MSG atau yang biasa disebut micin adalah tambahan pangan yang hampir selalu ada di setiap makanan yang kita beli untuk menguatkan cita rasa makanan. Marak di masyarakat menyatakan bahwa jika konsumsi MSG ini tidak baik bagi tubuh. Apa pernyataan yang beredar tersebut memang benar adanya? Yuk simak penjelasannya!
Apa itu MSG?
MSG adalah singkatan dari monosodium glutamat. Adalah penambah rasa yang berasal dari asam L-glutamat, yang secara alami ada di banyak makanan. Asam L-glutamat adalah asam amino nonesensial, artinya tubuh pun dapat memproduksinya sendiri dan tidak perlu mendapatkannya dari makanan. MSG adalah bubuk kristal berwarna putih, tidak berbau, yang biasa digunakan sebagai bahan tambahan makanan. Dalam industri makanan, ini dikenal sebagai E621. Ini mudah larut dalam air, terpisah menjadi natrium dan glutamat bebas. MSG memiliki rasa khusus yang dikenal sebagai umami, yang memiliki dasar rasa manis, asam, asin, dan pahit. Umami memiliki rasa seperti daging yang mengacu pada adanya protein dalam makanan.
Penambah rasa
Efek penambah rasa dari MSG adalah karena rasa umaminya, yang menginduksi sekresi air liur. Dengan kata lain, rasa umami tersebut lah yang dapat meningkatkan cita rasa makanan. Terlebih lagi, penelitian menunjukkan bahwa zat umami dapat menurunkan keinginan untuk mengasinkan makanan. Faktanya, beberapa penelitian menyatakan bahwa mengganti garam dengan MSG dapat mengurangi asupan natrium sekitar 3%. Demikian pula, MSG dapat digunakan sebagai pengganti garam dalam produk rendah natrium seperti sup, makanan kemasan, daging dingin.
Mengapa orang berpikir itu berbahaya?
MSG mendapatkan reputasi buruknya pada tahun 1960-an ketika dokter Cina-Amerika Robert Ho Man Kwok menulis surat kepada New England Journal of Medicine menjelaskan bahwa ia jatuh sakit setelah mengkonsumsi makanan Cina. Dia menulis bahwa dia yakin gejalanya bisa diakibatkan oleh konsumsi alkohol, sodium, atau MSG. Hal ini memicu banyak informasi yang salah tentang MSG, yang kemungkinan besar terkait dengan bias saat ini terhadap imigran Tiongkok dan masakan mereka.
Namun, data terkini tentang efek MSG pada asupan energi masih kontradiktif. Beberapa penelitian telah menemukan bahwa itu dapat mengurangi nafsu makan, sementara yang lain mendukung gagasan bahwa sifat penambah rasa dapat menyebabkan makan berlebihan.
MSG telah dikaitkan dengan peningkatan risiko gangguan metabolisme, terutama karena penelitian pada hewan yang mengaitkan aditif tersebut dengan resistensi insulin, kadar gula darah tinggi, dan diabetes.
Glutamat memainkan banyak peran penting dalam fungsi otak. Sebagai permulaan, ini bertindak sebagai neurotransmitter – zat kimia yang merangsang sel saraf untuk mengirimkan sinyal. Beberapa penelitian mengklaim bahwa MSG dapat menyebabkan toksisitas otak dengan menyebabkan kadar glutamat yang berlebihan di otak merangsang sel saraf secara berlebihan, yang mengakibatkan kematian sel.
Namun, glutamat makanan kemungkinan besar tidak banyak berpengaruh pada otak, karena hampir tidak ada glutamat yang berpindah dari usus ke dalam darah atau melewati penghalang otak. Faktanya, penelitian menunjukkan bahwa setelah dicerna, MSG dimetabolisme sepenuhnya di usus Anda. Dari sana, ia berfungsi sebagai sumber energi, diubah menjadi asam amino lain, atau digunakan dalam produksi berbagai senyawa bioaktif. Secara keseluruhan, tidak ada bukti kuat yang menunjukkan bahwa MSG mengubah kimia otak saat dikonsumsi dalam jumlah normal.
Simpulan
MSG adalah aditif penambah rasa yang juga secara alami ada di banyak makanan kaya protein, keju, dan sayuran. Meskipun dianggap sebagai bahan yang memiliki efek negatif pada kesehatan tubuh, namun bukti saat ini telah menghilangkan mitos tersebut, yang menunjukkan bahwa MSG aman bila dikonsumsi dalam jumlah sedang. Tetap saja, kalian tidak boleh makan terlalu banyak. Hal ini menghindari resiko yang mungkin muncul namun belum diketahui secara ilmu. Penelitian terhadap efek micin yang berlebih sulit dilakukan pada manusia, masih banyak diuji di hewan coba.
Sumber gambar : freepik.com
Penulis : Laily N. Aliyah, S. Gz
Editor : Lisa Rosyida, S.Gz, RD