
Bagi para pekerja kantoran yang sibuk dan hanya memiliki sedikit waktu istirahat, makan di luar biasanya menjadi pilihan yang praktis, utamanya saat makan siang. Beberapa tempat yang seringkali menjadi tujuan yakni seperti warung dan restoran cepat saji. Selain penyajian makanan yang cepat dan mudah, juga terdapat berbagai macam varian menu yang bisa disesuaikan dengan selera masing-masing.
Akan tetapi, sebagian besar menu makanan ini biasanya identik dengan kandungan kalori, gula, garam, dan lemak yang tinggi. Oleh karena itu, agar konsumsi makanan tetap sehat meskipun makan di luar, 5 tips di bawah ini bisa diterapkan utamanya bagi para pekerja kantoran yang sibuk.
1. Utamakan Asupan Protein dan Serat

Asupan protein dan serat berperan penting dalam memberikan rasa kenyang lebih lama, membantu manajemen berat badan, dan meningkatkan kesehatan metabolisme. Menurut Journal of Nutrition, diet tinggi protein dan serat sangat direkomendasikan, utamanya bagi seseorang yang ingin menurunkan berat badan dan persentase lemak tubuh. Serat juga berkontribusi tinggi dalam meningkatkan kesehatan usus, yakni dengan mengatur aktivitas mikrobiota dalam usus untuk mencapai metabolisme yang lebih optimal.
Dengan mengutamakan komposisi protein dan serat saat makan di luar, utamanya bagi para pekerja kantoran, sangat membantu untuk menjaga stabilitas energi selama bekerja. Beberapa menu tinggi protein dan serat yang dapat dipilih seperti capcay, sayur bening, tahu kukus, telur rebus, daging, dan dada ayam.
2. Perhatikan Porsi Nasi

Nasi adalah sumber karbohidrat yang umumnya ditemui saat makan di luar, utamanya nasi putih. Nasi putih termasuk karbohidrat sederhana yang cepat dicerna dalam tubuh dan kurang memberikan rasa kenyang lebih lama. Menurut American Diabetes Association, bahwa kandungan indeks glikemik yang tinggi pada beras putih juga bisa menyebabkan lonjakan kadar gula darah dan berpotensi pada terjadinya diabetes tipe 2.
Porsi nasi dalam makanan perlu diperhatikan, karena meskipun dikenal sebagai sumber energi, namun di akhir juga dapat diikuti dengan penurunan gula darah secara drastis. Penurunan gula darah yang drastis ini justru bisa membuat seseorang merasa lemas dan mengantuk. Porsi nasi dapat diambil secukupnya, lalu bagian lainnya dipadatkan dengan protein dan serat.
Bisa juga memprioritaskan pemilihan karbohidrat kompleks, seperti nasi merah dan kentang. Jika mengacu pada Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 41 Tahun 2014 Tentang Pedoman Gizi Seimbang, proporsi karbohidrat yang direkomendasikan yakni sekitar 45-65% dari total kebutuhan kalori harian.
3. Batasi Makanan Bersantan atau Berlemak Tinggi

Sebagian besar menu yang disediakan saat makan di warung maupun restoran, juga tidak jarang berupa makanan bersantan dan berlemak tinggi. Misalnya rendang, gulai, opor, dan berbagai jenis gorengan yang seringkali dijadikan sebagai lauk. Meskipun memiliki cita rasa yang lezat, namun kelompok makanan ini tinggi akan kandungan lemak jenuh dan bisa memberikan dampak yang tidak baik bagi kesehatan, terlebih saat dikonsumsi secara berlebihan.
Menurut World Health Organization, asupan lemak jenuh yang berlebihan dikaitkan dengan peningkatan risiko obesitas, jantung koroner, dan beberapa jenis kanker. Selain itu, konsumsi makanan dengan kandungan lemak tinggi juga bisa berdampak pada terjadinya peradangan saraf dan gangguan fungsi kognitif. Secara jangka panjang, hal ini tentu bisa berlanjut pada menurunnya fungsi otak dan produktivitas kerja. Sebaiknya, konsumsi lemak harian selalu mengacu pada anjuran dari Kemenkes RI, yakni hanya 67 gram atau setara dengan 5 sendok makan minyak goreng.
4. Kurangi Penggunaan Sambal dan Kerupuk

