Demonstrasi di Indonesia yang terkadang berujung ricuh kerap mendesak aparat untuk bertindak demi membubarkan demonstran. Salah satu tindakan tegas yang dilakukan aparat keamanan yaitu melalui penembakan gas air mata.
Demonstrasi pada 2 September lalu, gas air mata ditembakkan oleh aparat polisi ke area sekitar kampus di Bandung, Jawa Barat. Insiden ini diduga melukai sejumlah pihak seperti mahasiswa, tenaga medis, bahkan petugas keamanan. Yuk ketahui dan pahami, mengapa gas air mata dapat melukai dan bagaimana dampaknya bagi kesehatan?
Mengenal Tentang Gas Air Mata
Gas air mata merupakan senjata kimia yang digunakan sebagai agen pengendali massa dan mengontrol kekacauan sipil. Sebetulnya, bentuk gas air mata dapat berupa air atau seperti namanya, yaitu gas. Pelepasan gas air mata di udara akan menyebabkan orang di sekitarnya terpapar oleh gas dan berkontak langsung dengan gas tersebut melalui kulit, mata, dan pernapasan.
Kandungan Gas Air Mata
Senyawa kimia dalam gas air mata dapat melumpuhkan seseorang sementara waktu dengan menyebabkan iritasi mata, mulut, tenggorokan, paru-paru, dan kulit. Beberapa senyawa kimia yang menyusun gas tersebut yaitu chlorobenzylidenemalononitrile (CS), chloropicrin, chloroacetophenone (CN), bromobenzyl-cyanide, oleoresincapsicum (semprotan merica), dan dibenzoxazepine (CR).
Aturan Terkait Penembakan Gas Air Mata

International Chemical Weapons Convention tahun 1993 mengkualifikasikan gas air mata sebagai agen anti huru hara. Penggunaannya dilarang untuk pasukan musuh pada saat perang, tetapi pelepasan gas tersebut pada penduduk sipil di masa damai diizinkan.
Peraturan terkait gas air mata di Indonesia tertuang dalam Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan Kepolisian. Penggunaan gas air mata tercantum dalam tahap penggunaan kekuatan kelima yaitu kendali senjata tumpul, senjata kimia antara lain gas air mata, semprotan cabe, atau alat lain sesuai standar Polri.
Gejala yang Umum Timbul Setelah Paparan Gas Air Mata
Beberapa gejala yang dialami setelah terpapar gas air mata yaitu mata terasa terbakar, pengeluaran air mata berlebih, penglihatan kabur, kulit kemerahan, iritasi, batuk, sesak napas dan dada, dan disorientasi. Keluhan yang berkaitan dengan sistem gastrointestinal juga dapat dialami demonstran, antara lain sakit perut, muntah, muntah darah, dan diare.
Gejala ringan umumnya berlangsung selama 15-30 menit dengan catatan bahwa ketidaknyamanan tersebut akan berdurasi lebih panjang apabila terpapar dalam waktu lama. Efek gas air mata juga bergantung pada jumlah paparan pada seseorang, lokasi paparan (indoor atau outdoor), metode penggunaan, dan durasi paparan.
Bagaimana Gas Air Mata dalam Mengganggu Fungsi Tubuh?

Kerja gas air mata dalam mengganggu sejumlah organ di tubuh kita adalah dengan mekanisme berikut.
- Pertama, partikel kimia terhirup ke paru-paru sehingga mengaktifkan reseptor yang berlokasi di serabut saraf nociceptive.
- Kedua, reseptor yang aktif memungkinkan Na+ dan Ca2+ dapat mengalir ke neuron.
- Ketiga, neuron mengirim sinyal ke otak dan diinterpretasikan sebagai rasa sakit dan mengaktifkan refleks batuk, sekresi lendir, dan vasodilatasi
- Keempat, efek lokal terjadi bersamaan yaitu masuknya Ca2+ ke neuron aktif sehingga menyebabkan pelepasan neuropeptida dan faktor inflamasi sehingga mengakibatkan batuk, produksi lendir, dan penyempitan saluran napas.
Gas Air Mata Juga Dapat Menyebabkan Dampak Serius
Dampak kronis dari paparan gas tersebut dapat memicu kerusakan paru-paru terutama pada individu dengan riwayat gangguan pernapasan. Kerusakan permanen pada mata dan sistem pernapasan juga bisa terjadi apabila individu terpapar dalam jumlah besar dan dalam waktu yang cukup lama. Dalam ruang yang terbatas atau indoor, individu yang terpapar konsentrasi gas air mata yang tinggi dapat mengalami gangguan pernapasan parah hingga kematian.
Lalu Apa yang Harus Dilakukan Saat Sudah Terpapar?
Apabila sudah terkena paparan oleh gas air mata pada saat demonstrasi, berikut adalah hal-hal yang perlu segera dilakukan untuk meminimalkan dampak dan bahayanya:
1. Menjauh dari Area Penembakan Gas Air Mata
Jauhi dan tinggalkan area yang menjadi pusat penembakan gas air mata dan segera cari udara segar. Berpindah ke area dengan udara segar atau area yang lebih tinggi akan sangat efektif dalam mengurangi paparan senyawa kimia ini.
2. Basahi Mata dengan Air
Jika mata ikut terpapar dan terasa terbakar atau rabun, segera basuh dengan air. Hindari menyentuh area sekitar mata, hidung, dan mulut. Alirkan air mengalir pada mata selama kurang lebih 10-15 menit. Jika menggunakan kacamata, basuh kacamata dengan sabun dan air terlebih dahulu sebelum digunakan kembali.
3. Lepaskan Pakaian Bagian Luar
Segera lepas pakaian bagian luar. Melepas pakaian dengan memotong bagian terkena gas lebih direkomendasikan dibandingkan melepaskannya melalui kepala.
4. Segera Basuh dan Bersihkan Diri
Setelah sampai di rumah, segera bersihkan diri dengan menggunakan air dan sabun. Hal ini dilakukan untuk melindungi diri dari paparan senyawa kimia yang tersisa pada tubuh.
Itulah beberapa ancaman dan bahaya yang perlu diketahui oleh para demonstran saat mengikuti protes publik dengan adanya potensi pelepasan gas air mata di dalamnya. Yuk, kenali terkait efek gas air mata dan hindari efek jangka panjangnya melalui penanganan yang tepat!
Baca Juga: Kunci Pulih dari TBC, Pemeriksaan dan Penanganan yang Tepat!
Referensi
- Riot Control Agents | CDC (Centers for Disease Control and Prevention)
- Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia | The Law on Police Use of Force
- Preparing for, Protecting Against, and Treating Tear Gas and Other Chemical Irritant Exposure: A Protestor’s Guide | Physicians for Human Rights
- Reevaluating Tear Gas Toxicity And Safety (2021), Inhalation Toxicology
- Health Risks of Exposure to CS Gas (Tear Gas): An Update For Healthcare Practitioners In Hong Kong (2020), Hong Kong Medical Journal
- Short-Term Health Effects Of Tear Agents Chlorobenzylidenemalononitrile And Oleoresin Capsicum During The Civil Riots of Santiago de Chile in 2019-2020 (2025), Toxicol Res
Editor: Eka Putra Sedana