Makan menjadi kebutuhan dasar manusia. Tujuan awal makan adalah menjaga status gizi agar tubuh dapat bekerja dengan baik. Ironis, tujuan ini berubah menjadi “yang penting puas dan kenyang”. Keragaman pangan tidak menjadi pertimbangan utama ketika mengisi piring makan. Badan Ketahanan Pangan pada tahun 2022 menjelaskan bahwa pola konsumsi pangan sumber karbohidrat masih didominasi oleh beras dan terigu, sedangkan kontribusi umbi-umbian masih rendah.
Pola konsumsi protein asal pangan hewani naik (1,04 gram protein/kapita/hari) sedangkan asal pangan nabati turun (1,16 gram protein/kapita per hari). Hal ini menunjukkan bahwa protein pangan nabati belum menjadi pilihan sumber protein. Kejadian ini tidak mempertimbangkan bahwa makanan adalah investasi jangka panjang untuk menjaga kesehatan.
Makanan yang dikonsumsi hanya mementingkan aspek rasa dan visual, sedangkan kandungan zat gizi dipinggirkan. Senang boleh, namun hanya sesaat. Bagaimana seharusnya kita menentukan bahan makanan yang dikonsumsi?
Makanan Sehat di Mata Masyarakat
Ketika muncul ide “makanan sehat”, hal yang langsung terbersit adalah “mengurangi makan”, “makan banyak protein”, “kurangi nasi”, “tidak makan goreng-gorengan”, “makan banyak rebusan”. Hal ini benar, namun terlalu eksplisit. “Makanan sehat” tidak melulu mengenai makanan polos tanpa bumbu. Pilihan dan teknik pengolahan bahan makanan menjadi lebih sempit karena menitikberatkan pada banyaknya kalori yang terkandung dalam suatu makanan.
Dada ayam kukus dan sayuran mentah menjadi “makanan sehat” favorit. Alhasil, pengalaman makan menjadi tidak menyenangkan dan kembali mengonsumsi makanan yang tidak sehat. Keseimbangan makanan terdiri dari banyaknya kalori dalam suatu makanan dan variasi bahan makanan. Pertimbangan pemilihan bahan makanan perlu menitikberatkan pada variasi bahan makanan.
Sesuai dengan Pedoman Gizi Seimbang yang telah dirilis Kementerian Kesehatan, piring makan dalam satu kali waktu makan harus terdiri dari karbohidrat, protein, lemak, serta serat dan vitamin. Proporsi setiap bahan makanan penting diperhatikan untuk memenuhi kebutuhan energi dan zat gizi.
Keragaman Pangan
Keragaman pangan penting untuk memenuhi kebutuhan energi dan zat gizi. Sering terlupakan bahwa hubungan antar bahan makanan adalah komplementer, saling melengkapi. Menurut Kusmiyati dan Sedjani dari Universitas Mataram, menganekaragamkan konsumsi pangan dengan memperhatikan porsi isi piringku, akan diperoleh zat gizi yang saling melengkapi di antara bahan pangan yang dikonsumsi.
Laporan dari Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) menjelaskan bahwa Indonesia menggunakan angka Pola Pangan Harapan (PPH) untuk menggambarkan keragaman konsumsi pangan. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 28 Tahun 2019 tentang Angka Kecukupan Gizi yang Dianjurkan untuk masyarakat Indonesia menjelaskan bahwa skor PPH mewakili mutu gizi makanan yang dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia berdasarkan kontribusi setiap kelompok pangan terhadap Angka Kecukupan Energi (AKE) dibandingkan nilai idealnya.
Skor PPH diukur dari sembilan kelompok pangan yaitu padi-padian; umbi-umbian; pangan hewani; minyak dan lemak; buah/biji berminyak; kacang-kacangan; gula; sayur dan buah; dan lain-lain. Data tersebut menunjukkan bahwa padi-padian (59,68%) serta minyak dan lemak (11,76%) berkontribusi lebih tinggi dari kontribusi ideal (50% dan 10%). Pangan hewani (10,55% dari 12%), kacang-kacangan (2,78% dari 5%), serta sayur dan buah (4,9% dari 6%) masih menunjukkan kontribusi yang lebih rendah dari angka ideal.
