Makanan Sehat Kian Mahal, Hanya untuk yang Berduit?

makanan-sehat-mahal

Apakah kamu pernah merasa bahwa harga sayuran, buah, atau sumber protein sehat kini makin sulit dijangkau? Banyak orang mulai bertanya-tanya, siapa sebenarnya yang mampu membeli makanan sehat hari ini? Padahal, pola makan bergizi seimbang adalah fondasi penting untuk mencegah penyakit kronis dan meningkatkan kualitas hidup.

Namun, ketika harga terus naik, makanan bergizi justru makin jauh dari jangkauan masyarakat menengah ke bawah. Pertanyaannya, apakah makan sehat kini hanya bisa dinikmati segelintir orang saja?

Realita Harga Makanan Sehat di Indonesia

realitas makanan sehat indonesia
Sumber: Pixabay

Tingginya harga makanan sehat di Indonesia menandakan adanya jurang yang lebar antara daya beli masyarakat dan kebutuhan gizi yang ideal. Menurut Statistik Ketahanan Pangan 2022, Indonesia menempati peringkat ke-69 dari 113 negara dalam Global Food Security Index (GFSI) dengan skor 59,2. Skor ini menunjukkan bahwa ketahanan pangan nasional masih perlu banyak perbaikan, khususnya dalam hal keterjangkauan dan kualitas pangan.

Sementara itu, data dari Analisis Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian mencatat bahwa rata-rata pengeluaran masyarakat untuk bahan makanan adalah sekitar Rp681.278 per bulan di wilayah perkotaan (sekitar Rp22.709 per hari) dan Rp545.942 per bulan di perdesaan (sekitar Rp18.198 per hari). Meski begitu, jumlah pengeluaran ini belum menjamin bahwa kebutuhan gizi seimbang sudah benar-benar terpenuhi.

Lebih jauh, menurut laporan FAO tahun 2021, sekitar 70,8% penduduk Indonesia, atau sekitar 193,7 juta jiwa, tidak mampu membeli pangan bergizi. Bahkan, data FAO dan World Bank mencatat bahwa biaya rata-rata untuk mengakses makanan sehat di Indonesia mencapai $4,47 per orang per hari dalam nilai paritas daya beli (PPP). Jika dikonversi, nilainya mencapai sekitar Rp72.967 per hari, tertinggi di antara negara-negara Asia Tenggara seperti Malaysia, Filipina, Vietnam, dan Thailand.

Tingginya harga pangan sehat dan rendahnya daya beli masyarakat membuat banyak orang beralih ke makanan ultra-proses yang murah dan mudah didapat. Makanan seperti mie instan, gorengan, dan fast food memang cepat disajikan dan mengenyangkan dengan biaya rendah. Sayangnya, makanan ini umumnya tinggi kalori, lemak jenuh, gula, dan garam, namun rendah akan kandungan gizi esensial.

Menurut WHO dan International Agency for Research on Cancer (IARC), konsumsi berlebihan makanan ultra-proses dikaitkan dengan peningkatan risiko obesitas, diabetes, penyakit jantung, dan kanker. WHO juga mendorong regulasi yang lebih ketat terhadap promosi makanan tinggi gula, garam, dan lemak, terutama untuk melindungi anak-anak.

Mengapa Harga Makanan Sehat Lebih Mahal?

harga makanan sehat
Sumber: Pixabay

Harga makanan sehat yang terus meningkat terjadi akibat kombinasi faktor struktural, ekonomi, dan kebijakan global. Distribusi pangan bergizi yang belum merata, terutama di wilayah terpencil, serta tingginya biaya produksi pertanian organik tanpa dukungan subsidi, membuat harga menjadi kurang terjangkau. 

Menurut riset The Lancet (2020), sistem pangan global justru lebih mendukung produksi massal makanan olahan dibandingkan pangan segar, yang semakin mempersempit akses terhadap pilihan makanan sehat. Selain itu, kesenjangan harga antara makanan sehat dan tidak sehat terus melebar, diperparah oleh rendahnya pendapatan rumah tangga dan minimnya kesadaran dan pengetahuan tentang gizi.

Masyarakat pun akhirnya lebih memilih makanan cepat saji yang praktis dan murah. Tanpa adanya intervensi dari pemerintah seperti subsidi atau insentif finansial, makanan sehat akan tetap sulit untuk dijangkau, terutama bagi kelompok berpenghasilan rendah.

Siapa yang Paling Terdampak?

pihak paling terdampak
Sumber: Pixabay

Kelompok yang paling terdampak tentu saja masyarakat berpenghasilan rendah. Kurangnya variasi pilihan dan rendahnya pemahaman gizi membuat banyak orang lebih memilih makanan murah meskipun tidak sehat. Akibatnya, berbagai masalah gizi masih tinggi di Indonesia, misalnya pada kelompok remaja dan ibu rumah tangga. Ironisnya, mereka yang paling membutuhkan makanan sehat justru paling sulit mendapatkannya.

Kondisi ini semakin diperparah dengan akses yang terbatas terhadap layanan kesehatan dan pangan bergizi di daerah tertinggal. Minimnya intervensi gizi dan ketimpangan distribusi pangan memperlebar kesenjangan kesehatan antar kelompok sosial. Tanpa adanya upaya serius dari berbagai pihak, generasi mendatang tetap akan berisiko menghadapi beban ganda masalah gizi yang terus berulang.

Akses Makanan Sehat: Hak Semua Orang

Makanan sehat adalah hak setiap individu, bukan kemewahan yang hanya bisa dinikmati sebagian orang. Sayangnya, harga yang tinggi dan distribusi yang belum merata masih menjadi penghalang, terutama bagi kelompok berpenghasilan rendah. 

Pemerintah perlu turun tangan melalui subsidi, edukasi gizi, dan penguatan pasar lokal. Komunitas pun bisa ambil peran, misalnya melalui inovasi kebun kota hingga warung pangan terjangkau.

Kita pun bisa mulai dari hal kecil, seperti membeli pangan langsung dari petani, memasak makanan sendiri, atau menyusun menu hemat dan bergizi. Jika kita bergerak bersama, sistem pangan yang lebih adil dan inklusif bukanlah mimpi. Yuk, mulai dari dapur kita, karena perubahan besar selalu dimulai dari langkah sederhana.

Baca Juga: Benarkah Hidup Sehat Menguras Dompet Lebih Cepat?

Editor: Mentari Suci Ramadhini Sujono, S.Gz., Dietisien

Referensi

  1. Statistik Ketahanan Pangan (2022), Kementerian Pertanian Republik Indonesia 
  2. Analisis Ketahanan Pangan Tahun 2022 (2022), Kementerian Pertanian Republik Indonesia 
  3. Global Food Security Index 2022 (2022), Economist Intelligence Unit (EIU)
  4. Food Prices for Nutrition Report (2023), World Bank & Food and Agriculture Organization (FAO)
  5. Healthy diet cost in Brunei and Indonesia highest in ASEAN (2023), Asia News Network 
  6. Cost and affordability of healthy diets across and within countries (2021), Food and Agriculture Organization (FAO) & The World Bank
  7. Ultra-processed foods are associated with increased risk of cancer and cardiometabolic multimorbidity (2024), International Agency for Research on Cancer (IARC) – WHO
  8. WHO recommends stronger policies to protect children from the harmful impact of food marketing (2023), World Health Organization (WHO)
  9. Exploring Factors Influencing Consumers’ Willingness to Pay Healthy-Labeled Foods at a Premium Price (2024), Sustainability
  10. Impact of price reductions, subsidies, or financial incentives on healthy food purchases and consumption: a systematic review and meta-analysis. (2024), The Lancet Planetary Health

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *