Lemari dapur kini tak hanya berisi makanan pokok, tapi juga penuh dengan botol-botol suplemen: vitamin C, omega-3, kolagen, hingga herbal eksotis. Promosi di media sosial dan testimoni selebriti makin mendorong tren ini. Tapi, apakah tubuh kita benar-benar membutuhkan semua itu, ataukah ini hanya permainan marketing yang memanfaatkan rasa takut akan penyakit dan keinginan hidup sehat?
Apa Itu Suplemen dan Siapa yang Membutuhkannya?
Suplemen adalah produk yang mengandung zat gizi (vitamin, mineral), senyawa bioaktif, atau bahan herbal yang bertujuan melengkapi asupan dari makanan. Suplemen bisa bermanfaat jika dikonsumsi sesuai kebutuhan dan indikasi medis. Kelompok yang dapat mengambil manfaat nyata dari suplemen antara lain:
- Ibu hamil (asam folat, zat besi)
- Lansia (vitamin D, kalsium)
- Orang dengan defisiensi spesifik (misalnya anemia akibat kekurangan zat besi)
- Vegan atau vegetarian ketat (vitamin B12, omega-3 dari alga)
Saat Suplemen Menjadi Sekadar Gimmick Marketing
Tak sedikit produk suplemen yang dijual dengan klaim bombastis tanpa dukungan ilmiah kuat: dari menjanjikan kulit cerah dalam 3 hari, imunitas “kebal total”, hingga pelangsingan instan tanpa diet.
Tanda-tanda suplemen hanya gimmick pemasaran:
- Klaim terlalu fantastis atau overclaim: “menyembuhkan”, “mujarab dalam 24 jam”
- Tidak mencantumkan dosis atau standar keamanan
- Mengandalkan testimoni influencer ketimbang uji klinis
- Diformulasikan secara kompleks tapi tanpa justifikasi ilmiah
Beberapa produk bahkan bisa berisiko jika dikonsumsi berlebihan, seperti vitamin A dosis tinggi yang dapat menyebabkan toksisitas, atau interaksi negatif antara herbal dengan obat dokter.
Fakta Ilmiah: Suplemen Bukan Pengganti Makanan Sehat
Menurut The Journal of Nutrition (2024), sebagian besar suplemen tidak memberikan manfaat signifikan jika dikonsumsi oleh individu sehat dengan pola makan seimbang. Bahkan, multivitamin rutin tidak menurunkan risiko kematian atau penyakit kronis dalam populasi umum. Suplemen seharusnya berperan sebagai pelengkap, bukan pengganti. Gaya hidup sehat tetap menjadi kunci utama.
Bagaimana Memutuskan: Perlu Suplemen atau Tidak?
Langkah bijak sebelum mengonsumsi suplemen:
- Evaluasi asupan makanan harian mu.
- Periksa kondisi kesehatan pribadi melalui konsultasi ke dokter atau ahli gizi.
- Baca label dan klaim secara kritis. Perhatikan dosis, izin BPOM, dan referensi ilmiah.
- Hindari konsumsi berlebihan. Lebih banyak tidak selalu lebih baik
Bijak Mengonsumsi, Cerdas Memilih
Suplemen bisa menjadi penolong dalam kondisi tertentu, tapi juga bisa menjadi jebakan marketing jika dikonsumsi tanpa dasar ilmiah. Kesehatan bukan tentang banyaknya suplemen yang kamu minum, tapi seberapa konsisten kamu menjalani pola makan bergizi dan gaya hidup aktif.
Jangan Tergoda Iklan, Dengarkan Tubuhmu! Sebelum membeli suplemen karena iklan atau tren, tanyakan: “Apakah aku benar-benar membutuhkannya?” Konsultasikan dengan dokter, bukan influencer. Yuk, mulai kebiasaan hidup sehat yang berbasis ilmu, bukan asumsi!
Baca Juga : L-Karnitin untuk Diet: Suplemen Ampuh atau Sekadar Hype?
Referensi
- The effects of various nutritional supplements in patients with chronic obstructive pulmonary disease: a network meta-analysis (2025), BMC Pulmonary Medicine
- Does Regulating Dietary Supplements as Food in a World of Social Media Influencers Promote Public Safety? (2022), Health Law AMA Journal of Ethics
- Sejarah periklanan vitamin dan suplemen: Bukti bahwa tidak ada yang asli – Banknotes
- Cracking the Code on Supplements: How to Spot the Best and Avoid the Rest – Bezzy
- The Evolution of Science and Regulation of Dietary Supplements: Past, Present, and Future (2024), The Journal of Nutrition
Editor: Eka Putra Sedana