Karbohidrat, Primadona Pangan Indonesia
Pilihan pangan masyarakat Indonesia masih belum beragam. Salah satu pangan kelompok padi-padian, beras, masih mendominasi. Laporan dari Badan Pusat Statistik yang diolah CIPS menunjukkan bahwa konsumsi beras mencapai 13-46 kali lipat konsumsi makanan pokok kaya karbohidrat lain. Olahan terigu juga menjadi salah satu alasan kontribusi pangan padi-padian meningkat. Rifaldy (2024) menjelaskan bahwa terigu menjadi komoditas kedua terbanyak untuk pangan karbohidrat.
Yuliantini et al. (2022) menjelaskan bahwa karbohidrat adalah sumber makanan dan penyedia energi utama yang relatif lebih murah dibanding dengan zat gizi lain. Snack atau makanan selingan tinggi karbohidrat sering dijadikan pilihan untuk menghilangkan rasa lapar, misalnya cireng, cilok, bakso cilok, keripik kentang, dan biskuit.
Damara dan Muniroh (2021) menjelaskan bahwa konsumsi jajanan berlebihan dapat menurunkan nafsu makan. Nafsu makan yang rendah dan jangka waktu panjang dapat mempengaruhi status gizi. Pemerintah Depok pernah menerapkan kebijakan Satu Hari Tanpa Beras pada tahun 2012. Sejumlah murid pingsan akibat tidak terbiasa mengonsumsi bahan makanan selain nasi untuk sarapan.
Pentingnya Keragaman Pangan dalam Pola Konsumsi
Memenuhi kebutuhan zat gizi memerlukan berbagai bahan pangan. Pemerintah melalui Badan Pangan Nasional membuat kampanye “B2SA” (Beragam, Bergizi Seimbang, dan Aman). Penyediaan pangan beragam baik hewani dan nabati, mengandung berbagai zat gizi yang diperlukan tubuh, dikonsumsi secara cukup sesuai dengan kebutuhan, dan aman dari kontaminasi harus dilakukan agar status gizi terjaga.
Satu piring makan dapat berisi nasi putih, ayam goreng, tempe goreng, lalapan, dan sambal. Hari lainnya satu piring makan dapat berisi kentang rebus dan gado-gado. Semua pangan memiliki keunggulan masing-masing sehingga dapat dikombinasikan setiap hari. Kombinasi makanan juga dapat memberikan pengalaman baru ketika makan. Tidak perlu terburu-buru, perlahan namun pasti perubahan keragaman pangan bisa dilakukan.
Baca Juga: 5 Makanan Lokal yang Bisa Tingkatkan Kesehatan Usus dan Mood Anda
Referensi
- Situasi Konsumsi Pangan Nasional Tahun 2022 (2022), Badan Pangan Nasional
- Pedoman Gizi Seimbang (2014), Kementerian Kesehatan RI
- Penyuluhan Pentingnya Membaca Label Kemasan Pangan Untuk Menjaga Gizi Seimbang (2024), Jurnal Pengabdian Magister Pendidikan IPA
- Hambatan dalam Mewujudkan Konsumsi Pangan yang Lebih Sehat Kasus Kebijakan Perdagangan dan Pertanian – Center for Indonesian Policy Studies
- Konsumsi Bahan Pokok 2019 (2019). Badan Pusat Statistik
- Pola Konsumsi Pangan Kentang Karbohidrat dan Pangan Protein di Jawa Barat (2024) – Jurnal Sosial Ekonomi dan Agribisnis
- Asupan makanan dengan kejadian stunting pada keluarga nelayan di Kota Bengkulu – Aceh Nutrition Journal
- Breakfast Habits and Nutrient Adequacy Level of Snacks is Correlated with Nutrition Status Among Adolescent in SMPN 1 Tuban – Media Gizi Indonesia
- Kilas Balik Program Sehari Tanpa Nasi di Depok, Belasan Siswa Pingsan 12 Tahun Lalu – Tempo
- Gerakan Penganekaragaman Konsumsi Pangan Beragam, Bergizi Seimbang dan Aman (B2SA) – Badan Pangan Nasional
Editor: Eka Putra Sedana