Benarkah Mengonsumsi Buah Mangga Memperparah Diabetes?

Di antara deretan buah tropis yang menggoda, mangga kerap menjadi perdebatan panjang dalam dunia nutrisi diabetes. Rasanya manis, warnanya cerah, dan aromanya mengundang. Namun, bagi penderita diabetes, mangga sering kali dianggap sebagai buah terlarang. Padahal, seperti banyak hal dalam hidup, jawabannya tidak sesederhana hitam dan putih.

Mangga bukan hanya sumber gula alami. Ia juga mengandung serat, vitamin C, vitamin A, dan antioksidan seperti mangiferin yang memiliki efek anti-inflamasi dan antidiabetik. Dalam konteks metabolisme, mangga adalah buah yang kompleks. Dan kompleksitas itulah yang membuatnya menarik untuk ditelaah lebih dalam.

Indeks Glikemik dan Realitas Biokimia

Indeks glikemik (IG) adalah alat ukur yang digunakan untuk mengetahui seberapa cepat makanan meningkatkan kadar gula darah. Dalam skala 0–100, mangga berada di angka 51, masih tergolong rendah. Artinya, mangga tidak menyebabkan lonjakan glukosa secepat roti putih atau nasi. Ini menjadi titik awal yang penting dalam memahami bagaimana mangga bekerja di tubuh penderita diabetes.

Serat dalam mangga memperlambat penyerapan gula ke dalam aliran darah. Antioksidannya membantu tubuh mengelola stres metabolik yang sering menyertai lonjakan glukosa. Dengan kata lain, mangga bukan hanya gula. Ia adalah paket nutrisi yang, jika dikonsumsi dengan bijak, bisa menjadi bagian dari pola makan yang sehat.

Studi Klinis dan Perspektif Baru

Penelitian yang dipublikasikan di Journal of Diabetes & Metabolic Disorders melibatkan 35 orang dewasa dengan diabetes tipe 2. Selama delapan minggu, mereka mengganti roti sarapan dengan 250 gram mangga. Hasilnya cukup mengejutkan: terjadi penurunan glukosa puasa, perbaikan HbA1c, penurunan resistensi insulin, dan bahkan pengurangan lingkar pinggang serta peningkatan kolesterol HDL.

Studi lain yang akan diterbitkan di European Journal of Clinical Nutrition membandingkan tiga varietas mangga India, Safeda, Dasheri, dan Langra dengan roti tawar. Respons glikemik mangga ternyata lebih rendah. Artinya, tubuh merespons mangga dengan cara yang lebih stabil dibandingkan karbohidrat olahan.

Dr. Rahul Baxi, seorang diabetologis dari Mumbai, menyatakan bahwa konsumsi mangga dalam jumlah kecil dan sebagai pengganti karbohidrat lain dapat diterima secara klinis. Ia menekankan bahwa kunci utama adalah porsi dan pengawasan. Satu mangga kecil seberat 250 gram mengandung sekitar 180 kalori, setara dengan 15 gram karbohidrat. Jika dimasukkan ke dalam total kalori harian, mangga tidak akan mengganggu kontrol glukosa.

Mangiferin dan Efek Metabolik

Mangiferin adalah senyawa bioaktif yang ditemukan dalam mangga, terutama di kulit dan bijinya. Studi yang dikutip oleh KlikDokter menyebut bahwa mangiferin memiliki efek menstabilkan glukosa darah, mendukung kesehatan pembuluh darah, dan mencegah penimbunan lemak di hati.

Efek ini menjadikan mangga bukan hanya buah yang aman, tetapi juga berpotensi terapeutik. Tentu saja, ini bukan alasan untuk mengonsumsi mangga secara berlebihan. Namun, dalam konteks diet seimbang, mangga bisa menjadi bagian dari strategi nutrisi yang cerdas.

Menyusun Ulang Narasi Tropis

Mangga tidak perlu dihindari sepenuhnya oleh penderita diabetes. Ia hanya perlu dipahami. Dalam dunia yang sering menyederhanakan nutrisi menjadi larangan dan anjuran, mangga mengajarkan bahwa konteks adalah segalanya. Porsi, waktu konsumsi, dan penggantian karbohidrat lain adalah kunci.

Bagi ApleFriends usia produktif yang ingin tetap menikmati rasa tropis tanpa mengorbankan kesehatan, mangga bisa menjadi pilihan yang masuk akal. Bukan karena ia bebas gula, tetapi karena tubuh manusia mampu mengelola kompleksitas jika diberi kesempatan dan informasi yang cukup.

Baca Juga: Panduan Konsumsi Mangga yang Aman untuk Penderita Diabetes

Referensi:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Banner TikTok