Perang dagang antara Amerika dan China lagi panas-panasnya. Nggak cuma bikin bingung pelaku usaha besar, tapi juga mulai terasa ke hal yang dekat dengan kita—terutama urusan makan sehari-hari. Barang-barang yang dulunya mudah dan murah didapat, termasuk bahan makanan impor, kini mulai naik harga atau bahkan langka. Jadi, seberapa besar sih pengaruh perang dagang ini ke isi piring kita sehari-hari? Yuk, cari tahu bareng-bareng!
Tantangan Gizi di Tengah Perang Dagang
1. Harga Bahan Makanan Impor Bisa Naik
Tarif tinggi impor dari China ke AS dapat mengganggu distribusi global bahan pangan dan produk olahan, sehingga harga makanan impor bisa melonjak, terutama yang berasal dari atau melalui China.
Efek domino-nya bisa terasa hingga ke pasar-pasar Indonesia, terutama di kota besar yang sangat bergantung pada produk impor. Kenaikan harga ini akhirnya akan membebani konsumen yang harus merogoh kocek lebih dalam untuk makanan sehari-hari.
2. Penurunan Permintaan Ekspor dari Indonesia
Karena China berperan besar sebagai mitra dagang Indonesia, terutama untuk ekspor bahan mentah (termasuk komoditas pangan), permintaan yang melemah dari China bisa membuat produk ekspor Indonesia sulit terserap pasar. Hal ini bisa berujung pada menurunnya pendapatan petani dan produsen pangan lokal, serta menurunkan daya beli dan ketahanan ekonomi masyarakat pedesaan.
3. Potensi Gangguan Rantai Pasok Global
Perang dagang menciptakan ketidakpastian yang luas dalam rantai distribusi global. Bahan makanan yang biasanya bisa sampai dalam hitungan minggu, kini bisa tertunda karena aturan perdagangan yang berubah-ubah.
Distribusi makanan segar, seperti buah impor, daging olahan, atau bahan tambahan makanan lainnya bisa melambat atau bahkan terhenti. Ketika distribusi terganggu, kelangkaan tak terhindarkan—dan tentu saja, harga bisa melonjak.
4. Risiko Inflasi Pangan
Naiknya harga bahan baku makanan serta gangguan distribusi akan menyebabkan tekanan inflasi pada sektor pangan. Ini berarti harga rata-rata makanan pokok bisa ikut naik, termasuk di pasar lokal. Bagi keluarga dengan pendapatan rendah, hal ini menjadi beban berat yang dapat memengaruhi pola makan sehari-hari.
Makan Sehat Jadi Tantangan Baru
Dengan keterbatasan bahan makanan, terutama yang biasa diimpor, maka akses masyarakat terhadap makanan bergizi seimbang juga menjadi tantangan. Misalnya, sayur dan buah tertentu yang biasa dikonsumsi masyarakat kota kini menjadi langka atau mahal.
Situasi ini menyulitkan masyarakat untuk memenuhi asupan gizi harian, seperti serat, vitamin, dan mineral. Apalagi bagi keluarga yang mengandalkan produk kemasan sebagai pelengkap gizi harian mereka. Di tengah kondisi seperti ini, makan sehat bukan hanya soal memilih, tapi juga soal kemampuan menjangkau dan mengaksesnya
Waktunya Balik ke Pangan Lokal!
Situasi ini juga menjadi momentum penting untuk merefleksikan ketergantungan kita pada bahan pangan impor. Kenaikan harga akibat perang dagang justru bisa menjadi wake-up call bagi masyarakat dan pemerintah untuk kembali memperkuat sistem pangan lokal.
Penting sekali untuk masyarakat bisa mulai mengenali kembali keanekaragaman pangan lokal: umbi-umbian, kacang-kacangan, sayur mayur lokal, dan protein nabati seperti tempe dan tahu.
Sementara itu, pemerintah juga diharapkan mendorong kemandirian pangan dengan mengembangkan kebijakan pertanian yang mendukung petani lokal, memperbaiki distribusi bahan pangan, dan meningkatkan edukasi gizi kepada masyarakat. Dengan begitu, rantai pasok pangan lokal akan lebih stabil secara bertahap dan masyarakat tidak bergantung lagi dengan bahan makanan impor!
Baca Juga: Tarif Naik, Gizi Terjaga: Kiat Diet Tanpa Stres Saat Harga Meroket
Referensi
- Perang Dagang China vs AS Makin Panas, Seberapa Buruk Dampak ke RI? | CNBC Indonesia
- 5 Dampak Perang Dagang bagi Ekonomi Kawasan | Tempo
- Impact of Trade Openness on Food Security: Evidence from Panel Data for Central Asian Countries (2021), Foods
Editor: Rheinhard, S.Gz., RD