Pernah belanja camilan dengan label “low calorie” dan langsung merasa aman untuk ngemil? Kamu nggak sendirian. Label ini memang terdengar menenangkan, apalagi buat kamu yang lagi jaga berat badan. Tapi, apakah semua produk dengan klaim rendah kalori itu benar-benar lebih sehat? Atau malah cuma strategi marketing yang bikin kita lengah?
Apa Itu Produk Low Calorie?

Produk low calorie adalah makanan atau minuman yang kandungan kalorinya relatif rendah dibanding produk sejenis. Menurut Food and Drug Administration (FDA), makanan padat bisa disebut rendah kalori jika mengandung tidak lebih dari 40 kalori per 50 gram. Namun, penting untuk diperhatikan bahwa klaim ini biasanya berlaku per ukuran sajian, bukan untuk keseluruhan produk.
Jadi, meski labelnya tertulis “low calorie“, kalau kamu mengonsumsi lebih dari satu porsi, misalnya satu bungkus penuh, jumlah kalorinya tetap bisa tinggi. Oleh karena itu, sebelum yakin memilih produk rendah kalori, selalu cek jumlah porsi dan total kalorinya. Jangan sampai tertipu label, karena sehat bukan hanya soal klaim, tapi juga soal porsi dan kebiasaan makanmu.
Rendah Kalori, Tapi Tinggi Gula atau Sodium?

Banyak orang mengira bahwa makanan rendah kalori pasti lebih sehat. Padahal, makanan seperti minuman diet atau camilan rendah lemak sering mengandung pemanis buatan, seperti aspartam atau sukralosa. Pemanis ini memang membuat kalori lebih rendah, tetapi konsumsi berlebihan bisa mengganggu kesehatan pencernaan dan metabolisme tubuh.
Beberapa produk rendah lemak juga terkadang ditambahkan garam atau zat aditif untuk mempertahankan rasa. Hal ini bisa membuat kamu tidak sadar mengonsumsi gula atau sodium dalam jumlah tinggi.
Dilansir dari Jurnal Ilmiah Kesehatan, bahwa penggunaan zat aditif secara berlebihan dalam makanan bisa memicu berbagai masalah kesehatan. Dampaknya tidak ringan, seperti keracunan, kerusakan pada saraf, ginjal, hati, bahkan gangguan pertumbuhan.
Selain itu, terkhusus pada kalangan remaja, jika terlalu sering mengonsumsi makanan cepat saji tanpa dibarengi aktivitas fisik yang cukup, tubuh mereka bisa mengalami gangguan. Mereka jadi lebih berisiko terkena penyakit degeneratif, seperti diabetes, hipertensi, penyakit jantung, stroke, kanker, hingga gangguan lemak darah (dislipidemia).
Efek Psikologis: Makan Jadi Lebih Banyak?

Label “sehat” pada kemasan ternyata bisa menipu pikiran kita. Fenomena ini dikenal sebagai health halo effect. Artinya, saat kita melihat label seperti “low calorie”, “alami”, atau “sehat”, kita cenderung menganggap makanan itu lebih bergizi atau rendah kalori, walau kenyataannya belum tentu demikian.
Beberapa studi menunjukkan bahwa label semacam ini membuat orang merasa boleh makan lebih banyak. Misalnya, seseorang bisa merasa tidak bersalah menghabiskan dua bungkus cookies rendah kalori, padahal jumlah kalorinya sama dengan satu piring nasi. Label “alami” juga sering memberi kesan bahwa makanan tersebut lebih sehat, padahal belum tentu kandungan keseluruhannya mendukung klaim tersebut.
Ilusi sehat ini juga sering kali dimanfaatkan dalam pemasaran. Banyak konsumen akhirnya lebih memilih produk berlabel sehat, walau produk tersebut belum tentu benar-benar baik bagi tubuh. Hal ini dapat berdampak jangka panjang terhadap pola makan masyarakat dan strategi industri pangan.
Tips Memilih Produk Low Calorie yang Benar

Sebelum kamu memutuskan membeli produk dengan label “low calorie” atau “sehat”, ada baiknya berhenti sebentar dan cek lebih teliti. Jangan langsung tergoda klaim di kemasan, karena belum tentu sesuai dengan kandungan sebenarnya.
Berikut beberapa hal penting yang perlu kamu perhatikan:
- Baca label gizi secara lengkap. Jangan hanya terpaku pada tulisan besar di depan kemasan. Periksa informasi nilai gizi di bagian belakang, termasuk kalori, lemak, gula, dan sodium.
- Perhatikan ukuran saji dan jumlah porsi. Sering kali satu kemasan terdiri dari beberapa porsi. Kalau kamu menghabiskan satu bungkus, kalori yang masuk bisa dua kali lipat atau lebih dari yang tertulis.
- Cek komposisi bahan. Apakah produk mengandung gula tambahan, pemanis buatan, atau garam (sodium) dalam jumlah tinggi? Bahan-bahan ini bisa berdampak pada kesehatan jika dikonsumsi berlebihan.
- Pilih produk dengan bahan alami dan minim proses. Produk yang tidak banyak melalui proses pengolahan cenderung memiliki kandungan gizi yang lebih utuh dan sedikit zat tambahan.
Jangan Terkecoh, Sehat Bukan Soal Kalori Saja
Makanan rendah kalori belum tentu sehat. Kalori memang penting, tapi kamu juga perlu melihat kualitas gizinya. Pilih makanan utuh seperti buah, sayur, biji-bijian, dan protein tanpa lemak. Produk olahan boleh saja dikonsumsi, asal tidak berlebihan dan tetap perhatikan kandungan lainnya seperti gula, lemak jenuh, atau sodium.
Juga, jangan mudah percaya dengan label “low calorie” di kemasan. Produsen sering menonjolkan klaim tertentu untuk menarik perhatian. Oleh karena itu, kamu tetap perlu membaca label gizi secara lengkap agar tidak salah pilih. Yuk, mulai jadi konsumen cerdas dan bantu orang terdekatmu lebih bijak juga!
Baca Juga: Baca Label Pangan Olahan: Apa Gunanya dan Bagaimana Caranya?
Editor: Mentari Suci Ramadhini Sujono, S.Gz., Dietisien
Referensi
- Food and Drug Administration (FDA). (2023). 21 CFR §101.60 – Nutrient content claims for the calorie content of foods. U.S. Food and Drug Administration
- Pengaruh konsumsi makanan cepat saji terhadap gizi remaja (2023), Florona: Jurnal Ilmiah Kesehatan
- Hubungan Konsumsi Gula, Garam, Lemak dan Sedentary Lifestyle Terhadap Tekanan Darah Pada Usia Dewasa (2023), Muhammadiyah Journal of Geriatric
- Identifying and Addressing the “Health Halo” Surrounding Plant-Based Meat Alternatives in Limited-Information Environments (2022), Journal of Public Policy & Marketing
- The health halo of morality- and purity-signifying brand names (2021), Journal of Product & Brand Management
- ‘Natural’Label Halo Effect on Consumer Buying Behavior, Purchase Intention and Willingness to Pay for Skincare Products (2022), Cardiometry
- Do Biodegradable Labels Lead to an Eco-safety Halo Effect? (2017), Journal of Consumer Policy