Bahaya Kreator Gizi Tanpa Ilmu: Jangan Asal Ikut!

bahaya-kreator-gizi

Tak bisa dipungkiri, media sosial kini banyak digunakan sebagai media edukasi termasuk edukasi gizi. Sangat mudah ditemukan pembuat konten yang memberikan informasi gizi, seperti diet ekstrim, detoks tubuh, suplementasi, dan penggunaan obat-obatan. Namun, tidak jarang pula ditemukan oknum yang memberikan edukasi tanpa latar belakang sebagai ahli gizi atau tenaga kesehatan.

Bahkan mengaku sebagai ahli gizi dan menyebarkan informasi yang belum tentu valid. Dalam beberapa tahun terakhir, prevalensi dan penyebaran informasi palsu terkait kesehatan di media sosial telah menjadi masalah yang serius. Pada tahun 2013, World Economic Forum telah menyampaikan bahwa misinformasi digital merupakan salah satu tren yang paling berbahaya pada era tersebut. 

Penyebaran informasi yang belum tentu valid, ditambah kemudahan akses masyarakat terhadap media sosial tentunya menimbulkan permasalahan. Masyarakat cenderung menelan mentah-mentah informasi yang diperoleh dari konten yang dilihat di media sosial. Berdasarkan hasil siaran pers yang dilakukan Kementerian Komunikasi dan Informatika, selama tahun 2023 Kominfo telah menangani 1.615 informasi palsu yang beredar di platform digital.

Berdasarkan kategori, hingga Desember 2023, isu hoaks paling banyak berkaitan dengan sektor kesehatan. Selain itu, kurangnya motivasi untuk mencari informasi gizi melalui buku atau sumber yang lebih kredibel juga mendukung kebiasaan ini.

Penyebaran Informasi yang Tidak Valid

Media sosial memungkinkan siapa saja untuk menyebarkan informasi. Sayangnya, tidak semua informasi yang dibagikan memiliki dasar ilmiah, padahal informasi kesehatan seharusnya didasarkan pada bukti ilmiah yang kuat. Berdasarkan hasil penelitian dari Jurnal Nutrients tahun 2025, konten gizi yang paling banyak berisi informasi palsu adalah konten gizi mengenai penurunan berat badan, dan suplementasi obat-obatan.

Contoh judul konten yang paling banyak kita temui yaitu seperti tren diet cepat turun berat badan tanpa konsumsi karbohidrat, hanya konsumsi air putih selama beberapa hari untuk detoks tubuh, klaim pil diet A bisa menurunkan 10 kg dalam sehari, hingga konsumsi suplemen tanpa dosis yang tepat dan dari merk yang tidak jelas.

Konten-konten semacam ini dapat dengan cepat viral dan mendapat jutaan views dan komentar yang menyetujui klaim tersebut, tanpa mempertanyakan kebenarannya. Misinformasi seperti ini dapat memberikan dampak yang membahayakan bagi masyarakat. Beberapa dampak yang dapat terjadi pada masyarakat antara lain :

1.    Misinformasi terkait kesehatan dapat menyesatkan masyarakat

Masyarakat bisa percaya pada informasi yang keliru dan melakukan tindakan yang tidak tepat seperti mengikuti diet berbahaya dan membeli suplemen atau obat-obatan tanpa bukti ilmiah yang valid.

2. Penurunan kepercayaan terhadap tenaga ahli

Ketika informasi dari konten kreator dianggap lebih benar daripada ahli gizi atau dokter, masyarakat menjadi tidak percaya terhadap dokter gizi, ahli gizi, dan lembaga kesehatan. Dalam jangka panjang dapat berbahaya karena dapat menghambat efektivitas edukasi kesehatan dan menurunkan kepatuhan individu hingga populasi terhadap saran medis yang valid.

3. Kerugian finansial dan risiko kesehatan

Masyarakat yang termakan promosi yang menyesatkan beresiko untuk membeli produk atau layanan tanpa manfaat dan bukti keamanan yang jelas sehingga berpotensi menyebabkan kerugian finansial dan manfaat kesehatan yang minimal atau tidak ada bahkan membahayakan kesehatan di tingkat yang lebih tinggi. 

Lalu Siapa yang Berhak Menyebarkan Informasi Gizi?

