Suara khas uap mendesis dan tiupan peluit bambu dari pedagang keliling bisa langsung membangkitkan kenangan masa kecil. Bukan cuma lezat, camilan tradisional seperti putu bumbung juga menyimpan nilai gizi dan budaya yang tetap disukai meskipun zaman sudah berubah.
Apa Itu Putu Bumbung?
Putu bumbung adalah jajanan tradisional Indonesia yang terbuat dari tepung beras, kelapa parut, dan gula merah, lalu dikukus dalam cetakan bambu kecil. Suaranya yang khas—tiupan uap dari gerobak pedagang keliling—mampu membangkitkan kenangan manis masa kecil. Camilan ini dikenal luas di Jawa, Bali, dan beberapa daerah lainnya, dan masih sering dijumpai saat sore hari.
Putu bumbung dibuat dengan cara dikukus dalam tabung bambu kecil, sehingga bentuknya memanjang seperti bumbung itu sendiri. Teknik memasaknya yang khas sering menarik perhatian, dan dari sinilah nama kue ini berasal.
Disajikan dengan kelapa parut, putu bumbung menghadirkan kombinasi rasa yang pulen dari tepung beras, manis dari gula merah, serta gurih dari kelapa. Biasanya, kue ini berwarna putih atau hijau muda, warna hijau diperoleh dari daun pandan yang digunakan dalam adonan.
Jejak Sejarah Kue Putu yang Melegenda
Rujukan paling awal tentang kue mirip putu ditemukan dalam sebuah catatan kuno Tiongkok berjudul Qingbai Leichao dari abad ke-12 hingga 13. Dalam catatan tersebut disebutkan makanan yang dikukus dalam cetakan bambu—diperkirakan menjadi cikal bakal kue putu. Lewat jalur perdagangan dan migrasi, teknik ini menyebar ke Asia Tenggara, termasuk Indonesia.
Menurut versi yang lain, putu bumbung memiliki kekerabatan dengan kudapan serupa dari wilayah Asia Selatan seperti puttu dari India, serta putu piring dari Melayu. Jajanan ini diperkirakan mulai populer sejak era kolonial sebagai kudapan rakyat kecil yang sederhana namun mengenyangkan
Nilai Gizi dalam Sepotong Putu Bumbung
Jika dilihat dari sisi gizi, seporsi putu bumbung yang berbahan dasar tepung beras, gula merah, dan kelapa parut (±50 gram) umumnya mengandung:
- Energi: 130 kalori
- Protein: 1,2 gram
- Lemak: 3,4 gram
- Karbohidrat: 23,6 gram
Putu bumbung bisa dibilang camilan tradisional yang cukup sehat, apalagi karena dibuat dari bahan alami. Selama dimakan secukupnya—misalnya 1 atau 2 potong—putu bumbung aman dan bisa jadi pilihan yang lebih baik dibandingkan camilan kemasan.
Simbol Budaya dan Ekonomi Lokal
Lebih dari sekadar makanan, putu bumbung juga merupakan bagian dari identitas budaya rakyat. Suara khas dari gerobak pedagang bukan sekadar pemanggil pelanggan, tapi elemen nostalgia yang membentuk pengalaman kuliner unik orang Indonesia.
Menurut Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI, pelestarian makanan tradisional tidak hanya penting bagi budaya, tapi juga mendukung sektor ekonomi kreatif berbasis masyarakat. Pedagang kecil, pembuat kukusan bambu, dan penjual bahan baku lokal semuanya mendapat manfaat dari keberlangsungan kuliner ini.
Kesimpulan
Aple Friends, Putu bumbung bukan sekadar jajanan biasa—ia adalah paket lengkap dari cita rasa masa kecil, suara khas yang menenangkan, hingga kandungan gizi dari bahan-bahan alami. Yuk, dukung keberadaan camilan khas Indonesia dengan mengenalnya lebih dekat, menikmatinya dengan bijak, dan membagikan kisahnya. Mungkin, langkah kecil ini bisa menjaga budaya yang lezat tetap hidup dari generasi ke generasi.
Baca Juga: Berapa Kalori Jajanan Pasar Indonesia?
Referensi
- Kue Putu Bambu, Jajanan Berisik yang Unik – Regional Liputan6.com
- Menguak Jejak Sejarah: Asal Mula Kue Putu, Si Hijau Berasap yang Melegenda – Padang VIVA
- More Than Just a Food: Putu Piring – National Library Board Singapore
- Kalori dalam Kue Putu Bambu – fatsecret Indonesia
- FoodStartup Indonesia Program Pengembangan Kapasitas dan Pembiayaan UMKM Kuliner Kembali Digelar – Kemenparekraf RI
Editor: Mentari Suci Ramadhini Sujono, S.Gz., Dietisien