Setiap manusia dihadapkan dengan masalah yang bisa membuatnya sedih dan stress. Namun setiap manusia memiliki caranya masing-masing untuk melampiaskan emosi. Ada juga orang yang melampiaskannya melalui makanan atau yang dikenal dengan istilah Emotional Eating.
Emotional eating adalah mengonsumsi makanan sebagai pelampiasan emosi. Stress, rasa cemas, rasa sedih, diet yang ketat, kurang kesadaran terhadap emosi yang dirasakan hingga ketidakmampuan untuk mengatur emosi dapat menjadi alasan emotional eating.
Alasan lainnya adalah kegiatan makan dapat mengeluarkan hormon dopamin yang membuat seseorang merasa bahagia. Hingga akhirnya emotional eating menjadi sebuah kebiasaan.
Apakah berbahaya?
Karena emotional eating bukanlah penyakit gangguan makan, sehingga tidak berbahaya. Namun emotional eating dapat berkembang menjadi gangguan makan. Karena keinginan untuk makan didasarkan pada emosi dan bukan pada rasa lapar, maka tidak menutup kemungkinan seseorang akan mengalami kenaikan berat badan. Apalagi yang dikonsumsi adalah makanan yang tidak sehat dan tinggi kalori. Sehingga beberapa orang akan memiliki perasaan bersalah karena Emotional Eating.
Cara mengatasi Emotional Eating
- Cari penyebab emotional eating. Cara paling utama adalah mencari penyebab kamu melakukan emotional eating. Coba tuliskan apa saja yang mengganggumu.
- Cari cara lain untuk mengatasi penyebab emotional eating. Setelah menemukan penyebabnya, cari solusi untuk mengatasi penyebab tersebut. Jangan selalu menjadikan makanan sebagai pelampiasan.
- Memperbanyak aktivitas. Membersihkan rumah, melipat baju hingga berolahraga bisa menjadi aktivitas untuk menghilangkan stress.
- Konsumsi sayur maupun buah saat emotional eating. Apabila kamu mengalami emotional eating pastikan kamu mengonsumsi sayuran dan buah ketimbang makanan tinggi kalori seperti kue dan lain-lain. Sehingga kamu tidak merasa bersalah dan tubuhmu mendapatkan asupan makanan yang sehat dan rendah kalori.
Apabila emotional eating tidak dapat dikendalikan dan berlanjut hingga menyebabkan penyakit gangguan makan segera menghubungi dokter, psikolog maupun psikiater.
Sumber gambar : freepik.com
Penulis : Safira Rifdah Hafshah, S.Gz | Editor : Lilik Laras Shinta, S.Gz