Tubuh manusia dirancang untuk merespons peradangan akut sebagai mekanisme penyembuhan. Namun, ketika respons ini menjadi kronis—terus menyala seperti api dalam sekam—ia berubah menjadi penyebab utama penyakit jantung, diabetes tipe 2, hingga gangguan autoimun. Data WHO tahun 2023 menunjukkan, 60% kematian global disebabkan oleh penyakit terkait peradangan kronis. Kabar baiknya: penelitian terbaru dalam Nature Medicine membuktikan, modifikasi pola makan dapat mengurangi penanda inflamasi (seperti CRP) hingga 40% dalam 8 minggu.
Bagaimana Makanan Mekanisme Makanan dapat Memicu atau Meredakan Peradangan?
Setiap suapan makanan adalah pesan biokimia bagi sistem kekebalan tubuh. Beberapa mekanisme kunci yang ditemukan diantaranya seperti asam lemak omega-6 berlebihan dalam minyak jagung dan kedelai diubah menjadi prostaglandin pro-inflamasi, gula fafinasi yang mengaktifkan jalur NF-κB, “sakelar utama” respons inflamasi, dan serat pangan difermentasi oleh mikrobiota usus menjadi asam lemak rantai pendek (SCFA) yang bersifat anti-inflamasi. Menariknya, respon ini sangat individual. Penelitian tentang nutrigenomik menemukan, brokoli mungkin bersifat anti-inflamasi bagi satu orang tetapi netral bagi lainnya, tergantung variasi genetik.
Strategi Nutrisi yang Komprehensif untuk Mengatasi Inflamasi
1. Rekayasa Rasio Lemak
Meningkatkan konsumsi omega-3 merupakan salah satu strategi yang tepat untuk menjawab dan solusi inflamasi. Konsumsi makanan yang mengandung omega-3 seperti sarden atau makarel 3x selama 1 minggu dapat mengurangi IL-6 sebanyak 27% menurut Journal of Nutrition.
Berbeda dengan konsumsi omega-3, omega-6 justru perlu dibatasi. Idealnya rasio konsumsi omega-3 dengan omega-6 adalah 1:4, jauh dari realitas pola makan saat ini yaitu 1:20. Pemilihan lemak yang lebih sehat dan stabil, terutama penggunaan minyak untuk memasak juga sangat perlu diperhatikan. Penggunaan minyak zaitun extra virgin tinggi oleocanthal sangat dianjurkan karena mirip ibuprofen.
2. Modulasi Mikrobioma Usus
Polifenol yang ditemukan dalam beri hitam, cokelat dengan kadar kakao lebih dari 70%, dan teh hijau memainkan peran penting dalam meningkatkan pertumbuhan bakteri penghasil butirat di saluran pencernaan, yang mendukung kesehatan usus secara keseluruhan.
Selain itu, makanan fermentasi seperti kefir, kimchi, dan tempe memberikan manfaat probiotik dengan menghadirkan strain spesifik seperti Lactobacillus plantarum, yang dikenal efektif dalam menekan produksi TNF-α, sebuah marker inflamasi. Tak kalah pentingnya, prebiotik seperti bawang putih, daun bawang, dan pisang hijau berfungsi sebagai sumber bahan bakar bagi bakteri menguntungkan, membantu keseimbangan mikrobiota usus untuk mendukung sistem kekebalan tubuh dan kesehatan pencernaan.
3. Pengendalian Glikemik
Makanan dengan indeks glikemik rendah, seperti ubi jalar, quinoa, dan legum, berperan penting dalam mencegah lonjakan gula darah yang dapat memicu inflamasi, sehingga membantu menjaga stabilitas metabolisme tubuh. Selain itu, rempah seperti kayu manis, dalam dosis kecil yaitu setengah sendok teh per hari, diketahui dapat meningkatkan sensitivitas insulin hingga 29%, berdasarkan penelitian yang dipublikasikan oleh Diabetes Care.
Implementasi Pola Makan Anti-Inflamasi
Contoh pendekatan yang telah terbukti secara klinis meliputi penerapan Diet Mediterania Modifikasi, yang menekankan konsumsi sayuran berwarna-warni sebanyak enam porsi per hari, sumber protein seperti ikan dan kacang-kacangan, serta lemak sehat dari minyak zaitun dan alpukat.
Selain itu, metode Time-Restricted Eating, yang membatasi waktu makan dalam rentang 10–12 jam setiap harinya, diketahui dapat mengurangi stres oksidatif menurut penelitian yang dipublikasikan oleh Cell Metabolism. Pendekatan lain yang mendukung kesehatan adalah rotasi makanan, yang efektif dalam menurunkan risiko sensitivitas makanan tersembunyi yang seringkali memperburuk inflamasi.
Penting untuk diingat bahwa pendekatan nutrisi bukan penggatan obat, tetapi pelengkap. Kolaborasi dengan dokter dan ahli gizi klinis menjadi kunci, terutama untuk kondisi autoimun atau metabolik kompleks.
Seperti dikemukakan dalam Annual Review of Nutrition, makanan adalah informasi—setiap pilihan mengandung kode yang dapat “membisikkan” kepada gen untuk mengekspresikan kesehatan atau penyakit. Dalam konteks ini, garpu bisa menjadi alat terapi yang tak kalah kuat dengan pisau bedah.
Baca Juga: Strategi Diet untuk Penderita Pankreatitis Akut
Referensi
- Immune and Metabolic Effects of African Heritage Diets Versus Western Diets in Men: A Randomized Controlled Trial (2025), Nature Medicine
- Impact of Mediterranean Diet on Chronic Non-Communicable Diseases and Longevity (2021), Nutrients
- Dietary-Timing-Induced Gut Microbiota Diurnal Oscillations Modulate Inflammatory Rhythms in Rheumatoid Arthritis (2024), Cell Metabolism
- Omega-3 Fatty Acids and Chronic Lung Diseases: A Narrative Review of Impacts from Womb to Tomb (2025), Journal of Nutrition
- Facilitating Behavior Change and Well-being to Improve Health Outcomes: Standards of Medical Care in Diabetes (2020), Diabetes Care
- Decoding the Foodome: Molecular Networks Connecting Diet and Health (2024), Annual Review of Nutrition