Pemerintah Indonesia melalui Program Makan Bergizi Gratis (MBG) berkomitmen untuk memberikan makanan sehat dan bergizi kepada siswa sekolah dasar sebagai bagian dari upaya menurunkan angka stunting dan meningkatkan status gizi anak-anak. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2023, angka stunting di Indonesia masih berada pada tingkat 21,6%, yang menunjukkan perlunya intervensi serius. Program ini telah diterapkan dengan sistem distribusi makanan yang sudah diporsikan untuk setiap siswa, berbeda dengan model prasmanan yang digunakan di beberapa negara seperti Korea Selatan. Namun, ada sebagian masyarakat yang mempertanyakan mengapa Indonesia tidak menggunakan sistem prasmanan seperti di Korea Selatan. Untuk memahami perbedaan ini, kita perlu melihat tujuan utama, kondisi gizi masyarakat, serta konteks budaya yang melatarbelakangi pendekatan masing-masing negara.
Tujuan Utama Program Makan Bergizi di Indonesia
Program ini bertujuan mengatasi masalah stunting dan kekurangan mikronutrien dengan memastikan setiap siswa mendapat asupan nutrisi yang cukup. Sistem pemorsian memungkinkan pengendalian jumlah dan jenis makanan yang diberikan. Berbeda dengan sistem prasmanan yang memberi kebebasan memilih makanan, pendekatan ini mencegah ketidakseimbangan asupan gizi, terutama di daerah dengan kesadaran gizi rendah.
Tantangan di Lapangan dengan Sistem Pemorsian
Meskipun sistem pemorsian bertujuan baik, tantangan tetap ada di lapangan. Masalah yang sering muncul adalah siswa tidak menghabiskan makanan mereka karena:
- Ketidaksukaan terhadap menu tertentu: Para siswa akan mungkin menolak jenis makanan yang tidak mereka kenal atau sukai.
- Kurangnya edukasi tentang pentingnya makanan bergizi: Banyak siswa belum memahami manfaat makanan yang disediakan.
- Porsi yang dianggap terlalu besar: Dalam beberapa kasus, porsi makanan mungkin tidak sesuai dengan kemampuan makan anak.
Hal ini memunculkan kritik dari masyarakat yang menyarankan penggunaan sistem prasmanan sebagai solusi, dengan argumen para siswa bisa memilih makanan yang disukai sehingga tidak ada food waste. Namun, pendekatan ini tidak tetapi ini tidak mendukung tujuan utama yaitu asupan gizi yang mencukupi.
Kenapa Sistem Prasmanan Tidak Bisa Diterapkan Di Semua Kasus dan Tempat?
Jika Indonesia mempertimbangkan penerapan sistem prasmanan, sejumlah hal berikut menjadi kendala utama:
- Kurangnya Pemahaman Gizi di Kalangan siswa: siswa sering memilih makanan berdasarkan selera, bukan kebutuhan gizinya
- Infrastruktur Sekolah yang Tidak Memadai: Banyak sekolah, terutama di daerah 3T, tidak memiliki fasilitas yang mendukung pelaksanaan prasmanan, seperti dapur dan peralatan makan yang mencukupi.
- Kendala Logistik dan Operasional: Penyediaan bahan makanan yang beragam dalam jumlah besar akan sangat sulit diterapkan karena membutuhkan sistem distribusi dan pengelolaan yang kompleks.
- Biaya yang Lebih Tinggi: Sistem prasmanan membutuhkan dana tambahan untuk pengadaan fasilitas, pelatihan staf, dan pengawasan lebih ketat.
- Kesulitan Mengontrol Asupan Gizi: Tanpa pengawasan yang baik, siswa bisa mengambil terlalu banyak atau meninggalkan makanan tertentu, sehingga dapat mengakibatkan asupan gizi tidak cukup.
Perbedaan Tujuan Program dengan Korea Selatan
Di Korea Selatan, program makan siang di sekolah berfungsi sebagai tambahan asupan energi dan edukasi pola makan sehat. Dengan tingkat status gizi yang relatif baik, siswa diajarkan memilih makanan seimbang dari berbagai opsi dalam sistem prasmanan. Pendekatan ini cocok karena kesadaran gizi masyarakat Korea Selatan sudah tinggi, dan siswa sekolah disana sudah memahami pentingnya asupan makanan bergizi.
Sebaliknya, Indonesia menghadapi tantangan lebih mendasar. Tingginya angka stunting, malnutrisi, dan ketimpangan akses terhadap makanan bergizi membuat sistem prasmanan kurang efektif. Fokus utama di Indonesia adalah memastikan setiap anak mendapatkan porsi nutrisi yang sama dan memadai.
Sistem pemorsian dalam Program Makan Bergizi di Indonesia dirancang untuk memastikan pemenuhan gizi merata bagi siswa, terutama di daerah yang masih menghadapi tantangan stunting dan malnutrisi. Meskipun sistem prasmanan menawarkan fleksibilitas, pendekatan ini tidak sesuai dengan tujuan utama program. Dengan edukasi gizi, penyesuaian menu, dan keterlibatan masyarakat, tantangan yang ada dapat diatasi tanpa mengorbankan fokus utama program, yaitu meningkatkan status gizi siswa Indonesia.
Baca juga: Apakah Program Makan Siang Gratis Adalah Solusi Tepat Meningkatkan Konsumsi Protein di Indonesia?
Referensi
- Laporan Indeks Khusus Penanganan Stunting (2023) – Badan Pusat Statistik
- PMK No. 41 ttg Pedoman Gizi Seimbang (2014) – Kemenkes
- Makan Bergizi Gratis: Menilik Tujuan, Anggaran dan Tata Kelola Program – CISDI
- Menyingkap Rahasia Kesehatan Korea Selatan – Universitas Siber Asia
- Strategi Komunikasi Perubahan Sosial Dan Perilaku: Meningkatkan Gizi Remaja Di Indonesia – Unicef
- Edukasi Gizi Seimbang Pada Anak Sekolah Dasar (2023), Journal Tri Tunas
Author : Zakiyah, S.Gz
Editor: Rheinhard, S.Gz., RD