“Diperkirakan bahwa anemia defisiensi besi (ADB) memengaruhi lebih dari 40% anak prasekolah di seluruh dunia. Kondisi ini menjadi salah satu defisiensi nutrisi yang paling umum,” demikian data memprihatinkan yang sering dirujuk oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). ADB adalah kondisi di mana tubuh tidak memiliki cukup zat besi untuk memproduksi hemoglobin. Hemoglobin adalah protein vital yang membawa oksigen dalam darah.
Masalah ini seringkali dianggap sepele. Gejalanya, seperti kelelahan atau pucat, sering dikira wajar. Namun, dampak ADB jauh melampaui kelelahan fisik. Kekurangan zat besi memiliki konsekuensi serius dan permanen pada organ yang paling vital: otak.
ApleFriends, khususnya orang tua dan calon orang tua, perlu memahami bahaya ini. Anemia defisiensi besi adalah ancaman senyap terhadap potensi kecerdasan anak.
Fondasi Jaringan Komunikasi Otak
Zat besi adalah mineral yang perannya di dalam tubuh sangat krusial. Peran utamanya adalah membawa oksigen ke seluruh sel. Namun, di dalam otak yang sedang berkembang, besi memiliki peran yang lebih spesifik dan kompleks. Besi adalah kofaktor. Kofaktor adalah zat yang diperlukan oleh enzim untuk berfungsi.
Besi sangat penting untuk sintesis neurotransmitter. Neurotransmitter adalah zat kimia yang memungkinkan komunikasi antar sel saraf (neuron). Besi diperlukan dalam produksi dopamin, yang terkait dengan perhatian dan motivasi. Besi juga vital untuk mielinisasi. Mielinisasi adalah pembentukan lapisan pelindung di sekitar serabut saraf. Lapisan ini mempercepat transmisi sinyal.
Jika zat besi kurang, proses-proses penting ini terganggu. Komunikasi saraf melambat, dan jaringan sirkuit otak tidak terbentuk secara optimal. Dampaknya, kecerdasan kognitif dan perilaku anak terpengaruh.
Kerusakan di Masa Kritis
Periode perkembangan otak anak adalah masa yang sangat sensitif (critical window). Dua tahun pertama kehidupan adalah masa pertumbuhan saraf yang paling eksplosif. Kekurangan zat besi selama periode ini dapat menyebabkan kerusakan yang menetap.
Kekurangan besi pada masa bayi dapat menyebabkan defisit kognitif jangka panjang. Defisit ini tidak selalu dapat diperbaiki sepenuhnya, bahkan setelah kadar besi kembali normal. Studi kohort jangka panjang dari negara berkembang menunjukkan hal ini. Anak-anak yang mengalami ADB pada masa bayi cenderung memiliki skor tes IQ dan prestasi sekolah yang lebih rendah.
Ini adalah perbandingan yang gamblang. Kekurangan besi di masa kritis ibarat membangun sebuah gedung dengan bahan material yang tidak memadai. Fondasinya akan rapuh. Kekuatan dan daya tahan bangunan itu tidak akan pernah optimal.
Gangguan Fungsi Kognitif dan Perhatian
Anemia defisiensi besi secara langsung memengaruhi dua area kognitif utama: perhatian dan memori kerja. Anak dengan ADB sering menunjukkan kesulitan dalam mempertahankan fokus. Mereka mudah terdistraksi dan memiliki rentang perhatian yang pendek.
Dopamin, neurotransmitter yang sangat bergantung pada besi, mengatur fungsi perhatian. Ketika produksi dopamin terganggu, kemampuan anak untuk menyaring informasi penting melemah. Hal ini menyebabkan kesulitan belajar.
Penelitian psikologi anak sering mengaitkan ADB dengan kesulitan belajar yang mirip dengan Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD). Anak kesulitan memproses dan mengingat instruksi. Dampak ini sangat terlihat di lingkungan sekolah, di mana kecepatan belajar adalah kunci.
