Diet menjadi salah satu strategi populer untuk menurunkan berat badan dan meningkatkan kesehatan. Tapi, faktanya nggak semua diet memiliki dasar ilmiah yang kuat, lho. Kebanyakan diet populer hanya didasarkan pada klaim yang menarik, tetapi belum terbukti kebenarannya. Yuk, coba kita kulik beberapa fad diets paling populer, yaitu atkins, ketogenik, paleolitik, dan mediterania, berdasarkan tinjauan jurnal ilmiah.
1. Atkins Diet

Diet atkins melibatkan pengurangan karbohidrat secara ekstrem, yaitu kurang dari 5% dari total asupan kalori, asupan protein dan lemak tanpa batasan, asupan cairan yang cukup, suplemen vitamin dan mineral, serta olahraga teratur. Dengan menerapkan diet atkins, penurunan berat badan bisa terjadi dengan cepat dalam jangka pendek. Hal ini disebabkan oleh penurunan asupan karbohidrat yang memaksa tubuh menggunakan lemak sebagai sumber energi. Studi menunjukkan bahwa pelaku diet ini kehilangan lebih banyak berat badan dibandingkan diet rendah lemak dalam enam bulan pertama. Namun, hasilnya tidak konsisten dalam jangka panjang dan efektivitasnya menurun karena banyak peserta yang sulit mematuhi diet ini akibat pembatasan ketat pada karbohidrat. Berdasarkan penelitian yang ada, terdapat kekhawatiran terkait dampak diet ini pada kesehatan, seperti pembentukan batu ginjal, ketoasidosis, dan risiko penyakit ginjal kronis, jika tidak diawasi dengan baik. Oleh karena itu, diet ini tidak cocok untuk semua orang, terutama mereka dengan kondisi kesehatan tertentu.
2. Ketogenic Diet

Secara umum, diet ketogenik adalah diet rendah karbohidrat (Very Low-Carbohydrate Diet/VLCD) yang mengandalkan lemak dalam jumlah tinggi, protein sedang, dan karbohidrat rendah, dengan asupan kalori sekitar 5–10% dari karbohidrat, 20–25% dari protein, dan 65–80% dari lemak. Diet ini juga mencakup puasa, hidrasi yang tepat, aktivitas fisik, serta konsumsi elektrolit dan suplemen nutrisi.
Fokus utama diet ketogenik adalah memasukkan tubuh pada kondisi ketosis atau kondisi dimana tubuh menggunakan lemak sebagai sumber energi utama. Hal tersebut membuat diet ini tidak hanya bisa menurunkan berat badan, tetapi juga telah terbukti efektif untuk menagtasi kondisi tertentu, seperti kejang pada pasien epilepsi, serta memberikan efek neuroprotektif pada penyakit Alzheimer, Parkinson, sedera otak traumatik, depresi, dan autisme.
Namun, beberapa penelitian menunjukkan hasil yang cukup beragam, seperti diet ini dapat membantu mengontrol kadar insulin dan menurunkan berat badan, tetapi juga berpotensi meningkatkan kadar kolesterol LDL/kolesterol jahat dan trigliserida. Efek samping lain termasuk mual, kelelahan, dan penurunan kepadatan tulang. Jika ingin menjalankan diet ini, sebaiknya dengan pengawasan dari profesional kesehatan untuk meminimalkan risikonya ya.
3. Paleolithic Diet

Pendukung diet ini berpendapat bahwa pola makan manusia purba lebih sehat karena tidak mengandung makanan olahan, produk susu, biji-bijian, dan kacang-kacangan. Meskipun diet ini dapat menyebabkan penurunan berat badan dalam jangka pendek, klaim bahwa diet ini paling sesuai dengan genetika manusia tidak sepenuhnya benar.
Penelitian antropologi menunjukkan bahwa manusia purba memiliki pola makan yang sangat bervariasi tergantung pada lingkungan mereka. Jika ingin menjalan diet ini sebaiknya perhatikan kemungkikan yang bisa terjadi, seperti potensi kekurangan kalsium akibat penghilangan produk susu. Selain itu, meskipun diet ini dapat meningkatkan konsumsi sayuran dan protein tanpa lemak, konsumsi daging merah yang tinggi dapat meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular dalam jangka panjang.
4. Mediterranean Diet

Secara tradisional, kalori dalam diet ini sebagian besar berasal dari makanan berbasis tumbuhan dan ikan. Lemak menyumbang 30% dari total kalori, sebagian besar berupa asam lemak tak jenuh tunggal (MUFA) dan asam lemak tak jenuh ganda (PUFA). Sementara itu, karbohidrat menyediakan 50–55% kalori, dan protein menyumbang 15–20%.
Diet mediterania sebenarnya tidak membatasi lemak, melainkan mengutamakan lemak sehat seperti minyak zaitun, kacang-kacangan, dan ikan. Diet ini mencakup berbagai makanan berbasis tumbuhan, seperti buah, sayuran, dan biji-bijian utuh, serta konsumsi daging merah dalam jumlah minimal.
Penelitian menunjukkan bahwa diet mediterania menjadi salah satu pola makan paling sehat dan memiliki manfaat yang terbukti untuk kesehatan jantung, pengendalian berat badan, dan pencegahan diabetes. Tidak seperti diet lainnya, diet ini memiliki manfaat jangka panjang yang terbukti ilmiah dan relatif mudah untuk diterapkan, lho.
Dari beberapa fad diet di atas, diet atkins dan ketogenik mungkin efektif untuk penurunan berat badan cepat. Namun, keduanya memiliki risiko yang memerlukan pengawasan medis. Diet Paleolitik mengajarkan untuk mengurangi makanan olahan, tetapi penghilangan kelompok makanan seperti biji-bijian dan produk susu dapat menyebabkan kekurangan nutrisi. Di sisi lain, Diet Mediterania dianggap paling seimbang dan aman untuk jangka panjang dengan bukti manfaat kesehatan yang luas. Jadi, sebelum kamu memutuskan untuk memulai diet tertentu, konsultasikan dengan ahli gizi atau profesional kesehatan untuk memastikan diet pilihanmu sesuai dengan kebutuhan dan kondisi kesehatan kamu ya, ApleFriends!
Baca juga: Jangan Takut Lemak, Ini 7 Makanan Sumber Lemak Baik
Editor: Rheinnhard, S.Gz., Dietisien
Referensi:
Fad Diets: Facts and Fiction (2022), Frontiers in Nutrition