ApleFriends! Jogja dan kejutan memorinya tak pernah mengecewakan. Kata orang, di Jogja ada lho keju artisan lokal asal Indonesia, namanya Mazaraat Cheese ꧋ꦩꦗ꦳ꦫꦄꦠ꧀ꦕ꧀ꦲꦼꦄꦼꦱꦼ!
Paduan Keju Autentik Eropa dalam Balutan Budaya Jawa nan Membumi
Letaknya yang tak jauh dari Keraton Yogyakarta, membuat toko kecil ini menjajakan berbagai produk keju kelas atas menyaingi kota-kota di Eropa dengan sentuhan budaya Jawa kental yang membumi. Mazaraat Cheese bukan lah sebuah perjalanan yang baru dimulai, dari tahun 2011 pasangan suami istri Jamie Najmi Misnah dan Nieta Pricilia Puspitasari memulai proses belajar dan berkreasi makanan dan minuman fermentasi.
Ceritanya, inilah usaha orang tua mengusahakan pengobatan bagi buah hati mereka yang divonis kondisi medis bocor jantung. Berfokus pada pengobatan alami, asupan yang diberikan kepada sang anak pun diusahakan tanpa ada pewarna, perasa, dan pengawet.
Mazaraat Cheese ini pun sudah pernah diliput beberapa media lokal seperti Kumparan Food, Dewi Magazine, dan berhasil berperan aktif sebagai eksibitor di ajang Nusantara Food and Hotel 2024 lalu. Mazaraat cheese ini juga bisa ditemukan oleh konsumen di media e-commerce seperti tokopedia dan shopee.
Hingga saat ini, Mazaraat sudah punya 23 jenis keju berkisar dari fresh cheese seperti Halloumi dan Mozarella sampai pada kreasi keju dengan teknik Crottin de Chavignol dan Camembert.
Tak hanya membawakan keju sebagai bahan makanan saja atau bahkan kenikmatan gastronomi, Keju Mazaraat juga membawa budaya dan identitas lokal jawa dengan pendekatannya yang membumi. Nilai khas jawa “nuturake” yang artinya membina atau mengayomi digambarkan dengan penamaan keju mereka yang dekat filosofinya dengan kasih orang tua ke buah hati.
Dikutip dari wawancara yang dimuat di Dewi Magazine, keduanya berusaha membawa nilai-nilai terkait gairah, harapan, dan perhatian dalam setiap produksi keju yang dihasilkan.
Keju Mazaraat, Olahan Fermentasi Berbuah Manis bagi Kesehatan Jantung
Keju tak hanya lezat secara citarasa, tetapi juga kaya nutrisi termasuk protein, kalsium, dan vitamin B12. Seperti produk fermentasi pada umumnya, keju kaya akan probiotik yang berguna bagi kesehatan sistem pencernaan manusia. Namun, tahukah ApleFriends bagaimana produk-produk hasil fermentasi seperti keju dapat menjadi terapi pengobatan bagi kesehatan kardiovaskular yakni jantung?
Penelitian yang diterbitkan oleh Journal Frontier of Nutrition, menjelaskan hubungan positif antara makanan hasil fermentasi dengan kesehatan sistem pencernaan dengan menjaga populasi mikrobiota yang baik. Hal ini punya dampak jangka panjang yaitu meredam sistem sel imun tubuh agar tidak terlalu aktif dan menyerang sel tubuh sehat. Tak hanya itu, penelitian juga menemukan bahwa indikator biologis penanda adanya inflamasi di tubuh juga secara signifikan berkurang.
Stanford Prevention Research Center memberikan penjelasannya, asupan makanan dengan hasil fermentasi dapat mengubah kekuatan dan kepekaan status imun tubuh sehingga mengurangi dampak inflamasi pada tubuh, termasuk pada kelainan fungsi organ jantung.
Selain itu, konsumsi keju, yogurt, dan sauerkraut sebagai contoh hasil fermentasi juga dinyatakan dapat membantu menjaga berat badan, serta punya potensi mengurangi resiko diabetes, kanker selain dari penyakit kardiovaskular.
Nah, sudah tahu kan manfaat keju sebagai produk fermentasi! Gimana kalau kita kunjungi Mazaraat Cheese di Jogja bareng MinDip? Kita icip-icip yuk berbagai varian keju yang menarik!
Ubur-ubur ikan lele, ayo ke Jogja Le…
Baca juga: Gamchi: Roti Kentang Keju Ala Korea yang Bikin Nagih!
Editor: Rheinhard, S.Gz., Dietisien
Referensi:
- Kisah Keju Artisan Asal Yogyakarta, Mazaraat Cheese – Dewi Magazine
- Keju Premium dari Susu Lokal Peternak Indonesia – Nusantara Food Hotel
- Mazaraat Cheese, Keju Artisan Organik Lokal yang Lahir dari Cinta dan Hobi – Kumparan Food
- Fermented foods and cardiometabolic health: Definitions, current evidence, and future perspectives. 2022: Journal Frontiers in Nutrition.
- Fermented-food diet increases microbiome diversity, decreases inflammatory proteins, study finds – Stanford Medicine