“Fatty liver bukan hanya menyerang mereka yang obesitas, tapi juga orang yang terlihat kurus dan sehat dari luar,” tulis Rumah Sehat Terpadu Dompet Dhuafa dalam laporan kesehatan nasional 2025. Pernyataan itu menggugah kesadaran bahwa penyakit tidak selalu datang dengan tanda-tanda mencolok.
Perlemakan hati atau fatty liver, yang secara medis dikenal sebagai hepatic steatosis, kini menjadi salah satu gangguan metabolik yang paling umum di Indonesia. Ironisnya, banyak penderita tidak menyadari bahwa organ hati mereka sedang dipenuhi lemak, hingga muncul gejala serius seperti kelelahan kronis, nyeri perut kanan atas, atau gangguan fungsi hati.
Pekerja WFO (Work From Office) berada dalam posisi yang rentan. Duduk selama berjam-jam, konsumsi makanan cepat saji, dan stres kerja yang terus-menerus menjadi kombinasi yang ideal bagi terbentuknya fatty liver. Namun, ancaman ini bukan tak bisa dicegah. Justru, langkah-langkah sederhana yang dilakukan secara konsisten bisa menjadi tameng yang kuat.
Hubungan yang Tak Terlihat
Fatty liver terjadi ketika lemak menumpuk di sel-sel hati melebihi 5% dari total berat organ. Penumpukan ini bisa disebabkan oleh konsumsi makanan tinggi lemak dan gula, kurangnya aktivitas fisik, serta resistensi insulin. Dalam konteks pekerja kantoran, pola makan yang tidak teratur, camilan manis di sela rapat, dan minimnya gerak menjadi pemicu utama.
Ada dua jenis fatty liver: alkoholik dan non-alkoholik. Yang terakhir ini lebih umum dan sering menyerang mereka yang tidak mengonsumsi alkohol sama sekali. Artinya, gaya hidup adalah faktor dominan. Bahkan seseorang yang terlihat kurus bisa mengalami fatty liver jika pola makannya buruk dan aktivitas fisiknya rendah.
Bukan Soal Diet Ketat, Tapi Soal Ritme Sehat
Pencegahan fatty liver bukan tentang larangan, tetapi tentang pengaturan. Mengatur waktu makan, memilih jenis makanan yang tepat, dan menyisipkan gerak di sela aktivitas kantor adalah langkah awal yang bisa dilakukan siapa saja. Konsumsi makanan tinggi serat seperti sayuran hijau, buah segar, dan biji-bijian utuh membantu mengurangi penumpukan lemak di hati.
Selain itu, menghindari makanan olahan yang tinggi gula dan tepung putih menjadi kunci. Minuman manis, roti putih, dan gorengan sebaiknya dikurangi. Sebagai gantinya, air putih, teh hijau, dan camilan sehat seperti kacang-kacangan bisa menjadi pilihan. Aktivitas fisik ringan seperti berjalan kaki selama 10 menit setiap dua jam kerja juga memberi dampak signifikan.
Peran Tidur dan Manajemen Stres yang Sangat Penting
Hati adalah organ yang bekerja tanpa henti, dan kualitas tidur sangat memengaruhi kemampuannya dalam detoksifikasi. Tidur yang cukup dan berkualitas membantu regenerasi sel hati dan menjaga keseimbangan hormon. Stres yang tidak dikelola dengan baik bisa meningkatkan kadar kortisol, yang berkontribusi pada resistensi insulin dan penumpukan lemak.
Pekerja WFO sering kali menghadapi tekanan deadline, konflik tim, dan tuntutan multitasking. Menyediakan waktu untuk relaksasi, meditasi singkat, atau sekadar menarik napas dalam di sela kerja bisa membantu menjaga keseimbangan mental dan metabolik. Karena hati bukan hanya organ fisik, tetapi juga cermin dari ritme hidup.
Menjaga Hati di Tengah Ritme Kantor
Fatty liver bukan penyakit yang datang tiba-tiba, tetapi hasil dari akumulasi kebiasaan harian. Bagi pekerja WFO yang hidup dalam ritme cepat dan tekanan tinggi, menjaga hati bukan hanya soal makanan, tetapi soal keseimbangan. Menyisipkan gerak, memilih makanan dengan sadar, dan memberi waktu bagi tubuh untuk beristirahat adalah bentuk perawatan diri yang paling mendasar.
Karena dalam tubuh yang sehat, produktivitas bukan hanya angka, tetapi kualitas hidup yang lebih panjang dan bermakna.
Baca Juga: Dampak Alkohol pada Fungsi Hati dan Metabolisme
Referensi
- Pendidikan Kesehatan Gaya Hidup Sehat dan Gizi Seimbang Dalam Mengoptimalkan Kesehatan Remaja : Studi Kasus (2023), MAHESA : Malahayati Health Student Journal
- Peran Antioksidan pada Non Alcoholic Fatty Liver Disease (NAFLD) (2014), Jurnal Kesehatan Andalas
- Cegah dan Kenali Kondisi Hati (CEK SI HATI) sebagai Upaya Pendidikan Kesehatan terkait Sirosis Hati Kepada Masyarakat (2023), Jurnal Kreativitas Pengabdian Kepada Masyarakat (PKM)