“Banyak pasien yang tidak sadar bahwa kebiasaan sederhana seperti sering makan fast food, kurang gerak, hingga tidur larut malam karena gadget bisa memicu terjadinya diabetes,” ujar dr. Timoteus Richard dari Bethsaida Hospital Gading Serpong.
Pernyataan itu menggambarkan ironi yang kerap terjadi dalam kehidupan modern. Di tengah semangat hidup sehat, justru muncul kebiasaan yang tampak bermanfaat namun menyimpan risiko metabolik. Diabetes tipe 2, yang dulu identik dengan usia lanjut, kini mulai menyerang usia produktif, bukan hanya karena konsumsi gula berlebih, tetapi karena gaya hidup yang tidak seimbang.
1. Energi Instan yang Menipu
Kopi susu, teh tarik, atau minuman energi sering dianggap sebagai penyemangat pagi. Namun, kadar gula dalam minuman tersebut bisa melonjakkan glukosa darah secara drastis. Tanpa sarapan yang seimbang, tubuh hanya menerima lonjakan energi sesaat, lalu terjun bebas ke kelelahan. Dalam jangka panjang, pola ini bisa memicu resistensi insulin.
2. Dehidrasi yang Mengacaukan Gula Darah
Dehidrasi bukan hanya soal haus. Ketika tubuh kekurangan cairan, hormon vasopresin dan kortisol meningkat, memicu lonjakan gula darah. Studi menunjukkan bahwa cukup minum air putih dapat menurunkan risiko diabetes tipe 2. Namun, banyak orang mengganti air dengan kopi, teh manis, atau minuman berperisa, yang justru memperburuk kondisi.
3. Cahaya Biru dan Ritme Sirkadian
Paparan cahaya biru dari layar gadget di malam hari mengganggu produksi melatonin dan mengacaukan ritme sirkadian. Tidur larut malam karena gawai bisa menurunkan sensitivitas insulin dan meningkatkan risiko diabetes. Waktu paling berisiko adalah tengah malam hingga dini hari, ketika tubuh seharusnya memulihkan sistem metabolik.
4. Fast Food dengan Kalori Tinggi dan Nutrisi Rendah
Makanan cepat saji memang praktis, tetapi sering kali tinggi kalori, lemak jenuh, dan gula. Konsumsi berlebihan bisa memicu penumpukan lemak di perut dan resistensi insulin. Dua faktor utama dalam perkembangan diabetes tipe 2. Ironisnya, banyak yang menganggap fast food sebagai solusi makan sehat karena “mengandung protein” atau “sayuran segar,” padahal nilai gizinya tidak seimbang.
5. Gerak yang Terlalu Jarang
Berolahraga seminggu sekali lalu merasa cukup adalah kesalahan umum. Tubuh membutuhkan gerak harian untuk menjaga sensitivitas insulin dan metabolisme lemak. Aktivitas fisik yang tidak konsisten justru membuat tubuh bingung, dan bisa memicu lonjakan gula darah saat stres atau makan berlebih.
Menyadari Sebelum Terlambat
Gaya hidup sehat bukan soal tren, tetapi soal keseimbangan. Kebiasaan yang tampak baik bisa menjadi jebakan jika dilakukan tanpa kontrol. Diabetes tidak datang tiba-tiba, tetapi tumbuh dari rutinitas harian yang tidak disadari. Mendengarkan tubuh, memahami ritme biologis, dan memilih dengan sadar adalah langkah awal untuk mencegahnya.
Bagi pembaca yang tengah membangun karier dan masa depan, menjaga metabolisme bukan penghalang, tetapi fondasi. Karena tubuh yang sehat bukan hanya alat kerja, tetapi rumah bagi semua mimpi yang ingin diwujudkan.
Baca Juga: Main Gadget Berlebih Sebabkan Diabetes? Ini Kata Dokter!
Referensi
- Combined Lifestyle Factors and Risk of Incident Type 2 Diabetes and Prognosis among Individuals with Type 2 Diabetes: A Systematic Review and Meta-Analysis of Prospective Cohort Studies (2019). Diabetologia
- Associations Between Dietary Patterns and Incident Type 2 Diabetes: Prospective Cohort Study of 120,343 UK Biobank Participants (2022), Diabetes Care
- Habitual Short Sleep Duration, Diet, and Development of Type 2 Diabetes in Adults (2024), JAMA Network Open