Diet Tanpa Nasi, Efektif atau Malah Bikin Loyo?

diet-tanpa-nasi

Banyak orang rela meninggalkan nasi demi mendapatkan tubuh yang ideal. Tapi, apakah diet tanpa nasi benar-benar efektif dan aman untuk tubuh? 

Tren diet ini memang populer di media sosial. Beberapa orang melaporkan berhasil menurunkan berat badan hanya dengan mengeliminasi nasi dari pola makan mereka. Namun, sebelum ikut-ikutan, penting untuk tahu apa efeknya bagi tubuh dan apakah nasi memang harus dihindari sepenuhnya.

Mengapa Nasi Sering Dianggap Musuh?

nasi-sering-dianggap-musuh
Sumber: Pixabay

Nasi putih termasuk ke dalam kelompok karbohidrat sederhana yang mudah dicerna oleh tubuh. Jenis karbohidrat ini juga bisa menaikkan kadar gula darah dengan cepat. 

Berdasarkan International Tables of Glycemic Index and Glycemic Load Values yang dipublikasikan di The American Journal of Clinical Nutrition tahun 2021, nilai indeks glikemik rata-rata nasi putih mencapai sekitar 73, yang tergolong tinggi. Inilah sebabnya nasi sering disalahkan sebagai penyebab kenaikan berat badan. 

Namun, bukan berarti nasi langsung membuat gemuk. Masalah utamanya sering kali adalah porsi yang tidak terkontrol, kurangnya aktivitas fisik, serta minimnya variasi gizi dalam menu harian. 

Saat nasi dikonsumsi dalam porsi besar tanpa didampingi serat, protein, atau lemak sehat, lonjakan gula darah menjadi lebih cepat terjadi. Kondisi ini bisa memicu rasa lapar kembali dalam waktu singkat, yang berujung pada asupan kalori berlebih sepanjang hari.

Diet Tanpa Nasi: Apa Efektif?

efektifitas-diet-tanpa-nasi
Sumber: Pixabay

Pengurangan konsumsi nasi dalam pola makan harian bisa menurunkan asupan kalori, terutama jika sebelumnya dikonsumsi dalam jumlah besar. Secara logika, hal ini memang bisa membantu penurunan berat badan dalam jangka pendek. 

Namun, penting dipahami bahwa karbohidrat tetap dibutuhkan tubuh sebagai sumber energi utama, terutama untuk otak dan otot. Asupan karbohidrat yang sangat rendah dapat membuat tubuh terasa lemah, sulit fokus, dan berisiko mengalami gangguan metabolisme serta ketidakseimbangan hormon.

Kemenkes RI merekomendasikan agar 45–65% dari total kebutuhan energi harian orang dewasa dipenuhi dari karbohidrat. Misalnya, jika kebutuhan kalori harian seseorang adalah 2.000 kkal, maka sekitar 225 hingga 325 gram karbohidrat perlu dikonsumsi. 

Jika nasi dihilangkan dari menu, penting untuk mengganti sumber karbohidrat ini dengan alternatif yang tetap sehat dan bergizi. Beberapa pilihan yang bisa dipertimbangkan antara lain kentang, ubi, jagung, oats, atau nasi merah yang lebih kaya serat dan memiliki indeks glikemik lebih rendah.

Risiko Jika Diet Tanpa Karbohidrat

Bagi mereka yang menjalani diet tanpa nasi dan tanpa pengganti karbohidrat, risiko gangguan metabolisme cukup besar. Gejala seperti cepat lelah, pusing, dan sembelit kerap muncul karena tubuh kekurangan energi dan serat penting untuk pencernaan. 

Dalam jangka panjang, diet rendah karbohidrat tanpa pengawasan dapat menyebabkan kekurangan serat dan mikronutrien, terutama jika asupan digantikan oleh lemak hewani secara dominan.

Menurut studi dalam The Journal of Nutrition, Health and Aging, diet sangat rendah karbohidrat memang efektif untuk penurunan berat badan jangka pendek dan perbaikan beberapa faktor kesehatan metabolik. 

Namun, diet ini juga bisa membawa risiko efek samping, kekurangan zat gizi, serta potensi peningkatan risiko penyakit jantung jika konsumsi lemak jenuh dari sumber hewani berlebihan. Oleh karena itu, keseimbangan asupan karbohidrat, tidak terlalu tinggi dan tidak terlalu rendah, adalah kunci untuk kesehatan optimal.

Nasi Tetap Bisa Jadi Bagian Diet Sehat, Asal Porsi dan Kombinasinya Tepat

porsi-dan-kombinasi-nasi
Sumber: Pixabay

Kunci diet sehat bukan hanya menghindari nasi, tapi memahami porsi dan jenis nasi yang dikonsumsi. Nasi merah, nasi hitam, atau nasi yang diperkaya serat adalah pilihan yang lebih baik dibanding nasi putih biasa. Penting juga untuk mengombinasikan nasi dengan sumber protein, sayuran, dan lemak sehat agar zat gizi tetap seimbang dan energi terpenuhi.

Jika menghindari nasi membuat tubuh terasa lemas atau loyo, itu bisa jadi tanda bahwa asupan karbohidrat harus kembali diatur, bukan dihilangkan. Fokus utama untuk menurunkan berat badan sebaiknya pada defisit kalori dan kualitas makanan secara keseluruhan, bukan hanya menghindari satu jenis makanan.

Selain itu, mengatur porsi nasi dan menjaga pola makan seimbang dengan gaya hidup aktif akan memberikan hasil yang lebih sehat dan berkelanjutan. Konsultasikan selalu dengan ahli gizi sebelum memulai pola makan tertentu agar kebutuhan tubuh terpenuhi tanpa adanya risiko kekurangan zat gizi.

Dengarkan Tubuhmu, Bukan Tren

Tren diet memang sering berubah dan menggiurkan, tapi kebutuhan tubuhmu harus tetap jadi prioritas. Diet tanpa nasi mungkin efektif untuk sebagian orang, tapi belum tentu cocok untuk semua. Setiap orang memiliki respons berbeda terhadap perubahan pola makan, jadi jangan hanya mengikuti tren tanpa memahami kondisi tubuh sendiri.

Mulailah dari hal kecil dengan mengatur porsi makan dan memilih karbohidrat kompleks yang sehat. Perhatikan sinyal tubuh seperti energi dan pencernaan agar pola makan tetap seimbang dan nyaman. Yuk, prioritaskan kesehatan dengan pola makan yang sesuai, dan konsultasikan ke ahli gizi untuk hasil yang terbaik!

Baca Juga: Kenapa Setelah Makan Nasi Merasa Mengantuk?

Editor: Mentari Suci Ramadhini Sujono, S.Gz., Dietisien

Referensi

  1. International tables of glycemic index and glycemic load values 2021: a systematic review (2021), The American Journal of Clinical Nutrition
  2. Analisis Asupan Energi, Karbohidrat, dan Serat dari Pangan Pokok di Wilayah Non Pertanian di Kota Baubau (2022), Jurnal Gizi Ilmiah
  3. Mengenal Diet Diabetes Mellitus (2024), Kementerian Kesehatan RI
  4. The Merits and the Pitfalls of Low Carbohydrate Diet: A Concise Review (2020), The Journal of nutrition, health and aging
  5. Physiology, Carbohydrates (2023), StatPearls Publishing

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *