Apakah Masih Relevan 4 Sehat 5 Sempurna dalam Pola Makan era Modern?

Konsep 4 Sehat 5 Sempurna pertama kali diperkenalkan pada tahun 1950-an oleh Prof. Poerwo Soedarmo, seorang pelopor ilmu gizi di Indonesia. Pada masa itu, kampanye ini menjadi solusi sederhana untuk memperbaiki masalah gizi buruk pasca-perang. Pola ini mencakup empat elemen utama: makanan pokok, lauk-pauk, sayur-mayur, buah-buahan, dan susu sebagai pelengkap.

Namun, panduan ini dirancang dalam konteks kebutuhan masyarakat Indonesia pada era tersebut, ketika fokus utama adalah mencukupi kalori dan protein untuk mencegah kelaparan. Ketika dunia gizi berkembang, pertanyaan mulai muncul: apakah 4 Sehat 5 Sempurna masih relevan dengan tantangan kesehatan modern seperti obesitas, diabetes, dan penyakit jantung?

Bisakah Konsep 4 Sehat 5 Sempurna Mencukupi Kebutuhan Gizi Sekarang?

Penelitian gizi kontemporer menunjukkan bahwa konsep keseimbangan gizi jauh melampaui 4 Sehat 5 Sempurna. WHO dan FAO merekomendasikan pola makan yang lebih terstruktur berdasarkan food groups dan piramida makanan. Selain itu, kebutuhan nutrisi sekarang juga mempertimbangkan aspek mikro, seperti vitamin, mineral, dan serat, yang tidak diatur secara rinci dalam panduan lama.

Di Indonesia, angka prevalensi obesitas terus meningkat. Data Riskesdas 2018 menunjukkan bahwa sekitar 21,8% populasi dewasa mengalami obesitas. Penyebab utamanya adalah pola makan tinggi karbohidrat sederhana, rendah serat, dan minim variasi. Dalam konteks ini, 4 Sehat 5 Sempurna menjadi terlalu sederhana untuk menghadapi kebutuhan nutrisi yang kompleks.

Benarkah Keberadaan Susu sebagai Sempurna Sering Memicu Perdebatan?

Sumber: Unsplash

Salah satu elemen yang sering menjadi perdebatan adalah peran susu sebagai komponen “sempurna”. Sementara susu adalah sumber kalsium dan protein yang baik, tidak semua individu dapat mengonsumsinya. Intoleransi laktosa, yang cukup umum di Asia Tenggara, termasuk di Indonesia, menjadikan susu kurang relevan untuk sebagian masyarakat.

Sebagai gantinya, sumber kalsium nabati seperti tahu, tempe, dan sayuran hijau bisa menjadi alternatif yang lebih inklusif. Penelitian oleh The American Journal of Clinical Nutrition mencatat bahwa pola makan berbasis tanaman yang kaya kalsium dan magnesium memiliki manfaat yang sebanding, bahkan lebih baik, dalam beberapa aspek.

Apa yang Dilakukan Pemerintah untuk Beradaptasi dengan Pola Makan Modern?

Pada 2014, Kementerian Kesehatan Indonesia memperkenalkan Pedoman Gizi Seimbang (PGS) sebagai pembaruan dari 4 Sehat 5 Sempurna. Panduan ini menekankan konsep “piring makan sehat” yang mencakup:

1. 50% Porsi Sayur dan Buah Menjadi Kunci Serat dan Nutrisi Mikro

Sayur dan buah mengisi setengah dari piring makan dalam Pedoman Gizi Seimbang. Rekomendasi ini bukan tanpa alasan. Sayuran kaya akan serat pangan yang mendukung pencernaan sehat, mengurangi risiko sembelit, dan membantu menjaga kadar gula darah tetap stabil. Buah, di sisi lain, menjadi sumber vitamin, mineral, dan antioksidan yang melindungi tubuh dari penyakit kronis seperti kanker dan penyakit jantung.

Penelitian menunjukkan bahwa konsumsi sayur dan buah secara konsisten menurunkan risiko penyakit kardiovaskular hingga 30%. Untuk mendapatkan manfaat maksimal, variasikan pilihan, termasuk sayuran hijau, kuning, dan oranye, serta buah-buahan dengan berbagai warna, seperti pepaya, apel, dan jeruk.

2. 25% Porsi Karbohidrat sebagai Penopang Energi Utama Tubuh

Karbohidrat masih menjadi sumber energi utama dalam pola makan harian, namun porsinya kini dibatasi hanya seperempat dari piring makan. Ini berbeda dengan pola tradisional yang seringkali didominasi nasi atau sumber karbohidrat lain. Pedoman ini menekankan pentingnya memilih karbohidrat kompleks seperti beras merah, oatmeal, ubi, atau kentang yang mengandung lebih banyak serat dan nutrisi dibanding karbohidrat sederhana.

3. 25% Porsi Protein Hewani dan Nabati 

Seperempat piring makan didedikasikan untuk protein, yang penting untuk memperbaiki jaringan tubuh, membangun otot, dan mendukung fungsi enzim serta hormon. Protein dapat berasal dari sumber hewani seperti ayam, ikan, telur, dan daging tanpa lemak, atau sumber nabati seperti tempe, tahu, kacang-kacangan, dan biji-bijian.

Mengombinasikan protein hewani dan nabati memberikan manfaat gizi yang seimbang. Protein nabati kaya akan serat dan rendah lemak jenuh, sementara protein hewani mengandung semua asam amino esensial yang dibutuhkan tubuh. Menurut studi dalam The American Journal of Clinical Nutrition, pola makan dengan kombinasi protein hewani dan nabati dapat menurunkan risiko penyakit kronis seperti penyakit jantung dan kanker kolorektal.

Sumber: Unsplash

Selain itu, PGS juga mengintegrasikan aspek aktivitas fisik, pentingnya hidrasi, dan kebersihan makanan, yang tidak tercakup dalam konsep sebelumnya.

Sementara 4 Sehat 5 Sempurna memiliki nilai historis sebagai panduan awal gizi masyarakat, relevansinya dalam konteks modern semakin berkurang. Dengan meningkatnya kompleksitas tantangan kesehatan global, Pedoman Gizi Seimbang menjadi solusi yang lebih relevan dan terarah.

Bagi masyarakat Indonesia, memahami evolusi ini adalah langkah penting untuk memastikan pola makan yang sesuai dengan kebutuhan individu. Nutrisi yang tepat bukan lagi soal cukup, melainkan tentang menjaga keseimbangan dan keberlanjutan kesehatan di masa depan.

Baca juga: Pedoman Gizi Seimbang

Referensi

Editor: Rheinhard, S.Gz., Dietisien

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *