BB Sudah Turun Tapi Perut Masih Buncit? Ini Alasannya!

Pernah nggak, kamu merasa sudah jaga makan, mengurangi konsumsi gorengan, bahkan rutin olahraga, tapi perut buncit nggak kunjung hilang? Frustrasi, ya. Padahal berat badan turun, tapi area perut tetap terasa menonjol. Jika kamu sedang merasakan hal ini, kamu tidak sendirian. Banyak orang yang merasa sudah diet maksimal, tapi lemak perut masih membandel dan kelihatan buncit.

Berikut ini, kita akan membahas kenapa diet saja belum cukup untuk mengatasi perut buncit, dan strategi apa yang lebih efektif secara ilmiah. Yuk, cari tahu penyebabnya dan solusi yang bisa kamu mulai sekarang juga!

1. Lemak Perut Lebih Sulit Hilang dari Lemak Lain

Sumber: Pixabay

Lemak perut atau lemak visceral merupakan jenis lemak yang terletak di sekitar organ dalam seperti hati dan usus yang cenderung lebih aktif secara metabolik dan memiliki kaitan erat dengan risiko penyakit seperti diabetes tipe 2, hipertensi, hingga penyakit jantung. 

Lemak visceral lebih sulit dihilangkan karena pengaruhnya yang cukup dalam dengan sistem tubuh, seperti pada peradangan, kerusakan oksidatif, dan pengaruh hormonal. Termasuk keterkaitannya dengan produksi hormon stres (kortisol), pola tidur, dan resistensi insulin.

Dalam International Journal of Preventive Medicine, dijelaskan bahwa stres psikologis dan meningkatnya hormon kortisol dalam tubuh dapat memicu penumpukan lemak di area perut, yang merupakan salah satu tanda dari sindrom metabolik. Selain itu, ketika kadar insulin terus meningkat, kortisol juga bisa menyebabkan resistensi insulin yang selanjutnya meningkatkan lemak perut.

2. Kurang Aktivitas Fisik Intensitas Sedang-Tinggi

Sumber: Pixabay

Meski kamu sudah “diet”, tapi jika aktivitas fisik harianmu minim, lemak perut akan tetap sulit untuk hilang. Olahraga ringan memang bagus untuk permulaan, tapi penelitian menunjukkan bahwa kombinasi kardio dan latihan kekuatan lebih efektif mengurangi lemak visceral.

Dalam studi yang dipublikasikan pada International Journal of Human Movement and Sports Sciences, dijelaskan bahwa kombinasi latihan kardio seperti aerobik dan latihan beban, efektif mengurangi lemak tubuh, termasuk lemak perut. Selain itu, ini juga dapat membantu melancarkan metabolisme dan pembakaran lemak, utamanya jika dibarengi dengan defisit kalori. 

3. Pola Tidur yang Buruk Bisa Menghambat Progress

Sumber: Pixabay

Dalam jurnal Obesity (Silver Spring), dijelaskan bahwa kurang tidur dapat mengganggu keseimbangan hormon yang mengatur rasa lapar dan kenyang, yaitu ghrelin dan leptin. Ketika tubuh kurang tidur, maka kadar hormon ghrelin (pemicu rasa lapar) meningkat, sedangkan leptin (pemberi sinyal kenyang) akan menurun. 

Akibatnya, kamu jadi lebih mudah merasa lapar dan cenderung menginginkan makanan tinggi kalori. Maka dari itu, usahakan tidur cukup selama 7–9 jam setiap malam agar metabolisme dan hormon tetap seimbang.

Selain memicu rasa lapar berlebih, kurang tidur juga dapat menurunkan kendali diri dan kemampuan membuat keputusan sehat, termasuk dalam memilih makanan. Orang dengan kualitas tidur yang kurang, cenderung akan mengonsumsi kalori lebih banyak, utamanya makanan tinggi lemak, gula, dan garam. Ini menjadi alasan tambahan mengapa tidur cukup adalah bagian penting dari pola hidup sehat, bukan sekadar soal istirahat.

4. Terlalu Sering Makan “Sehat” Tapi Kalorinya Tinggi

Sumber: Pixabay

Makanan sehat bukan berarti otomatis rendah kalori. Smoothie, granola, salad dengan dressing creamy, atau camilan kacang-kacangan bisa tampak “clean”, padahal kandungan kalorinya cukup tinggi. Tanpa disadari, kamu tetap surplus kalori meski merasa sudah “diet”.

Sangat penting dipahami bahwa ukuran porsi sangat memengaruhi total kalori harian. Meskipun makanan tersebut tergolong sehat, konsumsi dalam jumlah berlebihan tetap bisa membuatmu kelebihan kalori. Misalnya, 1 sdm selai kacang bisa mengandung sekitar 90–100 kalori, dan seporsi granola bisa mengandung lebih dari 200 kalori. Maka dari itu, belajar mengenali takaran saji dan membaca label gizi adalah langkah penting untuk menghindari “jebakan kalori tersembunyi” dalam makanan sehat.

Untuk mengontrol ini, kamu juga bisa mulai melakukan food journaling atau menggunakan aplikasi penghitungan kalori agar tahu seberapa banyak kalori yang kamu makan setiap hari. Sangat disarankan pula untuk memprioritaskan konsumsi makanan utuh seperti buah dan sayur, protein tanpa lemak, serta tidak berlebihan menggunakan dressing.

5. Faktor Genetik dan Usia Juga Berperan

Sumber: Pixabay

Genetik dapat memengaruhi distribusi lemak tubuh. Sebagian orang memang cenderung menumpuk lemak di perut dibandingkan bagian yang lain. Dalam studi yang dipublikasikan pada Genome Medicine, bahwa seiring bertambahnya usia, kemampuan tubuh untuk menyimpan lemak dengan cara yang sehat menurun.

Hal ini terjadi karena jumlah sel-sel khusus yang bertugas membentuk jaringan lemak baru juga ikut berkurang. Akibatnya, pada orang yang mengalami obesitas, lemak cenderung menumpuk di tempat yang tidak ideal, seperti di sekitar organ dalam, yang bisa meningkatkan risiko berbagai penyakit.

Selain itu, dalam buku yang berjudul Genetic Epidemiology and Obesity, dijelaskan bahwa faktor genetik ternyata punya pengaruh besar terhadap penumpukan lemak di perut, terutama saat seseorang mulai memasuki usia dewasa muda. Bahkan, gen bisa menentukan sekitar 80% perbedaan berat badan antarindividu di kelompok usia ini. Walaupun genetik tidak dapat diubah, namun kamu tetap bisa melawan efeknya melalui gaya hidup aktif dan pola makan sehat. Kunci utamanya adalah konsistensi. 

Diet Saja Tidak Cukup, Perlu Strategi Menyeluruh

Kalau kamu merasa sudah menjalankan diet namun perut masih terlihat buncit, jangan putus asa. Ada banyak faktor yang perlu diperhatikan, seperti kualitas tidur, olahraga rutin, manajemen stres, dan pemilihan jenis makanan. Ingat, tubuh bukan hanya soal kalori masuk dan keluar, tapi juga soal hormon, pola hidup, dan kebiasaan sehari-hari.

Perlu dipahami juga bahwa perut yang rata bukan hasil dari satu minggu diet ketat, tapi buah dari konsistensi dan pendekatan yang holistik. Yuk, evaluasi kembali pola hidupmu dan mulai perbaiki satu per satu secara realistis. Karena tubuh sehat adalah investasi jangka panjang, dan kamu layak untuk merasa nyaman di tubuhmu sendiri!

Baca Juga: Sering Begadang Berpotensi Menyebabkan Perut Buncit: Benarkah?

Editor: Rheinhard, S.Gz., Dietisien

Referensi

  1. How to get rid of visceral fat: a randomised double-blind clinical trial (2020), Journal of Aesthetic Nursing
  2. Obesity and Stress: A Contingent Paralysis (2022), International Journal of Preventive Medicine
  3. Combined Effects of Weight Training and Aerobic Exercise Accompanied by Normal and Low-Calorie Diets on Fat Percentage of Young Women (2020), International Journal of Human Movement and Sports Sciences
  4. Combined high-intensity interval and resistance training improves cardiorespiratory fitness more than high-intensity interval training in young women with overweight/obesity: a randomized controlled trial. Frontiers in Endocrinology (2024), Frontiers in Endocrinology 
  5. Effects of acute sleep loss on leptin, ghrelin, and adiponectin in adults with healthy weight and obesity: A laboratory study (2023), Obesity (Silver Spring)
  6. Age-dependent genes in adipose stem and precursor cells affect regulation of fat cell differentiation and link aging to obesity via cellular and genetic interactions (2024). Genome Medicine
  7. Genetic Epidemiology and Obesity (2024), CRC Press

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *