“Ternyata dari cek kesehatan gratis, prevalensi hipertensi sama dengan survei nasional. Artinya, mungkin betul 65 juta masyarakat kita mengidap hipertensi,” ujar dr. Siti Nadia Tarmizi, Direktur P2PTM Kemenkes RI, dalam talkshow di Jakarta Pusat. Pernyataan itu bukan sekadar angka, melainkan cerminan dari krisis kesehatan yang perlahan membesar. Hipertensi, atau tekanan darah tinggi, telah lama dijuluki sebagai silent killer, penyakit yang tidak menunjukkan gejala jelas, namun bisa memicu komplikasi mematikan seperti stroke, gagal ginjal, dan serangan jantung. Di Indonesia, ancaman ini bukan lagi potensi, melainkan kenyataan.
Berdasarkan hasil Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023, diperkirakan ada 65 juta warga Indonesia yang mengidap hipertensi. Namun, dari jumlah tersebut, baru 18,5 juta yang terdeteksi. Artinya, puluhan juta orang menjalani hidup tanpa menyadari bahwa tekanan darah mereka berada di ambang bahaya.
Pemicu yang Tak Disadari
Hipertensi tidak datang tiba-tiba. Ia tumbuh dari kebiasaan harian yang tampak biasa: konsumsi garam berlebih, kurang aktivitas fisik, stres berkepanjangan, dan pola tidur yang kacau. Di kota-kota besar, ritme hidup yang cepat sering kali membuat orang abai terhadap sinyal tubuh. Makanan cepat saji, kopi berulang, dan jam kerja panjang menjadi bagian dari rutinitas yang diam-diam mengganggu keseimbangan tekanan darah.
Dalam laporan disebutkan bahwa 34,1% penduduk Indonesia berusia di atas 18 tahun diperkirakan akan mengidap hipertensi pada tahun 2025. Angka ini bukan hanya statistik, tetapi alarm bagi generasi produktif yang tengah membangun karier, keluarga, dan masa depan.
Langkah Kecil yang Menyelamatkan
Salah satu tantangan terbesar dalam penanganan hipertensi adalah rendahnya kesadaran untuk melakukan pemeriksaan rutin. Banyak orang merasa sehat, padahal tekanan darah mereka sudah melewati batas normal. Pemeriksaan tekanan darah tidak memerlukan alat canggih atau biaya besar. Namun, kebiasaan untuk memeriksanya belum menjadi budaya.
Kementerian Kesehatan RI telah menggalakkan program Cek Kesehatan Gratis (CKG) sebagai upaya menjembatani kesenjangan antara jumlah penderita aktual dan yang terdiagnosis. Melalui kegiatan ini, masyarakat diajak untuk mengenali risiko sejak dini, sebelum komplikasi muncul dan biaya pengobatan membengkak.
Indonesia sedang menghadapi epidemi senyap. Hipertensi bukan penyakit orang tua, melainkan kondisi yang kini menghantui usia produktif. Di tengah kemajuan teknologi dan akses informasi, kesadaran terhadap kesehatan dasar seperti tekanan darah seharusnya menjadi prioritas.
Peringatan ini bukan ajakan untuk berhenti, tetapi untuk berhenti sejenak. Mengukur tekanan darah, mengatur pola makan, dan memberi ruang bagi tubuh untuk beristirahat adalah bentuk investasi yang paling sederhana namun paling penting. Karena dalam tubuh yang tenang, ada masa depan yang lebih panjang.
Baca Juga: Amankah Obat Hipertensi Untuk Kesehatan Ginjal?
Referensi
- Penyuluhan tentang Hipertensi bagi Kesehatan di Desa Doda Bunta Kecamatan Simpang Raya, Sulawesi Tengah (2024), Jurnal Pengabdian MALEO
- Hubungan Jenis Kelamin, Usia dan Frekuensi Konsumsi Mie Instan pada Pasien Hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Kemiri Muka, Kota Depok (2025), Malahayati Nursing Journal
- Faktor yang Berhubungan dengan Hipertensi: Studi Cross-sectional di Wilayah Pedesaan Klakah, Lumajang, Jawa Timur (2022), Jurnal Kesmas Untika Luwuk : Public Health Journal