Dalam upaya mencapai tubuh ideal, banyak orang tergoda untuk mencoba diet ketat dan ekstrem. Namun, penelitian dari University of California, Los Angeles (UCLA) menunjukkan bahwa sekitar 80% orang yang menjalani diet ketat justru kembali ke berat badan semula—atau bahkan lebih—dalam waktu dua tahun. Angka ini bukan sekadar statistik, melainkan cerminan dari realitas yang sering diabaikan: diet ekstrem jarang berhasil dalam jangka panjang.
Lalu, mengapa diet ketat dan ekstrem sering gagal? Dan adakah cara yang lebih sehat dan berkelanjutan untuk mencapai tujuan kesehatan?
Pertarungan yang Tak Seimbang antara Tubuh dan Pikiran
Diet ketat sering kali melibatkan pembatasan kalori secara drastis atau menghilangkan kelompok makanan tertentu. Meskipun metode ini mungkin memberikan hasil cepat, tubuh meresponsnya sebagai ancaman. Ketika asupan kalori terlalu rendah, metabolisme tubuh melambat untuk menghemat energi. Hal ini membuat penurunan berat badan semakin sulit, bahkan ketika asupan makanan sangat sedikit.
Di sisi lain, pikiran juga berperan besar dalam kegagalan diet ekstrem. Pembatasan yang terlalu ketat dapat memicu rasa lapar berlebihan dan keinginan kuat untuk makan berlebih. Menurut Journal of Health Psychology, diet ketat sering kali menyebabkan siklus yo-yo, di mana berat badan turun naik secara drastis, yang justru berbahaya bagi kesehatan.
Salah satu risiko terbesar dari diet ekstrem adalah kekurangan nutrisi penting. Menghilangkan kelompok makanan tertentu, seperti karbohidrat atau lemak, dapat menyebabkan tubuh kekurangan vitamin, mineral, dan energi yang dibutuhkan untuk berfungsi optimal. Misalnya, diet rendah karbohidrat ekstrem dapat menyebabkan kelelahan, pusing, dan gangguan konsentrasi.
Meningkatkan Stres dan Hubungan yang Rusak dengan Makanan
Diet ketat tidak hanya memengaruhi tubuh tetapi juga kesehatan mental. Pembatasan makanan yang berlebihan dapat menciptakan hubungan yang tidak sehat dengan makanan, di mana setiap kali makan dianggap sebagai kesalahan. Hal ini dapat memicu stres, kecemasan, dan bahkan gangguan makan seperti anoreksia atau bulimia.
Menurut psikolog klinis, Dr. Sarah Johnson, “Diet ekstrem sering kali menciptakan siklus rasa bersalah dan penghargaan diri yang rendah. Ini bukan hanya tentang makanan, tetapi juga tentang bagaimana seseorang memandang dirinya sendiri.“

Baca Juga: Stres Berpengaruh pada Keinginan Makan Banyak, Benarkah Demikian?
Pola Makan Seimbang dan Berkelanjutan Menjadi Solusi yang Lebih Sehat
Studi dari American Journal of Clinical Nutrition menunjukkan bahwa diet seimbang yang mencakup semua kelompok makanan—karbohidrat, protein, lemak, vitamin, dan mineral—adalah kunci untuk kesehatan jangka panjang. Tanpa nutrisi yang cukup, tubuh tidak hanya kehilangan energi tetapi juga rentan terhadap penyakit.
Alih-alih menjalani diet ketat, pendekatan yang lebih sehat adalah mengadopsi pola makan seimbang dan berkelanjutan. Pertama, fokuslah pada porsi yang wajar dan pilihan makanan bergizi. Mengonsumsi makanan utuh seperti buah, sayuran, biji-bijian, dan protein tanpa lemak dapat memberikan energi yang stabil tanpa rasa lapar berlebihan.
Kedua, jadwalkan waktu makan secara teratur. Melewatkan makan justru dapat membuat tubuh merasa kelaparan dan memicu makan berlebih di kemudian hari. Terakhir, izinkan diri untuk menikmati makanan favorit sesekali. Larangan yang terlalu ketat hanya akan membuat diet terasa seperti hukuman, bukan gaya hidup
Diet ketat mungkin menjanjikan hasil cepat, tetapi kesehatan jangka panjang membutuhkan pendekatan yang lebih bijak. Dengan memahami alasan di balik kegagalan diet ekstrem dan memilih solusi yang lebih sehat, generasi produktif bisa mencapai tujuan kesehatan tanpa mengorbankan kesejahteraan fisik dan mental.
Baca Juga: Bahaya Diet Ekstrem: Belajar dari Influencer Vegan Zhanna Samsonova
Referensi
- Long-term Effects of Dieting: Is Weight Loss Related to Health? (2013), University of California, Los Angeles
- Low Calorie Dieting Increases Cortisol (2010), University of California, Los Angeles
- Gender Differences and Correlates of Extreme Dieting Behaviours in US Adolescents (2015), Journal of Health Psychology
- Reducing Sugar Use in Coffee while Maintaining Enjoyment: A Randomized Controlled Trial (2020), Journal of Health Psychology
- Stress and Number of Servings of Fruit and Vegetables Consumed: Buffering Effects of Monetary Incentives (2022), Journal of Health Psychology
- Balancing a Sustained Pursuit of Nutrition, Health, Affordability and Climate Goals: Exploring the Case of Indonesia (2021),
Edited: Rheinhard, S.Gz., Dietisien