Prestasi Akademik yang Menurun
Dampak gabungan dari rendahnya perhatian dan gangguan memori kerja tercermin pada prestasi akademik. Anak-anak yang kekurangan zat besi sering menunjukkan kemampuan membaca dan matematika yang tertinggal. Mereka memiliki masalah dengan pemecahan masalah yang kompleks.
Kelelahan fisik akibat rendahnya oksigenasi darah juga berkontribusi. Energi yang dibutuhkan untuk mempertahankan konsentrasi tinggi di kelas menjadi minim. Anak-anak menjadi pasif dan kurang responsif terhadap stimulasi belajar.
ADB adalah penghalang yang tidak terlihat. Penghalang ini menghalangi anak untuk mencapai potensi akademiknya. Penanganan dini adalah bentuk investasi terbesar bagi masa depan pendidikan mereka.
Zat Besi Heme vs. Non-Heme
Pencegahan ADB berakar pada asupan makanan yang tepat. Zat besi tersedia dalam dua bentuk di dalam makanan: besi heme dan besi non-heme. Zat besi heme ditemukan pada produk hewani, seperti daging merah, unggas, dan ikan. Besi heme diserap dengan sangat efisien oleh tubuh.
Besi non-heme ditemukan pada sumber nabati, seperti bayam, kacang-kacangan, dan sereal. Penyerapan besi non-heme jauh lebih rendah. Penyerapan ini dapat ditingkatkan dengan mengonsumsi Vitamin C.
Ahli Gizi menyarankan kombinasi yang seimbang. Memasukkan daging atau sumber besi heme dalam makanan anak sangat penting. Mengonsumsi sayuran yang kaya besi bersama buah-buahan sumber Vitamin C adalah strategi terbaik.
Peran Diagnostik Dini dan Intervensi
Intervensi dini sangat penting. Skrining dan diagnosis ADB harus dilakukan secara rutin, terutama pada masa pertumbuhan cepat. Dokter anak biasanya akan melakukan tes darah sederhana untuk mengukur kadar feritin dan hemoglobin.
Jika ADB terdiagnosis, penanganan melibatkan suplementasi zat besi. Suplementasi harus diberikan di bawah pengawasan dokter. Pengobatan ini bertujuan untuk memulihkan kadar besi dan meminimalkan kerusakan kognitif yang sedang terjadi.
Penting untuk diingat bahwa suplemen besi memiliki efek samping. Efek samping itu dapat berupa masalah pencernaan. Kepatuhan terhadap dosis dan durasi yang ditentukan sangat menentukan keberhasilan pengobatan.
Pertahanan Terhadap Ancaman Senyap
Anemia defisiensi besi adalah isu kesehatan publik yang kompleks. ADB tidak hanya memengaruhi tubuh, tetapi juga secara fundamental memengaruhi perkembangan kecerdasan. Dampaknya pada fungsi kognitif, perhatian, dan prestasi akademik bersifat substansial dan menetap.
Bagi setiap orang tua dan pengasuh, edukasi tentang zat besi adalah tanggung jawab. Prioritaskan asupan makanan kaya besi heme dan non-heme. Lakukan pemeriksaan rutin. Jangan biarkan ancaman senyap ini mencuri potensi terbesar anak.
Kecerdasan anak adalah aset bangsa. Perlindungan terbaik adalah pencegahan yang dilakukan dengan kesadaran penuh. Pastikan setiap anak memiliki pasokan besi yang memadai. Dengan fondasi nutrisi yang kuat, potensi kecerdasan mereka dapat berkembang tanpa hambatan.
Baca Juga: Anemia Ibu Bisa Lukai Harapan Janin Sejak Awal
Referensi
- Iron Status, Anemia, and Iron Interventions and Their Associations with Cognitive and Academic Performance in Adolescents: A Systematic Review (2022). Nutrients
- Iron Deficiency, Cognitive Functions, and Neurobehavioral Disorders in Children (2019). Journal of Molecular Neuroscience
- Dietary Approaches to Iron Deficiency Prevention in Childhood—A Critical Public Health Issue (2022). Nutrients

