Makanan manis sering kali menjadi godaan yang sulit ditolak. Dari kue cokelat yang lezat hingga minuman soda yang menyegarkan, gula seolah memiliki daya tarik magis yang membuat kita ingin terus mengonsumsinya. Menurut World Health Organization (WHO), konsumsi gula berlebihan telah menjadi masalah global, dengan rata-rata orang mengonsumsi lebih dari dua kali lipat batas harian yang direkomendasikan.
Lalu, mengapa kita begitu sulit menolak makanan manis? Dan apa yang sebenarnya terjadi dalam tubuh ketika kita mengonsumsi gula?
Ketagihan Gula Dilihat dari Sudut Pandang Sains: Otak dan Hormon Kebahagiaan
Ketika makanan manis dikonsumsi, otak merespons dengan melepaskan dopamin, hormon yang bertanggung jawab atas perasaan bahagia dan puas. Menurut penelitian dari Journal of Neuroscience, gula merangsang sistem reward di otak, menciptakan siklus di mana kita terus mencari makanan manis untuk mendapatkan “hadiah” emosional yang sama.
Selain dopamin, gula juga memengaruhi hormon lain seperti serotonin, yang membantu mengatur mood. Ini menjelaskan mengapa banyak orang merasa lebih bahagia atau tenang setelah mengonsumsi makanan manis, terutama saat stres atau lelah.
Evolusi dan Perkembangan Kecanduan Gula yang Menjadi Warisan Biologis
Ketertarikan manusia terhadap makanan manis sebenarnya memiliki akar evolusi yang dalam. Dalam sejarah manusia purba, makanan manis seperti buah-buahan adalah sumber energi yang penting dan langka. Tubuh manusia berevolusi untuk mencari dan menyukai rasa manis sebagai mekanisme bertahan hidup.
Namun, di era modern, di mana gula tersedia dalam jumlah berlimpah, kecenderungan ini justru menjadi bumerang. Menurut American Journal of Clinical Nutrition, konsumsi gula berlebihan telah dikaitkan dengan berbagai masalah kesehatan, termasuk obesitas, diabetes, dan penyakit jantung
Gula yang Berdampak Besar Bagi Tubuh: Dari Energi hingga Menjadi Ketergantungan
Meskipun gula memberikan energi instan, efeknya sering kali bersifat sementara. Setelah kadar gula darah melonjak, tubuh akan mengalami penurunan energi yang drastis, yang dikenal sebagai “sugar crash.” Hal ini membuat kita merasa lelah dan menginginkan lebih banyak gula untuk mengembalikan energi.
Selain itu, konsumsi gula berlebihan juga bisa menyebabkan ketergantungan. Menurut British Journal of Sports Medicine, gula memiliki efek adiktif yang mirip dengan zat-zat adiktif lainnya, seperti nikotin atau alkohol. Ini menjelaskan mengapa begitu sulit untuk mengurangi konsumsi gula, bahkan ketika kita tahu dampak negatifnya.
Strategi yang Paling Tepat Mengendalikan Keinginan akan Makanan Manis
Mengurangi konsumsi gula tidak harus berarti menghilangkan semua makanan manis dari hidup. Ada beberapa strategi yang bisa membantu mengendalikan keinginan akan gula tanpa merasa tertekan:
1. Pilih Sumber Gula Alami
Ganti makanan manis olahan dengan buah-buahan segar. Buah tidak hanya mengandung gula alami, tetapi juga serat, vitamin, dan mineral yang baik untuk tubuh.
2. Perbanyak Protein dan Serat
Makanan tinggi protein dan serat, seperti kacang-kacangan, biji-bijian, dan sayuran, membantu menjaga kadar gula darah stabil dan mengurangi keinginan untuk ngemil makanan manis.
3. Atur Jadwal Makan
Melewatkan makan bisa menyebabkan kadar gula darah turun, yang memicu keinginan untuk mengonsumsi makanan manis. Pastikan untuk makan teratur dengan porsi seimbang.
4. Cari Alternatif Sehat
Gunakan pemanis alami seperti madu atau stevia sebagai pengganti gula putih. Meskipun tetap mengandung kalori, pemanis alami cenderung lebih sehat dan tidak menyebabkan lonjakan gula darah yang drastis.
Ketertarikan terhadap makanan manis adalah bagian dari sifat alami manusia, tetapi itu tidak berarti kita harus terjebak dalam siklus ketergantungan. Dengan memahami sains di balik ketagihan gula dan menerapkan strategi yang tepat, kita bisa mengambil kendali atas pola makan dan kesehatan kita.
Mulailah dengan langkah kecil, seperti mengurangi porsi gula dalam minuman atau mengganti camilan manis dengan buah segar. Setiap perubahan, sekecil apa pun, adalah langkah menuju hidup yang lebih sehat dan seimbang. Ingatlah bahwa kesehatan adalah investasi jangka panjang, dan mengurangi gula adalah salah satu cara terbaik untuk merawat tubuh dan pikiran.
Baca Juga: Realitas Konsumsi Gula di Indonesia: Ancaman Tersembunyi di Balik Budaya Makan
Referensi
- Healthy Diet – World Health Organization
- Synapse-Specific Trapping of SNARE Machinery Proteins in the Anesthetized Drosophila Brain (2024), Journal of Neuroscience
- Control of Sugar and Amino Acid Feeding via Pharyngeal Taste Neurons (2021), Journal of Neuroscience
- Current WHO Recommendation to Reduce Free Sugar Intake From All Sources to Below 10% of Daily Energy Intake for Supporting Overall Health is not Well Supported by Available Evidence (2022), American Journal of Clinical Nutrition
- Sugar Intake and Cancer Risk: When Epidemiologic Uncertainty Meets Biological Plausibility (2020), American Journal of Clinical Nutrition
- Sugar Addiction: Is It Real? A Narrative Review (2018), British Journal of Sports Medicine
Editor: Rheinhard, S.Gz., Dietisien