalah Kunci
Ceker ayam bukan musuh kesehatan. Ia bisa menjadi sumber protein dan kolagen yang baik, terutama jika diolah dengan cara sehat seperti direbus, dikukus, atau dimasak dengan bumbu ringan. Menghindari pengolahan dengan minyak berlebih dan garam tinggi adalah langkah awal. Menyandingkan ceker dengan sayuran hijau, nasi merah, atau sumber serat lain juga membantu menyeimbangkan asupan.
Bagi pembaca yang gemar kuliner pedas dan gurih, ceker bisa tetap dinikmati tanpa rasa bersalah. Kuncinya adalah frekuensi dan porsi. Seminggu sekali, dalam jumlah terbatas, dan diimbangi dengan gaya hidup aktif, ceker bisa menjadi bagian dari pola makan yang tetap sehat.
Dalam dunia kuliner, rasa sering kali mengalahkan logika. Namun, tubuh tidak bernegosiasi dengan kenikmatan. Ia hanya merespons apa yang masuk. Ceker ayam, dengan segala kelezatannya, bisa menjadi sahabat tubuh jika dikenali dan dikonsumsi dengan bijak. Karena dalam setiap porsi, ada pilihan: antara kenikmatan sesaat dan kesehatan jangka panjang.
Baca Juga: Makan Seblak Berlebihan Sebabkan Gastritis? Simak Faktanya!
Referensi
- Effect Of Processed Chicken Feet Consumption In Increasing Blood Calcium Levels Among Female Adolescents (2024), International Journal of Applied Pharmaceutics
- Poultry Consumption and Human Cardiometabolic Health-Related Outcomes: A Narrative Review (2023), Nutrients
- Antihyperglycemic Effect Of A Chicken Feet Hydrolysate Via The Incretin System: DPP-IV-Inhibitory Activity And Glp-1 Release Stimulation (2019), Food & function