Sambal dan kerupuk merupakan dua pelengkap yang biasanya ditambahkan untuk menambah cita rasa pada makanan. Akan tetapi, perlu diperhatikan bahwa konsumsi sambal dan kerupuk yang berlebihan dapat memberikan dampak buruk bagi kesehatan. Sambal yang memiliki bahan utama cabai (capcaisin) dapat berpotensi menyebabkan iritasi saluran pencernaan, termasuk memperburuk gejala gastritis.
Tidak hanya itu, produk yang dikemas dalam bentuk saus instan (saus tomat, sambal botol, dll) juga mengandung beberapa bahan tambahan lain seperti garam, pengawet, pewarna, gula, hingga perisa buatan yang tinggi. Menurut International Conference on Halal Food and Health Nutrition, konsumsi makanan instan yang mengandung bahan aditif dan pengawet dapat meningkatkan risiko sindrom metabolik dan diabetes tipe 2.
Sementara kerupuk, dikenal sebagai pelengkap makanan yang tinggi kalori karena sebagian besar berbahan dasar tepung dan digoreng. Di samping mengandung kalori dan lemak jenuh tinggi, kerupuk juga sangat rendah akan zat gizi lain yang dibutuhkan oleh tubuh. Penambahan garam berlebih, bumbu, hingga pengawet pada kerupuk juga tidak jarang dilakukan, sehingga sangat perlu dibatasi dalam konsumsinya.
5. Batasi Snack dan Pilihlah Minuman yang Tepat

Kebiasaan mengonsumsi snack sebelum ataupun setelah makan berat juga banyak dilakukan. Ini biasa disebut dengan appetizer (makanan pembuka) dan dessert (makanan penutup). Membatasi konsumsi snack perlu dilakukan karena sebagian besar dari kelompok makanan ini mengandung gula, garam, dan lemak yang tinggi.
Beberapa contoh snack atau camilan yang sering ditemui seperti kue-kue manis, ice cream, gorengan, keripik, dan lain-lain. Menurut Kementerian Kesehatan RI, rekomendasi batas konsumsi gula, garam, dan lemak (GGL) per orang dalam sehari, yakni 50 gram/4 sendok makan gula, 5 gram/1 sendok teh garam, dan lemak hanya 67 gram/5 sendok makan minyak goreng. Konsumsi yang melebihi dari batas anjuran dapat berisiko pada terjadinya masalah metabolisme dan kesehatan secara keseluruhan..
Demikian pula untuk pemilihan minuman, sebaiknya pilihlah minuman yang lebih sehat seperti air putih, infused water, jus buah, ataupun teh tawar. Kurangi minuman manis yang berkalori tinggi seperti es teh manis, sirup, dan minuman sejenisnya, dikarenakan banyak mengandung gula tambahan. Jika dikonsumsi secara berlebihan, maka juga dapat menyebabkan lonjakan gula darah secara drastis.
Baca Juga: Makanan dan Kesehatan Mental, Fiksi atau Bukan?
Editor: Rheinhard, S.Gz., Dietisien
Referensi
- Consuming a Protein and Fiber-Based Supplement Preload Promotes Weight Loss and Alters Metabolic Markers in Overweight Adults in a 12-Week, Randomized, Double-Blind, Placebo-Controlled Trial (2022), Journal of Nutrition
- Optimization of a functional food product based on fibers and proteins: Rheological, textural, sensory properties, and in vitro gastric digestion related to enhanced satiating capacity (2021), Food Science and Technology
- Influence of dietary protein and fiber intake interactions on the human gut microbiota composition and function: a systematic review and network meta-analysis of randomized <scp>c</scp> ontrolled trials (2025), Critical Reviews in Food Science and Nutrition
- A Global Perspective on White Rice Consumption and Risk of Type 2 Diabetes (2020), American Diabetes Association-Diabetes Care
- Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 41 Tahun 2014 Tentang Pedoman Gizi Seimbang (2014), Kementerian Kesehatan RI
- Fat Intake (2025), World Health Organization
- The Effect of Short-Term Feeding of a High-Coconut Oil or High-Fat Diet on Neuroinflammation and the Performance of an Object–Place Task in Rats (2021), Neurochemical Research
- Cegah Meningkatnya Diabetes, Jangan Berlebihan Konsumsi Gula, Garam, Lemak (2024), Kementerian Kesehatan RI
- Ultra-Processed Food Consumption and Its Role in Obesity and Metabolic Syndrome Development (2024), International Conference on Halal Food and Health Nutrition