Jika semua orang tidak boleh menyebarkan informasi gizi secara sembarangan, maka siapa yang berhak menyebarkan informasi terkait gizi di media sosial? Dan mengapa ?

Penyebaran informasi terkait gizi harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang kompeten, seperti sarjana gizi (S.Gz), ahli dietisien (RD), atau tenaga kesehatan yang relevan seperti dokter gizi klinis yang memiliki latar belakang pendidikan yang resmi.

Kreator tanpa latar belakang pendidikan yang resmi hanya menyebarkan informasi mengenai gizi, diet, suplemen berdasarkan pengalaman individu yang dimiliki, sedangkan seorang ahli gizi ataupun dietisien telah mempelajari berbagai ilmu gizi termasuk mengenai metabolisme tubuh manusia, interaksi zat gizi makro dan mikro, dan penanganan klinis tergantung pada kondisi individu.

Hal ini menunjukkan bahwa praktik mereka berdasarkan bukti, sehingga informasi atau saran yang diberikan mengacu pada hasil riset ilmiah, bukan asumsi ataupun tren sesaat.

Apa yang Harus dilakukan Masyarakat ?

Sebagai pengguna media sosial, kita wajib menjadi masyarakat yang mampu menyaring atau memilih informasi yang didapatkan. Menurut The Plant Powered Dietitian Sharon Palmer, cara yang dapat dilakukan agar terhindar dari konten gizi yang menyesatkan adalah :

  1. Cek profil kreator: apakah mereka memiliki gelar atau latar belakang di bidang kesehatan, khususnya sarjana gizi (S.Gz), ahli dietisien (RD), atau dokter gizi klinis lalu periksa apakah informasi yang diberikan memiliki referensi atau penjelasan ilmiah
  2. Hindari klaim makanan “beracun”. Menganggap makanan tertentu sebagai racun, seperti minyak atau karbohidrat adalah hal yang tidak benar. Tidak ada alasan ilmiah untuk menyebut sebuah makanan “buruk”. Semua makanan merupakan makanan yang baik apabila diolah dan dikonsumsi dengan benar
  3. Jangan percaya makanan “ajaib” dan klaim yang berlebihan, seperti “diet minum air putih satu minggu dijamin turun 10 kg”, “konsumsi satu sendok makan cuka sari apel setiap hari untuk turun berat badan 2 kg setiap pagi”
  4. Jangan mudah mengikuti kebiasaan makan konten kreator atau influencer. Konten #WhatIEatInADay yang memamerkan apa yang mereka makan dan minum tidak untuk langsung kita percaya dan ikuti. Mengonsumsi makanan seperti yang mereka makan tidak akan membuat kita terlihat seperti mereka dan membuat kita sehat secara instan. Pengaplikasian yang salah akan dapat berdampak buruk bagi tubuh pengikutnya.
  5. Jangan mudah menyebarkan informasi kepada orang lain sebelum mengecek kebenaran informasinya

Yang Perlu diingat Agar Terhindar dari Informasi Palsu!

Setiap tubuh memiliki kondisi yang berbeda. Tidak semua tren diet, suplementasi, ataupun penggunaan obat – obatan yang disarankan konten kreator gizi dapat dilakukan dan memiliki hasil yang sama di setiap orang. Proses diet harus disesuaikan dengan kondisi setiap individu berdasarkan hasil konsultasi dengan tenaga ahli dan tidak ada hasil yang instan. Penggunaan suplementasi dan obat-obatan juga perlu berada di bawah pengawasan profesional agar aman dan sesuai dengan kebutuhan tubuh.

Baca Juga: Chatbot AI vs Ahli Gizi: Apakah AI Bisa Gantikan Peran Dietitian?

Referensi

  1. How to Avoid Nutrition Misinformation on Social Media – Sharon Palmer, RD
  2. Global Risk 2013 (2013), World Economic Forum WHO
  3. Siaran Pers Temuan Isu Hoaks – Kementerian Komunikasi dan Informatika
  4. Social Media and The Spread of Misinformation: Infectious and a Threat to Public Health (2025), Health Promotion International
  5. Quality and Accuracy of Online Nutrition-Related Information: a Systematic Review of Content Analysis Studies (2023), Public Health Nutrition
  6. #WhatIEatinaDay: The Quality, Accuracy, and Engagement of Nutrition Content on Tiktok (2025), Nutrients

Editor: Eka Putra Sedana

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *