Di dunia yang bergerak cepat, makan sering berubah menjadi sekadar aktivitas pengisi waktu – sambil bekerja, mengecek email, atau menonton serial favorit. Survei terbaru menunjukkan 72% orang dewasa perkotaan mengaku rutin makan sambil melakukan aktivitas lain. Ironisnya, meski piring selalu penuh, kepuasan dari pengalaman makan justru semakin langka.
Mindful eating muncul sebagai antitesis budaya makan modern yang mekanistik. Lebih dari sekadar teknik, ini adalah filosofi yang mengajak untuk sepenuhnya hadir dalam setiap suapan. Sebuah studi dalam Obesity Science & Practice membuktikan, praktik ini mampu mengurangi asupan kalori hingga 20% tanpa perasaan deprivasi.
Prinsip Dasar Mindful Eating
Mindful eating bukan diet dengan aturan ketat, melainkan perubahan hubungan dengan makanan. Pendekatan ini berangkat dari tiga pilar utama:
Kesadaran Sensorik
Kesadaran sensorik mengajak untuk benar-benar merasakan warna, aroma, tekstur, dan rasa setiap makanan. Seperti seorang sommelier mencicipi anggur, setiap suapan menjadi pengalaman multi-sensori yang kaya.
Kenali Isyarat Tubuh
Pengenalan isyarat tubuh membantu membedakan antara lapar fisik dan emosional. Penelitian di International Journal of Obesity menunjukkan, 45% makan berlebihan berasal dari kebosanan atau stres, bukan kebutuhan fisiologis.
Rasa Bersyukur
Rasa syukur mengembalikan makna sakral dari aktivitas makan. Tradisi Sufi mengajarkan doa sebelum makan bukan sekadar ritual, tetapi pengingat akan rantai panjang kehidupan yang memungkinkan makanan hadir di piring.
Sains di Balik Setiap Kunyahan: Dampak dan Manfaat yang Terukur
Efek mindful eating melampaui sekadar pengendalian porsi. Studi longitudinal selama dua tahun membuktikan praktik ini memberikan manfaat komprehensif:
Manajemen Berat Badan Alami
Makan dengan kecepatan lebih lambat memberikan tubuh waktu yang cukup untuk mengenali rasa kenyang. Hal ini secara alami dapat mengurangi kebiasaan makan berlebihan dan mendukung penurunan berat badan tanpa diet ketat.
Pencernaan Optimal
Praktik mengunyah makanan sebanyak 30-40 kali per suapan, seperti dalam tradisi Sufi, meningkatkan efisiensi sistem pencernaan. Nutrisi dalam makanan lebih mudah diserap tubuh, sekaligus mengurangi risiko masalah gastrointestinal seperti kembung dan gangguan pencernaan.
Hubungan Sehat dengan Makanan
Teknik mindful eating memberikan individu kontrol yang lebih baik terhadap pola makan emosional, terutama bagi mereka yang mengalami binge eating disorder. Setelah mengikuti pelatihan selama beberapa minggu, banyak peserta melaporkan peningkatan dalam kualitas hubungan mereka dengan makanan
Pengurangan Stres
Aktivitas makan yang dilakukan dengan fokus penuh membantu menenangkan pikiran dan tubuh. Penurunan kadar hormon stres, kortisol, menjadi bukti bahwa mindful eating bisa menjadi alternatif lebih efektif dibandingkan teknik relaksasi tradisional dalam mengelola stres..
Distraksi Digital Menjadi Musuh Utama Makan Penuh Kesadaran
Era gawai telah mengubah meja makan menjadi medan pertempuran perhatian. Notifikasi yang terus berbunyi menciptakan pola makan “autopilot” – tanpa kesadaran akan jenis, jumlah, atau bahkan rasa makanan yang dikonsumsi.
Ahli neurosains menjelaskan fenomena ini sebagai “split attention effect“. Otak yang terbagi antara makan dan aktivitas digital gagal membentuk memori makan yang utuh, sehingga cepat merasa lapar lagi. Solusinya sederhana namun powerful: menciptakan zona bebas teknologi selama 20-30 menit saat makan.
Integrasi ke Kehidupan Sehari-hari: Mulai dari yang Sederhana
Memulai mindful eating tidak memerlukan revolusi gaya hidup. Perubahan kecil yang konsisten sering kali lebih berdampak:
- Memilih satu waktu makan sehari untuk dipraktikkan secara penuh
- Menggunakan peralatan makan khusus yang indah sebagai pengingat untuk melambat
- Menyisihkan 5 menit pertama makan tanpa gangguan apapun
- Membuat jurnal makan singkat tentang sensasi dan perasaan setelah makan
Seperti halnya meditasi, esensi mindful eating terletak pada pengulangan penuh kesadaran, bukan kesempurnaan. Setiap kali pikiran mengembara ke email yang belum dibalas atau deadline pekerjaan, dengan lembut kembalikan perhatian ke pengalaman makan.
Di tengah budaya instan dan konsumsi berlebihan, mindful eating menawarkan jalan tengah – bukan pantang tapi penghayatan, bukan kontrol ketat tapi kesadaran mendalam. Seperti kata pepatah Sufi, “Satu butir nasi yang dimakan dengan kesadaran bernilai lebih dari seribu piring yang ditelan dengan kelalaian.” Mungkin inilah revolusi sejati yang kita butuhkan – bukan pada apa yang ada di piring, tapi pada kesadaran yang menyertai setiap suapannya.
Baca Juga: Kendalikan Nafsu Makan Saat Puasa dengan Mindful Eating
Editor: Eka Putra Sedana
Source:
- Mengenal Mindful Eating, Makan Perlahan dan Penuh Kesadaran – Hello Sehat
- Mindful Eating: Tren Nikmati Makanan dengan Penuh Kesadaran – Fwd
- Adab Makan Berdasarkan Sunah Nabi (s) – Sufi Live
- Mengunyah Sebanyak 33 Kali: Etika Makan Rasulullah dan Manfaatnya Ditinjau dari Segi Medis – Fk.uii.ac.id
- The Role of Sufis in the Spiritual and Moral Reform of a Society in the Context of Philosophy of Ahsan (2021), Al Khadim Journal of Islamic Culture and Civilization
- Comparison of Mindful and Slow Eating Strategies on Acute Energy Intake (2020), Obesity Science & Practice
- Does the Incorporation of Portion-Control Strategies in a Behavioral program Improve Weight Loss in a One-Year Randomized Controlled Trial? (2017), International Journal of Obesity
- A Systematic review of Binge Eating, Loss of Control Eating, and Weight Loss in Children and Adolescents (2021), Obesity