Banyak fads diet populer yang banyak diikuti orang-orang tanpa mengetahui efek jangka panjang yang dibsa dialami. Kali ini, kita akan mengulik fakta seputar diet vegetarian, puasa intermiten (intermittent fasting), dan diet detoks, berdasarkan tinjauan jurnal ilmiah.
1. Vegetarian Diet

Orang yang menjalani diet vegetarian biasanya tidak mengonsumsi daging, produk daging, makanan laut, unggas, dan terkadang produk hewani lainnya, seperti telur, susu, dan madu. Beberapa studi menunjukkan adanya manfaat kesehatan dari diet ini, termasuk menurunkan risiko penyakit jantung, diabetes tipe 2, dan beberapa jenis kanker. Pola makan ini juga sering dikaitkan dengan BMI yang lebih rendah dan umur yang lebih panjang. Namun, klaim bahwa diet vegetarian sepenuhnya bebas risiko tidak sepenuhnya benar. Penelitian menunjukkan bahwa vegetarian berisiko mengalami kekurangan beberapa mikronutrien penting seperti vitamin B12, zat besi, kalsium, seng, dan asam lemak esensial seperti DHA dan EPA, yang sebagian besar terdapat dalam produk hewani.
Kekurangan vitamin B12, misalnya, dapat menyebabkan anemia dan masalah neurologis jika tidak diatasi. Selain itu, risiko patah tulang lebih tinggi pada vegetarian karena asupan kalsium yang cenderung lebih rendah. Jadi, untuk memaksimalkan manfaat kesehatan dari diet vegetarian, sebaiknya direncanakan dengan hati-hati dan dilengkapi dengan suplemen jika diperlukan. Konsultasi dengan ahli gizi sangat dianjurkan, terutama bagi ibu hamil, menyusui, dan individu dengan kebutuhan nutrisi khusus ya, ApleFriends.
2. Intermittent Fasting (IF)

Puasa intermiten memang menjadi tren populer dalam beberapa tahun terakhir dan dianggap efektif untuk menurunkan berat badan, serta meningkatkan sensitivitas insulin. Diet ini menekankan pengaturan jadwal, seperti puasa setiap dua hari (alternate day fasting), makan normal selama lima hari dan puasa dua hari (5:2 diet), atau membatasi makan dalam jendela waktu tertentu setiap hari (time-restricted feeding). Penelitian menunjukkan bahwa IF dapat membantu mengurangi massa lemak tubuh, memperbaiki profil lipid, dan menurunkan tekanan darah. Namun, efektivitasnya tidak jauh berbeda jika dilihat dalam jangka panjang. Selain itu, tidak semua orang dapat menyesuaikan diri dengan pola makan ini.
Beberapa studi jangka pendek menemukan risiko IF, meliputi fluktuasi besar asam lemak bebas, penurunan sensitivitas insulin pada individu dengan berat badan normal, serta peningkatan kadar hormon stres seperti kortisol. Oleh karena itu, keberhasilan IF sangat tergantung pada individu dan kebutuhan spesifiknya. Sebaiknya pola makan ini dilakukan di bawah pengawasan profesional kesehatan karena dampak kesehatan jangka panjang dari diet ini masih perlu dikaji lebih lanjut.
3. Detox Diet

Diet detoks sering kali dipasarkan dengan klaim mampu membersihkan tubuh dari racun, meningkatkan energi, dan menurunkan berat badan dalam waktu singkat. Namun, klaim-klaim ini tidak memiliki dasar ilmiah yang kuat. Tubuh manusia sudah memiliki sistem detoksifikasi alami yang efisien, yaitu hati dan ginjal, yang berfungsi menghilangkan zat beracun dari tubuh.
Sebagian besar diet detoks bersifat sangat ketat, rendah kalori, dan sering kali berbasis cairan, seperti jus buah atau sayuran. Meskipun dapat menyebabkan penurunan berat badan sementara, ini sebagian besar disebabkan oleh kehilangan air dan massa otot, bukan lemak. Selain itu, pembatasan kalori yang ekstrem dapat memicu stres metabolik dan peningkatan hormon stres seperti kortisol, yang justru dapat meningkatkan nafsu makan dan menyebabkan kenaikan berat badan setelah diet selesai. Lebih mengkhawatirkan lagi jika produk detoks tidak diawasi dengan baik sehingga ada risiko komposisi yang tidak aman.
Dari beberapa fads diet yang dibahas, diet vegetarian dapat memberikan banyak manfaat jika direncanakan dengan baik, tetapi memiliki risiko kekurangan nutrisi tertentu. Puasa intermiten efektif untuk beberapa orang, tetapi tidak selalu lebih baik daripada metode penurunan berat badan lainnya. Sementara itu, klain tentang diet detoks sebagian besar gagal menjelaskan mekanisme spesifiknya dlam menghilangkan racun dalam tubuh. Jadi, pastikan sebelum memulai pola makan apa pun, penting untuk berkonsultasi dengan ahli gizi atau profesional kesehatan untuk memastikan diet tersebut sesuai dengan kebutuhan kamu ya, ApleFriends!
Baca juga: Sering Dianggap Sama! Ini Perbedaan Vegan dan Vegetarian yang Harus Kamu Ketahui
Editor: Rheinhard, S.Gz., Dietisien
Referensi:
Fad Diets: Facts and Fiction (2022), Frontiers in Nutrition