Apakah Serangga Bisa Menjadi Sumber Protein Pada Program Makan Bergizi Gratis?

serangga sumber protein

Belakangan ini, pernyataan Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Dadan Hindayana tentang serangga sebagai sumber protein dalam program Makan Bergizi Gratis (MBG) menarik perhatian publik. Dalam keterangannya, ia menyebutkan bahwa menu MBG harus disesuaikan dengan potensi sumber daya lokal. 

Wacana ini menimbulkan pro dan kontra, terutama terkait penerimaan masyarakat terhadap serangga sebagai bagian dari menu makanan anak sekolah dan bahwa semua anak Indonesia mendapatkan asupan protein hewani yang setara, terutama dari sumber yang sudah dikenal luas seperti daging ayam, sapi, ikan, dan telur. Namun, apakah serangga benar-benar bisa menjadi alternatif protein yang layak untuk mendukung kebutuhan gizi anak sekolah?

Kandungan Gizi Serangga

Serangga telah lama dikenal sebagai sumber makanan yang kaya nutrisi. Menurut penelitian, serangga seperti jangkrik, belalang, dan ulat sagu mengandung protein yang tinggi. Berikut adalah perbandingan kandungan protein serangga dengan beberapa sumber protein hewani:

Sumber ProteinKandungan Protein (Per 100g)
Jangkrik13-23 g
Ulat Sagu11 g
Belalang15 g
Daging Ayam25-30 g
Daging Sapi20-25 g
Ikan20-30 g
Telur12-14 g

Potensi Serangga sebagai Sumber Protein dalam Menu Makan Siang

Menggunakan serangga dalam menu makan siang anak sekolah sebenarnya bukan ide baru. Di beberapa daerah seperti Papua dan Nusa Tenggara memiliki budaya mengonsumsi serangga, seperti ulat sagu dan belalang goreng. 

Walaupun serangga memiliki nilai kandungan protein yang tinggi dan sudah ada beberapa tempat yang lazim memakan serangga, akan tetapi  masyarakat masih menganggap serangga sebagai makanan yang tidak lazim atau bahkan menjijikkan.

Selain itu, belum adanya regulasi yang mengatur jenis serangga yang layak dikonsumsi secara nasional. Beberapa negara seperti Thailand dan Belanda sudah memiliki standar keamanan pangan untuk produk berbasis serangga, sementara Indonesia masih dalam tahap awal kajian. Tanpa regulasi yang jelas, sulit untuk memastikan keamanan dan kualitas serangga sebagai bahan makanan, terutama untuk anak-anak.

Apakah Serangga Cocok untuk Program MBG?

Untuk menjawab pertanyaan ini, ada beberapa aspek yang perlu dipertimbangkan:

1. Ketersediaan dan Keberlanjutan 

Serangga mudah dibudidayakan dengan biaya rendah dan waktu panen yang singkat. Misalnya, jangkrik dapat dipanen dalam waktu kurang dari dua bulan, jauh lebih cepat dibandingkan daging ayam atau sapi. Ini menjadikan serangga pilihan yang berkelanjutan untuk mendukung program MBG di daerah yang memiliki keterbatasan sumber daya.

2. Keamanan Pangan 

Serangga yang digunakan harus memenuhi standar keamanan pangan. Proses produksi dan pengolahan harus diawasi untuk memastikan bahwa serangga bebas dari kontaminasi dan layak konsumsi. Perlunya kerja sama dari pihak lain, sepert Kementerian Kesehatan dan BPOM, untuk meregulasi dan membantu memastikan kualitas dan keamanan pangan berbasis serangga.

3. Kesetaraan Akses terhadap Protein Hewani 

Meskipun serangga memiliki banyak manfaat gizi, penting untuk memastikan bahwa semua anak Indonesia memiliki akses terhadap protein hewani ternak yang secara budaya lebih diterima. Daging ayam, ikan, dan telur adalah sumber protein yang dianggap lebih “normal” oleh masyarakat umum dan memiliki nilai sosial yang lebih tinggi. Penyediaan menu yang mencakup protein hewani ternak dapat membantu menjaga rasa keadilan bagi anak-anak yang berasal dari berbagai latar belakang sosial dan budaya.

4. Penerimaan Anak-Anak 

Menu berbasis serangga harus dirancang agar menarik dan sesuai dengan selera anak-anak. Namun, pada tahap awal, mungkin lebih realistis untuk mengintegrasikan serangga sebagai tambahan atau pelengkap, bukan sebagai pengganti utama protein hewani. Hal ini akan membantu memperkenalkan serangga secara perlahan tanpa mengurangi akses terhadap protein dari ternak.

Serangga dan Masa Depan Gizi Anak

Meskipun serangga memiliki kandungan protein tinggi dan potensi untuk menjadi sumber makanan masa depan, serangga juga ramah lingkungan karena membutuhkan lebih sedikit air, lahan, dan pakan dibandingkan ternak konvensional. Meski begitu, keberhasilan implementasi program ini bergantung pada banyak faktor, termasuk edukasi, penerimaan masyarakat, dan kebijakan yang mendukung.

Jika dikelola dengan baik, serangga bisa menjadi jawaban atas tantangan gizi di Indonesia sekaligus memperkenalkan anak-anak pada sumber makanan yang baru, sehat, dan beragam.Namun, kesetaraan dalam akses terhadap protein hewani ternak tetap tidak boleh diabaikan. Semua anak Indonesia berhak menikmati menu bergizi yang tidak hanya memenuhi kebutuhan nutrisi tetapi juga dapat diterima secara sosial.

Kesimpulannya, serangga memiliki potensi besar untuk menjadi bagian dari program Makan  Bergizi Gratis, terutama sebagai pelengkap gizi. Namun, menu utama tetap perlu didominasi oleh protein hewani ternak yang lebih diterima oleh masyarakat. Dengan pendekatan yang inklusif, program ini tidak hanya memperbaiki gizi anak, tetapi juga memastikan bahwa setiap anak merasa dihargai melalui makanan yang mereka konsumsi.

Baca juga: Pewarna Karmin Pada Makanan, Apakah Aman dan Halal?

Editor: Rheinhard, S.Gz., Dietisien

Referensi : 

  1. Data Komposisi Pangan Indonesia – Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
  2. Can You Eat Crickets? All You Need to Know – Healthline
  3. Makanan Ekstrem Ini Digembar-gemborkan Kaya akan Protein, Faktanya? – Klikdokter
  4. Bagaimana Protein dari Serangga Bisa Menjadi Sumber Makanan Bergizi? – Kompas.id
  5. Penjelasan Lengkap Kepala BGN Usul Serangga Jadi Menu Makan Bergizi Gratis – Merdeka.com
  6. Dianggap Kuliner Ekstrem, Serangga Dianggap Layak Dikonsumsi di Singapura – Tempo
  7. Kepala BGN Buka Peluang Serangga Jadi Menu MBG di Beberapa Daerah – Kumparan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *